Saturday, November 26, 2016

La Galigo, Odisei, Trah Buendia


Oleh: Nirwan Ahmad Arsuka
 
Sawerigading dalam epik Bugis ‘karya’ I  La Galigo dan Odiseus dalam epik Yunani ‘karya’ Homerus — kedua tokoh ini tidak sekedar meniti ombak menyusur dunia. Mereka berdua membangun semesta, yang ditata pada skala pemahaman manusia.
 
Tersusun dari sekitar 300.000 larik sajak dalam bahasa tinggi arkaik dengan berbagai cerita berangkai, Sureq (serat) Galigo adalah salah satu karya sastra terbesar dunia. Dan yang pasti, bersama  epik besar Kyrgizstan yang berusia seribu tahun, Manas; dan novel terbesar Cina berjumlah 120 jilid, Impian Kamar Merah (Hung Lou Meng) ‘karya’ Cao Xueqin dan Gao E yang ditulis di Era Dinasti Manchu di pertengahan abad 18, Sureq Galigo termasuk naskah klasik terpanjang yang dihasilkan manusia.

Dari segi jumlah larik sajak saja, Sureq Galigo sudah melampaui epos terbesar Anak Benua India yang kerap dianggap terpanjang di dunia: Mahabharata. Tapi panjang larik sajak, kecuali mungkin memamerkan stamina penyusunnya, tak dengan sendirinya mencerminkan kekuatan sebuah karya.

Sebuah puisi epik, merujuk Ian Johnston, berbeda dari sajak naratif panjang lainnya karena cakrawalanya yang istimewa. Epik merujuk pada kualitas yang diciptakan oleh puisi berupa penjelajahan dan perayaan atas sesuatu yang jauh lebih besar ketimbang karakter-karakter atau tempat-tempat istimewa yang diuraikannya. Kepada pembaca yang menghidupi dan dihidupinya, epik mempersembahkan sebuah pandangan dunia, sebentuk rasa keparipurnaan budaya, a sense of cultural completeness.

Spiritualitas tanpa “Spiritualitas”


Spiritualitas sebagai Dialektika Transrasionalitas Zen Buddhisme dari Sudut Pandang Tiga Master Zen: Ma-Tsu, Lin-Chi dan Ikkyu
 
Oleh Reza A.A Wattimena
Dosen di Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala, Surabaya

Kita hidup di era krisis spiritualitas. Teknologi dan ekonomi berkembang maju, tetapi jiwa dan pikiran manusia justru semakin menderita. Mereka hidup terpisah dengan alam, dan akhirnya terasing dari alam itu sendiri, dan bahkan menghancurkan alam. Orang hidup dalam kelimpahan harta dan uang, namun hatinya penuh penderitaan, rasa takut dan rasa benci.1 Tak heran, tingkat bunuh diri, stress, depresi dan beragam penderitaan batin lainnya semakin meningkat. Banyak keluarga hancur di tengah jalan, karena rasa benci dan rasa takut yang menutupi pikiran. Pengguna narkoba pun semakin meningkat dan usianya semakin muda, persis untuk mengalihkan manusia dari penderitaan batin yang dirasakannya. Agama, yang dilihat sebagai dasar dari spiritualitas menuju hidup yang bermakna, pun kini terjebak pada fundamentalisme. Mereka mendewakan tradisi, ritual dan aturan, serta bersedia mengorbankan manusia. Bahkan, agama sering digunakan untuk pembenaran bagi tindakan-tindakan bejat dan kepentingan politik yang menutupi sejuta kemunafikan. Yang dibutuhkan oleh banyak orang sekarang ini adalah jenis spiritualitas yang baru, yang bisa memberikan makna bagi hidupnya, dan mengurangi penderitaan batinnya, guna menghadapi berbagai tantangan kehidupan.

Stephen Hawking Menanyakan Pertanyaan Besar tentang Alam Semesta

0:13  Tidak ada yang lebih besar atau lebih tua dari alam semesta. Pertanyaan yang ingin saya bicarakan adalah: Satu, dari mana kita berasal? Bagaimana alam semesta terbentuk? Apakah kita sendirian di alam semesta? Apakah ada kehidupan asing di luar sana? Bagaimana masa depan umat manusia?
 
0:42  Hingga tahun 1920-an semua orang berpikir bahwa alam semesta pada dasarnya statis dan tidak berubah dari waktu ke waktu. Lalu ditemukan bahwa alam semesta bertambah besar. Galaksi-galaksi yang jauh bergerak menjauhi kita. Hal ini berarti galaksi itu pasti lebih dekat pada masa lalu. Jika kita menghitung mundur, kita akan menemukan bahwa kita semua saling bertindihan sekitar 15 miliar tahun yang lalu. Ini adalah Big Bang, permulaan alam semesta.

Friday, November 25, 2016

The God Code

Oleh: Greg Braden

“Kesengsaraan umat manusia lebih sering disebabkan oleh ketidaktahuan daripada kebodohan, terutama ketidaktahuan kita tentang diri kita sendiri.” –Carl Sagan
Apa artinya menemukan sebuah bahasa kuno-pesan harfiah-yang tersembunyi dalam DNA kehidupan itu sendiri? Apa yang kita percaya dari masa lalu kita akan berubah …

The God Code : Rahasia masa lalu kita, Janji untuk Masa Depan Kita, adalah buku yang berisi sebuah penemuan yang luar biasa yang menghubungkan abjad Alkitab Ibrani dan Arab dengan kimia modern yang menyatakan bahwa ada sebuah kode yang hilang dan petunjuk untuk misteri asal usul kita yang telah berada di dalam diri kita semua secara bersama.

Menerapkan penemuan bahasa kehidupan ini – unsur-unsur yang akrab seperti hidrogen, oksigen nitrogen dan karbon yang membentuk DNA kita-sekarang mungkin akan digantikan dengan huruf kunci dari bahasa kuno. Dengan demikian, kode semua kehidupan berubah menjadi kata-kata yang berasal dari pesan abadi. Diterjemahkan, pesan tersebut mengungkapkan bahwa kalimat yang tepat dari nama kuno Tuhan telah dikodekan sebagai informasi genetik dalam setiap sel, setiap kehidupan.

Kita hidup dalam jaman dimana 95% dari penduduk dunia percaya pada kekuatan yang lebih tinggi atau Agung. Lebih dari setengah dari 95% ini mengacu pada kekuatan tersebut sebagai “Tuhan”.

Thursday, November 24, 2016

Kutipan Pengetahuan

 “Saya benci kutipan. Katakan saja apa yang kau ketahui.” (Ralph Waldo Emerson)

Tuesday, November 22, 2016

The Conference of the Birds (Konferensi Burung-Burung)

Kisah in disadur dari karya seorang pujangga sekaligus guru spiritual, Fariduddin Attar.

Sekelompok burung berkumpul dalam sebuah konferensi untuk membicarakan kehidupan mereka yang dirasa tidak memuaskan. Walaupun hidup ini juga menawarkan kebahagiaan, namun jauh di dalam hati, mereka merasakan sakit yang aneh dan ketidakpuasan. Dari itu semua, kemudian mengerucut kepada hasrat bersama akan kebutuhan adanya tokoh raja di antara mereka. Yaitu seekor burung yang lebih baik dalam segala hal, dari yang lainnya. 

Seekor burung Hoopoe (burung Hud-hud), yang telah berkelana jauh ke seluruh dunia berkata bahwa mereka sudah memiliki raja, yaitu burung Simorgh (Phoenix, burung api), yang hidup di sebuah tempat yang sangat jauh (negerti Cina).

Burung hoopoe menawarkan diri untuk menunjukkan jalan menuju lokasi burung Simorgh. Namun sebelumnya ia memberi peringatan, "Perjalanan ini tidak akan mudah. Sangat jauh melewati daratan luas dan lautan dalam."

Monday, November 14, 2016

Berebut Jiwa Sains

Oleh: Natalie Wolchover

16 Desember 2015
(Sumber: www.quantamagazine.com)


Teori string, multiverse, dan gagasan fisika modern lainnya berpotensi tak dapat diuji. Dalam sebuah pertemuan bersejarah di Munich, para ilmuwan dan filsuf bertanya: haruskah kita tetap mempercayainya?

Fisikawan George Ellis (tengah) dan Joe Silk (kanan) di Ludwig Maximilian University, Munich, 7 Desember 2015. (Laetitia Vancon untuk Quanta Magazine)
Fisikawan George Ellis (tengah)
dan Joe Silk (kanan) di Ludwig
Maximilian University, Munich,
7 Desember 2015. (Laetitia Vancon
untuk Quanta Magazine)

Umumnya fisikawan merasa “membutuhkan filsuf dan sejarawan sains layaknya burung membutuhkan ahli perburungan,” ujar peraih Nobel David Gross pekan lalu kepada para filsuf, sejarawan, dan fisikawan di sebuah ruangan di Munich, Jerman, mengutip Richard Feynman.

Tapi masa genting menuntut tindakan genting.

Sunday, November 13, 2016

Mengerti dan Memahami Theory of Everything

Pernahkah anda membayangkan satu kota memiliki dua aturan yang sama sekali berbeda? Tentu akan terjadi kekacauan dan kerancuan. Tapi percayakah anda, itulah yang terjadi pada alam semesta kita, bahwa ada dua aturan sangat berbeda untuk menjelaskan fenomena dalam alam semesta kita? Aturan itu adalah Teori Relativitas Umum Einstein dan Mekanika Kuantum. Teori Relativitas Umum menggambarkan alam semesta sebagai hubungan antara materi dan geometri ruang-waktu (spacetime). John Wheler menyederhanakan Teori Relativitas Umum Einstein ini dalam satu kalimat: "Materi membuat ruang-waktu melengkung (curved), dan ruang-waktu membuat materi bergerak (motion)". Kombinasi geometri-materi inilah yang kita rasakan sebagai gravitasi. Teori Relativitas Umum menjelaskan interaksi pada skala makro atau tingkat kasat mata, misalnya peredaran planet, bintang, dan galaksi.


Friday, November 11, 2016

"Teori Multiverse” Berpandangan Alam Semesta Adalah Matriks Realitas Virtual

Oleh: Paul Davies

22 Juli 2004
Sumber: www.redicecreations.com


Komentar: Bukankah menakjubkan bahwa para ilmuwan akhirnya harus mengakui rancangan alam semesta begitu sempurna hingga mengisyaratkan adanya perancangan cerdas, tapi mereka tetap berusaha menghindari penjelasan yang mencakup istilah Tuhan.

Teori multiverse telah menelurkan teori lain—bahwa alam semesta kita adalah simulasi, tulis Paul Davies.
Teori multiverse telah menelurkan teori lain—bahwa alam semesta kita adalah simulasi, tulis Paul Davies.

Jika Anda pernah berpikir hidup adalah mimpi, tenang saja. Beberapa ilmuwan tersohor mungkin sependapat. Para filsuf sudah lama bertanya apakah memang ada dunia nyata di luar sana, ataukah “realitas” hanyalah kilasan imajinasi kita.

Visi Fisika Masa Depan

Oleh: Natalie Wolchover

22 September 2015
(Sumber: www.quantamagazine.org)


Nima Arkani-Hamed tengah memperjuangkan kampanye pembangunan pembentur partikel (particle collider) terbesar di dunia seraya mengejar visi hukum alam yang baru.

Nima Arkani-Hamed. (Béatrice de Géa untuk Quanta Magazine)
Nima Arkani-Hamed. (Béatrice de Géa untuk Quanta
Magazine)

Ajaklah Nima Arkani-Hamed berbincang tentang alam semesta—tidak sulit—maka dia akan bicara bermenit-menit atau berjam-jam dan membawa Anda ke batas pemahaman manusia, kemudian dia akan lewati batas tersebut, melampaui Einstein, melampaui ruang-waktu dan mekanika quantum dan semua tropus penat fisika abad 20, menuju visi baru nan spektakuler tentang bagaimana segala sesuatu bekerja. Rasanya begitu sederhana, begitu jelas. Dia akan mengingatkan Anda bahwa, di tahun 2015, ini masih spekulatif. Tapi dia yakin, suatu hari kelak visi ini akan jadi kenyataan.