Laman

Tuesday, May 8, 2012

Ilusi Gravitasi

Oleh: Juan Maldacena

(Sumber: Scientific American Reports – Special Edition on Astrophysics, 2007, hal. 75-81)


Gaya gravitasi dan salah satu dimensi ruang bisa dihasilkan dari interaksi ganjil partikel-partikel dan medan-medan yang eksis di alam dimensi rendah.







TEORIHOLOGRAF mengaitkan satu perangkat hukum fisika yang bermain dalam sebuah volume dengan perangkat hukum fisika lain yang bermain pada permukaan perbatasan, sebagaimana digambarkan di sini dengan pesulap dan citra warna dua-dimensi dirinya. Hukum permukaan melibatkan partikel-partikel quantum yang mempunyai muatan “color” dan berinteraksi seperti quark dan gluon dalam fisika partikel standar. Hukum interior adalah sebentuk teori string dan mencakup gaya gravitasi (dialami oleh pesulap), yang sulit untuk diterangkan dari segi mekanika quantum. Namun demikian, fisika permukaan dan interior adalah ekuivalen sepenuhnya, meski uraian mereka berbeda sama sekali.

Tiga dimensi ruang bisa dilihat di sekitar kita—atas/bawah, kiri/kanan, depan/belakang. Tambahkan waktu pada campuran ini, dan hasilnya adalah paduan ruang dan waktu yang dikenal sebagai ruangwaktu. Dengan demikian, kita hidup di alam semesta empat-dimensi. Benarkah itu?

Yang mengagumkan, beberapa teori fisika baru memprediksikan bahwa salah satu dari tiga dimensi ruang boleh jadi adalah sejenis ilusi—bahwa sebenarnya semua partikel dan medan yang menyusun realitas sedang bergerak-gerak di alam dua-dimensi seperti Flatland-nya Edwin A. Abbott. Gravitasi, juga, adalah bagian dari ilusi tersebut: sebuah gaya yang tidak hadir di dunia dua-dimensi tapi mewujud bersama kemunculan dimensi ketiga yang ilusif.

Atau, lebih tepatnya, teori-teori itu memprediksikan bahwa jumlah dimensi di realitas boleh jadi adalah soal perspektif: fisikawan bisa memilih untuk menerangkan bahwa realitas mematuhi satu perangkat hukum (mencakup gravitasi) di tiga dimensi atau, sama hasilnya, mematuhi perangkat hukum lain yang beroperasi di dua dimensi (tanpa kehadiran gravitasi). Meski uraiannya berbeda sama sekali, kedua teori ini menerangkan segala sesuatu yang kita lihat dan semua data yang bisa kita kumpulkan mengenai cara kerja alam semesta. Kita tidak mungkin menetapkan teori mana yang “sebetulnya” benar.

Skenario demikian mengencangkan imajinasi. Sebuah analogi fenomena terdapat dalam kehidupan sehari-hari. Hologram adalah objek dua-dimensi, tapi manakala dipandang dengan kondisi pencahayaan yang benar, ia menghasilkan citra tiga-dimensi penuh. Semua informasi yang menggambarkan citra tiga-dimensi tersebut pada esensinya ter-encode pada hologram dua-dimensi. Demikian pula halnya, menurut teori-teori fisika baru, seluruh alam semesta boleh jadi adalah sejenis hologram.

Deskripsi holografi ini lebih dari sekadar keingintahuan intelektual atau filosofis. Komputasi yang mungkin sulit dilakukan di satu alam, bisa menjadi relatif mudah di alam lain, dengan demikian membuat beberapa persoalan fisika yang saling mempengaruhi menjadi mudah dipecahkan. Misalnya, teori ini terasa berguna dalam menganalisa hasil mutakhir eksperimen fisika high-energy. Lagipula, teori-teori holografi menawarkan cara baru untuk memulai mengkonstruksi teori gravitasi quantum—teori gravitasi yang menghormati prinsip-prinsip mekanika quantum. Teori gravitasi quantum adalah bahan kunci dalam setiap upaya menyatukan semua gaya alam, dan dibutuhkan untuk menjelaskan apa yang berlangsung di black hole dan apa yang terjadi beberapa nanodetik setelah big bang. Teori holografi menyediakan resolusi potensial atas misteri-misteri mendalam yang telah merundung upaya-upaya untuk memahami bagaimana teori gravitasi quantum bisa bekerja.

Pengawinan yang Sulit

Teori gravitasi quantum adalah gelas suci (holy grail) bagi fisikawan tertentu karena seluruh fisika, kecuali untuk gravitasi, diuraikan dengan baik oleh hukum quantum. Uraian fisika quantum melambangkan sebuah paradigma untuk teori-teori fisika, dan tak masuk akal bila satu teori, gravitasi, tidak sesuai dengannya. Kini hampir 80 tahun umurnya, mekanika quantum pertama kali dikembangkan untuk menerangkan perilaku partikel dan gaya di dunia atom dan subatom. Pada skala ukuran tersebutlah efek-efek quantum menjadi signifikan. Menurut teori quantum, objek-objek tidak mempunyai posisi dan kecepatan definitif melainkan diterangkan oleh probabilitas dan gelombang yang menempati kawasan ruang. Dalam dunia quantum, segala sesuatu, pada level paling fundamental, berada dalam kondisi/status fluks yang terus berubah, bahkan juga ruang “hampa”, yang kenyataannya dipenuhi partikel-partikel virtual yang terus-menerus muncul dan menghilang.

Overview: Dunia-dunia Ekuivalen
  • Menurut sebuah teori luar biasa, alam semesta yang eksis di dua dimensi dan tidak mempunyai gravitasi kemungkinan ekuivalen sepenuhnya dengan alam semesta tiga-dimensi yang bergravitasi. Alam semesta tiga-dimensi timbul dari fisika alam semesta dua-dimensi seperti sebuah citra holografis yang timbul dari hologram. 
  • Alam semesta dua-dimensi eksis di perbatasan alam semesta tiga-dimensi. Fisika di perbatasan terlihat seperti quark dan gluon yang berinteraksi kuat. Fisika di interior mencakup teori gravitasi quantum—sesuatu yang telah dan sedang dikembangkan para teoris string selama berdekade-dekade. 
  • Keekuivalenan menyediakan cara baru untuk memahami sifat/atribut black hole, yang membutuhkan penggabungan pas mekanika quantum dan gravitasi. Matematika teori ini belum terbukti secara tepat, tapi terasa berguna dalam menganalisa hasil mutakhir eksperimen fisika high-energy.

Kontrasnya, teori gravitasi terbaik para fisikawan, relativitas umum, merupakan teori yang sifatnya klasik (yakni, nonquantum). Magnum opus Albert Einstein, relativitas umum, menjelaskan bahwa konsentrasi materi atau energi menyebabkan ruang-waktu melengkung dan lengkungan ini membelokkan trayektori partikel-partikel, sebagaimana terjadi pada partikel di medan gravitasi. Relativitas umum adalah teori yang menawan, dan banyak prediksinya yang telah diuji hingga akurasi tinggi.

Menurut teori klasik seperti relativitas umum, objek-objek mempunyai lokasi dan kecepatan definitif, seperti planet yang mengorbit matahari. Seseorang dapat memasukkan lokasi dan kecepatan ini (dan massa objek) ke dalam persamaan relativitas umum dan menyimpulkan pelengkungan ruangwaktu dan dari hal tersebut menyimpulkan efek-efek gravitasi terhadap trayektori objek. Lagi pula, ruangwaktu hampa adalah halus sempurna, tak peduli seberapa cermat seseorang menyelidikinya—[ruangwaktu] ini merupakan arena tanpa kerut di mana materi dan energi menjalankan kehidupannya.

Persoalan dalam memikirkan relativitas umum versi quantum bukan sekadar bahwa pada skala atom dan elektron, partikel-partikel tidak mempunyai lokasi dan kecepatan definitif. Yang memperburuk keadaan, pada skala lebih kecil lagi yang mana digambarkan oleh panjang Planck (10-33 centimeter), prinsip-prinsip quantum mengisyaratkan bahwa ruangwaktu sendiri merupakan buih meluap, seperti lautan partikel atom yang memenuhi ruang hampa. Manakala materi dan ruangwaktu begitu beragam bentuk, apa prediksi persamaan relativitas umum? Jawabannya adalah bahwa persamaan tersebut tak lagi memadai. Jika kita asumsikan bahwa materi mematuhi hukum mekanika quantum dan gravitasi mematuhi hukum relativitas umum, kita memperoleh kontradiksi matematis. Teori gravitasi quantum (yang cocok dengan paradigma teori quantum) sangat dibutuhkan.

Dalam banyak situasi, persyaratan mekanika quantum dan relativitas umum yang saling bertentangan tidak menimbulkan persoalan, karena efek quantum ataupun efek gravitasi begitu kecil sehingga bisa diabaikan atau ditangani dengan penaksiran. Namun, jika lengkungan ruangwaktu sangat besar, aspek gravitasi quantum menjadi signifikan. Diperlukan massa sangat besar atau konsentrasi massa sangat tinggi untuk menghasilkan lengkungan ruangwaktu yang banyak. Bahkan pelengkungan yang dihasilkan dekat matahari sangat kecil dibanding jumlah yang dibutuhkan untuk membuat efek gravitasi quantum menjadi nyata.

Walaupun efek-efek ini sekarang sama sekali bisa diabaikan, mereka sangat penting di permulaan big bang, yang menjadi alasan mengapa teori gravitasi quantum dibutuhkan untuk menerangkan bagaimana big bang bermula. Teori semacam ini juga penting untuk memahami apa yang terjadi di pusat black hole, karena materi di sana tergumal menuju kawasan berlengkungan amat tinggi. Karena gravitasi melibatkan pelengkungan ruangwaktu, teori gravitasi quantum juga akan menjadi teori ruangwaktu quantum; ia semestinya menjelaskan apa yang menyusun “buih ruangwaktu” yang tadi disebutkan, dan ia barangkali akan memberi kita perspektif yang sama sekali baru mengenai ruangwaktu pada level realitas terendah.

Pendekatan yang sangat menjanjikan menuju teori gravitasi quantum adalah teori string, yang telah digali oleh beberapa fisikawan teoritis sejak 1970-an. Teori string mengatasi beberapa rintangan dalam membangun teori gravitasi quantum yang konsisten secara logika. Namun, teori string masih sedang dibangun dan belum dipahami sepenuhnya. Dengan kata lain, kita teoris string mempunyai beberapa persamaan taksiran untuk string, tapi kita tidak tahu persamaan tepatnya. Kita juga belum mengetahui prinsip pedoman dan pokok yang menjelaskan bentuk persamaan-persamaan, dan terdapat kuantitas fisik yang tak terhitung yang tidak kita ketahui bagaimana mengkomputasinya berdasarkan persamaan.

Pada tahun-tahun terakhir, para teoris string telah mendapat banyak hasil menarik dan mengejutkan, memberi jalan baru dalam memahami seperti apa ruangwaktu quantum itu. Saya tidak akan menguraikan teori string secara detail di sini, tapi akan fokus pada salah satu perkembangan paling mengasyikkan yang muncul dari riset teori string, yang telah membawa pada sebuah uraian gravitasi quantum lengkap dan konsisten secara logika dalam apa yang disebut negatively curved spacetime (ruangwaktu melengkung negatif/terbalik—penj). Untuk ruangwaktu ini, teori-teori holografi kelihatannya benar.

Ruangwaktu Melengkung Negatif

Kita semua akrab dengan geometri Euclidea, di mana ruang adalah flat (yakni, tidak melengkung). Ini adalah geometri gambar yang digambar di atas lembaran kertas flat. Dengan penaksiran yang sangat bagus, ini juga merupakan geometri dunia sekitar kita: garis-garis paralel tidak pernah bertemu, dan semua aksioma Euclid berlaku.

Kita juga akrab dengan beberapa ruang melengkung. Pelengkungan ada dua bentuk, positif dan negatif. Ruang paling sederhana dengan lengkungan positif adalah permukaan sebuah bola. Bola memiliki lengkungan positif tetap. Yakni, ia mempunyai derajat kelengkungan yang sama di setiap lokasi (tak seperti telur, katakanlah, yang mempunyai lengkungan lebih tinggi di ujungnya.)


Ruang hiperbola dilukiskan dalam gambar M. C. Escher ini. Masing-masing ikan sebetulnya berukuran sama, dan perbatasan sirkuler adalah jauh tak terhingga dari pusat cakram. Penonjolan dari ruang hiperbola tulen pada gambaran ini menghimpit ikan yang jauh supaya pas dengan ruang tak terhingga di dalam lingkaran terhingga.


Digambar tanpa efek penghimpitan, ruang menjadi melengkung tak menentu, di mana tiap-tiap bagian kecil terlihat seperti membentuk pelana dengan lipatan-lipatan tambahan.

Ruang paling sederhana dengan lengkungan negatif disebut hyperbolic space (ruang hiperbola), yang didefinisikan sebagai ruang berlengkungan negatif tetap. Ruang jenis ini sudah lama membuat para ilmuwan dan juga seniman terpesona. Betul, M. C. Escher membuat beberapa gambar ruang hiperbola yang indah, yang salah satunya ditampilkan di atas. Gambar buatannya seperti peta flat ruang. Gambaran bagaimana ikan menjadi semakin kecil persis melukiskan bagaimana ruang yang melengkung terhimpit hingga pas di atas selembar kertas flat, seperti negara-negara dekat kutub yang terbentang di peta bumi (bola).

Dengan memasukkan waktu ke dalam permainan, fisikawan bisa pula mempertimbangkan ruangwaktu berlengkungan positif atau negatif. Ruangwaktu paling sederhana berlengkungan positif disebut ruang de Sitter, diambil dari nama Willem de Sitter, fisikawan Belanda yang memperkenalkannya. Banyak kosmolog percaya bahwa alam semesta awal hampir seperti ruang de Sitter. Jauh di masa depan mungkin juga akan seperti ruang de Sitter lantaran adanya akselerasi kosmik. Sebaliknya, ruangwaktu melengkung negatif paling sederhana disebut ruang anti-de Sitter. Ini serupa dengan ruang hiperbola, namun mengandung petunjuk waktu. Tak seperti alam semesta kita, yang mengembang, ruang anti-de Sitter tidak mengembang ataupun berkontraksi/menyusut. Ia terlihat sama sepanjang waktu. Meski ada perbedaan tersebut, ruang anti-de Sitter sungguh berguna dalam perburuan menyusun teori ruangwaktu dan gravitasi quantum.

Jika kita menggambar ruang hiperbola sebagai sebuah cakram seperti gambar Escher, maka ruang anti-de Sitter seperti tumpukan cakram-cakram itu, membentuk silinder solid [lihat boks]. Waktu membentang di sepanjang silinder. Ruang hiperbola bisa mempunyai lebih dari dua dimensi ruang. Ruang anti-de Sitter yang paling mirip dengan ruangwaktu kita (mempunyai tiga dimensi ruang) memiliki “sidik Escher” (Escher print) tiga-dimensi sebagai representasi “silinder”.

 Ruangwaktu Melengkung Negatif

Teori holografi melibatkan ruangwaktu melengkung negatif yang dikenal sebagai ruang anti-de Sitter. Bayangkan cakram-cakram ruang hiperbola yang saling bertumpuk, masing-masing melambangkan kondisi/status alam semesta di satu jenak/waktu. Silinder yang dihasilkan adalah ruang anti-de Sitter tiga-dimensi di mana dimensi ketinggian melambangkan waktu. Fisika beroperasi secara aneh di ruangwaktu demikian: partikel (seperti bola tenis, garis hijau) yang dilemparkan dari pusat selalu kembali dalam periode tertentu, dan sinar laser (garis merah) bisa menuju perbatasan alam semesta dan lalu kembali dalam interval yang sama. Dalam versi empat-dimensi, yang akan mirip dengan alam semesta kita, perbatasan setiap jenak adalah bundar, bukan lingkaran.



Fisika di ruang anti-de Sitter mempunyai beberapa sifat aneh. Jika Anda mengapung di ruang anti-de Sitter, Anda akan merasa seolah berada di dasar sumber gravitasi. Setiap objek yang Anda lempar akan berpaling kembali seperti bumerang. Yang mengejutkan, waktu yang diperlukan sebuah objek untuk kembali akan tergantung pada seberapa keras Anda melemparnya. Perbedaannya hanyalah bahwa semakin keras Anda melemparnya, semakin jauh ia akan memasuki perjalanan pulang-pergi untuk kembali ke Anda. Jika Anda melepas sekilas cahaya, yang terdiri dari photon-photon yang bergerak pada kecepatan maksimum (kecepatan cahaya), ia akan betul-betul menjangkau jarak tak terhingga dan kembali ke Anda, dalam waktu terhingga. Ini bisa terjadi lantaran objek mengalami sejenis kontraksi/penyusutan waktu bermagnitudo semakin besar selagi ia semakin menjauhi Anda.

Hologram

Ruang anti-de Sitter, walaupun ia tak terhingga, mempunyai “perbatasan” (boundary), terletak di ketakterhinggaan. Untuk menggambar perbatasan ini, fisikawan dan matematikawan memakai skala panjang terdistorsi yang mirip dengan milik Escher, memeras jarak tak terhingga menjadi terhingga. Perbatasan ini seperti keliling luar sidik Escher atau permukaan silinder solid yang tadi saya kemukakan. Dalam contoh silinder, perbatasannya mempunyai dua dimensi—yang satu adalah ruang (memutari silinder), dan satunya lagi adalah waktu (membentang di sepanjang panjang silinder). Untuk ruang anti-de Sitter empat-dimensi, perbatasannya mempunyai dua dimensi ruang dan satu dimensi waktu. Sebagaimana perbatasan sidik Escher yang berbentuk lingkaran, perbatasan ruang anti-de Sitter empat-dimensi di setiap waktu berbentuk bola. Di perbatasan inilah hologram teori holografi terletak.

Secara sederhana, idenya adalah sebagai berikut: teori gravitasi quantum di interior ruangwaktu anti-de Sitter adalah ekuivalen sepenuhnya dengan teori partikel quantum biasa yang hidup dengan perbatasan. Jika benar, keekuivalenan ini mengandung arti bahwa kita dapat memakai teori partikel quantum (yang relatif dipahami dengan baik) untuk mendefinisikan teori gravitasi quantum (yang belum tersusun).

Sebagai analogi, bayangkan Anda mempunyai dua salinan sebuah film, satu pada rol film 70 mm dan satunya lagi pada DVD. Kedua format ini sungguh-sungguh berbeda, yang pertama merupakan pita seluloid linier di mana setiap frame terlihat jelas bertalian dengan adegan-adegan film, yang kedua merupakan piring dua dimensi dengan lingkaran-lingkaran bintik kecil yang membentuk sekuens 0 dan 1 jika kita bisa melihatnya. Tapi keduanya “menguraikan” film yang sama.

Demikian pula, kedua teori, yang dari luar isinya terlihat amat berbeda, menguraikan alam semesta yang sama. DVD terlihat seperti cakram logam dengan beberapa kilatan cahaya silau berpola mirip pelangi. Teori partikel perbatasan “terlihat seperti” teori partikel tanpa kehadiran gravitasi. Dari DVD, gambar detil hanya muncul ketika bit-bit diproses dengan benar. Dari teori partikel perbatasan, gravitasi quantum dan dimensi tambahan muncul ketika persamaan-persamaan dianalisa dengan benar.

Sebetulnya apa maknanya ketika dua teori ini ekuivalen? Pertama, untuk setiap entitas di satu teori, teori lainnya mempunyai rekan bandingan. Entitas-entitas mungkin sangat berbeda dalam hal bagaimana mereka diuraikan oleh teori-teori ini: satu entitas di interior mungkin adalah suatu tipe partikel tunggal, sedangkan di perbatasan ekuivalen dengan seluruh kumpulan partikel tipe lain, yang dianggap sebagai satu entitas. Kedua, prediksi untuk entitas-entitas yang ekuivalen harus identik. Karenanya, bila dua partikel mempunyai 40% kemungkinan bertubrukan di dalam interior, dua kumpulan partikel ekuivalen di perbatasan semestinya juga mempunyai kemungkinan bertubrukan sebesar 40%.

Berikut adalah mengenai keekuivalenen secara lebih detail. Partikel-partikel yang tinggal di perbatasan berinteraksi dengan suatu cara yang sangat mirip dengan cara interaksi quark dan gluon dalam kenyataan (quark adalah penyusun proton dan neutron; gluon menghasilkan gaya nuklir kuat yang mengikat quark). Quark mempunyai sejenis muatan yang ada dalam 3 macam, disebut color, serta interaksi yang disebut chromodynamics. Perbedaan antara partikel perbatasan dan quark dan gluon biasa adalah bahwa partikel perbatasan mempunyai color dalam jumlah besar, tidak hanya tiga.

Gerard t’ Hooft dari Universitas Utrecht di Belanda sudah mempelajari teori-teori semacam ini sejak 1974 dan memprediksikan bahwa gluon membentuk rantai yang berperilaku seperti string dalam teori string. Sifat persis string-string ini masih sukar dipahami, tapi pada 1981, Alexander M. Polyakov, kini di Universitas Princeton, mencatat bahwa string tinggal secara efektif di ruang dimensi tinggi dibanding gluon. Sebagaimana akan kita lihat sebentar lagi, dalam teori-teori holografi kita, ruang dimensi tinggi itu adalah interior ruang anti-de Sitter.

Untuk memahami dari mana dimensi tambahan berasal, diawali dengan memikirkan salah satu string gluon di perbatasan. String ini mempunyai ketebalan, terkait dengan jumlah gluonnya yang terpulas/teroles di ruang. Saat para fisikawan mengkalkulasi bagaimana string-string di perbatasan ruang anti-de Sitter ini saling berinteraksi, mereka mendapat hasil yang sangat aneh: dua string berketebalan berbeda tidak banyak berinteraksi satu sama lain. Solah-olah string-string tersebut terpisah ruang. Seseorang dapat menafsirkan ulang ketebalan string sebagai koodrinat spasial/ruang baru yang jauh dari perbatasan.

Dengan demikian, string tipis perbatasan adalah seperti string dekat perbatasan, sedangkan string tebal perbatasan adalah seperti string yang jauh dari perbatasan [lihat boks]. Koordinat tambahan adalah koordinat yang persis dibutuhkan untuk menguraikan gerakan dalam ruangwaktu anti-de Sitter empat-dimensi! Dari perspektif seorang pengamat di ruangwaktu tersebut, string-string perbatasan berketebalan berbeda terlihat seperti string-string (yang semuanya tipis) di lokasi beradius berbeda-beda. Jumlah color di perbatasan menentukan ukuran interior (radius bola bola ala Escher). Untuk mendapat ruangwaktu sebesar alam semesta tampak, teori ini harus mempunyai sekitar 1060 color.

 Menyulap Dimensi

Teori holografi menguraikan bagaimana quark dan gluon yang berinteraksi di perbatasan ruang anti-de Sitter bisa ekuivalen dengan partikel-partikel di interior ruang dimensi tinggi.


 Quark dan gluon di permukaan bundar ruang anti-de Sitter berinteraksi membentuk string-string dengan beragam ketebalan. Interpretasi holografis atas string-string itu menyebutkan bahwa di interior ruang, mereka merepresentasikan partikel-partikel unsur (yang juga merupakan string) yang jaraknya dari perbatasan adalah ekuivalen dengan ketebalan string.

 
Karenanya, awan quark dan gluon di permukaan perbatasan bisa menerangkan objek-objek ekuivalen yang kompleks (seperti apel ini) di interior. Keunggulan teori holografi ini adalah bahwa objek interior mengalami gravitasi sekalipun interaksi gravitasi terpisah tidak eksis di permukaan.

Ternyata satu tipe rantai gluon berperilaku di ruangwaktu empat-dimensi seperti graviton, partikel fundamental gravitasi quantum. Menurut uraian ini, gravitasi di empat dimensi merupakan fenomena yang timbul akibat interaksi partikel di dunia tiga-dimensi tak bergravitasi. Kehadiran graviton dalam teori semestinya tidak mengherankan. Berkat penelitian John H. Schwarz dari California Institute of Technology dan Jöel Scherk dari École Normale Supérieure dan, secara terpisah, Tamiaki Yoneya dari Hokkaido University (Jepang), fisikawan telah mengetahui sejak 1974 bahwa teori-teori string selalu melahirkan gravitasi quantum. String-string yang dibentuk oleh gluon tidak terkecuali merupakan gravitasi yang beroperasi di ruang dimensi tinggi.

Karenanya, keekuivalenan holografis bukan sekedar kemungkinan liar baru untuk teori gravitasi quantum. Malah, dengan cara yang fundamental, ia menghubungkan teori string, pendekatan yang paling banyak dipelajari menuju gravitasi quantum, dengan teori-teori quark dan gluon, yang merupakan batu pijak fisika partikel. Terlebih lagi, teori holografi terasa menyediakan suatu pemahaman menuju persamaan tepat teori string yang sukar dimengerti. Teori string sebetulnya ditemukan di akhir 1960-an untuk tujuan menguraikan interaksi [nuklir] kuat, tapi kemudian ditinggalkan (karena tujuan tersebut pula) ketika teori chromodynamics memasuki kancah. Keekuivalenan antara teori string dan chromodynamics mengisyaratkan bahwa upaya-upaya awal ini tidak salah jalan; kedua uraian tersebut merupakan wajah berbeda dari uang koin yang sama.

Memodifikasi teori kromodinamika perbatasan dengan mengubah detail bagaimana partikel-partikel perbatasan berinteraksi melahirkan bermacam-macam teori interior. Teori interior yang dihasilkan bisa memiliki gaya gravitasi saja, atau gravitasi plus suatu gaya tambahan seperti gaya elektromagnetik, dan sebagainya. Sayangnya, kita masih belum tahu adanya teori perbatasan yang melahirkan teori interior yang memasukkan empat gaya yang kita miliki di alam semesta.

Saya pertama kali menaksir bahwa keekuivalenan holografis ini mungkin berlaku untuk teori spesifik (kromodinamika sederhana di ruangwaktu empat-dimensi perbatasan) pada tahun 1997. Ini segera menarik perhatian besar dari komunitas teori string. Penaksiran itu dibuat lebih akurat oleh Polyakov, Stephen S. Gubser, dan Igor R. Klebanov dari Princeton, dan Edward Witten dari Institute for Advanced Study di Princeton, N.J.. Sejak saat itu, banyak periset telah berkontribusi dalam mengeksplorasi penaksiran tersebut dan menggeneralisirnya menjadi dimensi lain dan teori kromodinamika lain, memberi bukti menggunung bahwa [penaksiran] itu benar. Namun, sejauh ini belum ada contoh yang terbukti secara tepat—matematikanya terlalu sulit.

Misteri Black Hole

Bagaimana uraian gravitasi holografi membantu menjelaskan aspek-aspek black hole? Black hole diprediksi memancarkan radiasi Hawking, diambil dari nama Stephen Hawking (Universitas Cambridge), yang mendapat temuan ini. Radiasi ini timbul dari black hole pada temperatur spesifik. Untuk semua sistem fisikal biasa, sebuah teori yang disebut mekanika statistik (statistical mechanics) menjelaskan temperatur dari segi gerakan konstituen mikroskopisnya. Teori ini menjelaskan temperatur segelas air atau temperatur matahari. Bagaimana dengan temperatur black hole? Untuk memahami ini, kita harus mengetahui konstituen mikroskopis black hole dan bagaimana mereka berperilaku. Hanya teori gravitasi quantum yang bisa memberitahu kita hal ini.

 Memahami Black Hole

 
Pada 1970-an, fisikawan Stephen Hawking menunjukkan bahwa black hole mempunyai temperatur dan mengeluarkan radiasi, tapi sejak saat itu para fisikawan sangat kebingungan. Temperatur merupakan atribut sekumpulan partikel, tapi kumpulan apa yang mendefinisikan black hole? Teori holografi memecahkan teka-teki ini dengan menunjukkan bahwa black hole ekuivalen dengan sekerumun partikel yang berinteraksi di permukaan perbatasan ruangwaktu.

Beberapa aspek termodinamika black hole telah menimbulkan keraguan menyangkut apakah teori gravitasi mekanika quantum bisa betul-betul dikembangkan. Mekanika quantum sendiri seolah-olah bisa runtuh di hadapan efek-efek yang terjadi di black hole. Untuk black hole di ruangwaktu anti-de Sitter, kita tahu bahwa mekanika quantum tetap utuh, berkat teori perbatasan. Black hole semacam itu ekuivalen dengan konfigurasi partikel di perbatasan. Jumlah partikelnya sangat banyak, dan mereka semua bergerak cepat, sehingga para teoris bisa menerapkan aturan mekanika statistik biasa untuk mengkomputasi temperatur. Hasilnya sama dengan temperatur yang dikomputasi oleh Hawking melalui cara berbeda, mengindikasikan bahwa hasil ini bisa dipercaya. Yang terpenting, teori perbatasan mematuhi aturan normal mekanika quantum; tidak ada inkonsistensi.

Fisikawan juga telah menggunakan keekuivalenan holografis dalam arah berlawanan—mempergunakan sifat yang telah dipahami dari black hole di interior ruangwaktu untuk menyimpulkan perilaku quark dan gluon pada temperatur sangat tinggi di perbatasan. Dam Son dari Universitas Washington beserta rekan kerjanya mempelajari sebuah komponen yang disebut shear viscosity (kekentalan ketegangan), yang amat rendah untuk cairan yang mudah mengalir dan amat tinggi untuk zat mirip sirup. Lantaran adanya keekuivalenan holografis, quark-quark dan gluon-gluon yang berinteraksi secara kuat pada temperatur amat tinggi semestinya juga memiliki kekentalan amat rendah.

Pengujian prediksi ini datang dari Relativistic Heavy Ion Collider (RHIC) di Brookhaven National Laboratory di Upton, N.Y., yang telah dan sedang menubrukkan nukleus-nukleus emas pada energi amat tinggi. Analisis pendahuluan atas eksperimen ini mengindikasikan bahwa tubrukan itu menghasilkan cairan berkekentalan sangat rendah. Meskipun Son dan rekan kerjanya mempelajari kromodinamika versi sederhana, mereka mendapatkan temuan sebuah sifat yang sama-sama dimiliki oleh dunia riil. Apakah ini berarti bahwa RHIC sedang menciptakan black hole kecil lima-dimensi? Terlalu dini untuk mengatakannya. (Sekalipun demikian, tak ada yang perlu dikhawatirkan dari black hole amat kecil ini—mereka menguap segera setelah terbentuk, dan mereka “hidup” di lima dimensi, bukan di dunia empat-dimensi kita.)

Banyak pertanyaan mengenai teori holografi yang masih belum terjawab. Khususnya, apakah sesuatu yang serupa berlaku untuk sebuah alam semesta seperti [alam semesta] punya kita sebagai pengganti ruang anti-de Sitter? Aspek krusial dari ruang anti-de Sitter adalah bahwa ia memiliki perbatasan padahal waktu terumuskan dengan baik. Perbatasan telah eksis dan akan eksis selamanya. Alam semesta mengembang, seperti punya kita, yang muncul dari big bang tidak memiliki perbatasan berkelakuan sebaik itu. Konsekuensinya, tidak jelas bagaimana mendefinisikan teori holografi untuk alam semesta kita; tak ada tempat yang tersedia untuk menaruh hologram.

Bagaimanapun, pelajaran penting yang dapat ditarik oleh seseorang dari penaksiran holografi adalah bahwa gravitasi quantum, yang telah membingungkan beberapa pemikir terbaik di planet ini selama berdekade-dekade, bisa sangat sederhana bila dipandang dari variabel-variabel yang benar. Semoga kita segera menemukan uraian sederhana untuk big bang!

Penulis

Juan Maldacena adalah profesor di School of Natural Science di Institute for Advanced Study, Princeton, N.J.. Dari tahun 1997 sampai 2001 dia bekerja di fakultas fisika Universitas Harvard. Dia saat ini mempelajari beragam aspek penaksiran dualitas yang diuraikan dalam artikel ini. Para teoris string begitu terkesan dengan penaksiran tersebut sampai-sampai dalam konferensi String 1998, mereka menjamunya dengan sebuah lagu, The Maldacena, dinyanyikan dan ditarikan dengan irama The Macarena.

Untuk Digali Lebih Jauh
  • Anti–de Sitter Space and Holography. Edward Witten dalam Advances in Theoretical and Mathematical Physics, Vol. 2, hal. 253–291; 1998. Tersedia online di www.arxiv.org/abs/hep-th/9802150.
  • Gauge Theory Correlators from Non-Critical String Theory. S. Gubser, I. R. Klebanov dan A. M. Polyakov dalam Applied Physics Letters B, Vol. 428, hal. 105–114; 1998. www.arxiv.org/abs/hep-th/9802109.
  • The Theory Formerly Known as Strings. Michael J. Duff dalam Scientific American, Vol. 278, No. 2, hal. 64–69; Februari 1998.
  • The Elegant Universe. Brian Greene. Reissue edition. W. W. Norton, 2003. Website teori string di www.superstringtheory.com.
Sumber: Sainstory - Sains Social History

No comments:

Post a Comment