Laman

Sunday, November 18, 2012

Konsepsi tentang Alam Semesta

Oleh: Ayatullah Murtadha Muthahhari

Setiap doktrin dan filsafat kehidupan tentu didasarkan pada kepercayaan, evaluasi tentang kehidupan, dan interpretasi serta analisis tentang alam semesta. Cara berpikir sebuah mazhab tentang kehidupan dan alam semesta dianggap sebagai dasar dari segenap pemikiran mazhab itu. Dasar ini disebut konsepsi mazhab itu tentang alam semesta.

Semua agama, sistem sosial, mazhab pemikiran, dan filsafat sosial didasarkan pada konsepsi tertentu tentang alam semesta. Semua sasaran yang dibeberkan sebuah mazhab, cara dan metode untuk mencapai sasaran itu, merupakan akibat wajar dari konsepsi mazhab tersebut tentang alam semesta.

Menurut para filosof, ada dua macam kearifan: kearifan praktis dan kearifan teoretis. Yang dimaksud dengan kearifan teoretis adalah mengetahui apa yang ada seperti adanya. Sedangkan kearifan praktis adalah mengetahui bagaimana semestinya kita hidup. “Semestinya” ini merupakan hasil logis dari “bagaimana itu”, khususnya “bagaimana itu” yang menjadi pokok bahasan filsafat metafisis.

Konsepsi dan Persepsi tentang Alam Semesta

Jadi kita tidak boleh mengacaukan konsepsi tentang alam semesta dengan persepsi indera tentang alam semesta. Konsepsi tentang alam semesta mengandung arti kosmogoni (asal-usul alam semesta, teori tentang ini—pen.) dan ada kaitannya dengan masalah identifikasi. Tidak seperti persepsi indera, yang lazim dimiliki manusia dan makhluk hidup lainnya, identifikasi hanya dimiliki oleh manusia. Karena itu, konsepsi tentang alam semesta juga hanya dimiliki oleh manusia. Konsepsi ini bergantung pada pemikiran dan pemahamannya.

Dari sudut pandang persepsi indera tentang alam semesta, banyak binatang yang lebih maju ketimbang manusia, karena binatang memiliki indera-indera tertentu yang tidak dimiliki manusia—seperti misalnya burung memiliki indera radar—atau indera binatang, meskipun dimiliki oleh binatang dan juga manusia, lebih tajam daripada indera yang dimiliki manusia, seperti misalnya mata elang, indera penciuman anjing dan semut, dan indera pendengaran tikus. Manusia lebih unggul daripada binatang karena manusia memiliki konsepsi yang mendalam tentang alam semesta. Binatang hanya melihat alam, namun manusia dapat menafsirkannya juga.

Apa identifikasi itu? Bagaimana hubungan antara persepsi dan identifikasi? Unsur-unsur apa saja selain unsur-unsur persepsional yang menjadi bagian dan identifikasi? Bagaimana unsur-unsur ini masuk ke dalam identifikasi, dan dan mana? Bagaimana mekanisme identifikasi? Bagaimana standar untuk menetapkan mana identifikasi yang benar dan mana identifikasi yang salah? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dibahas sendiri dalam tulisan tersendiri. Sekarang kami tidak dapat membahasnya. Namun demikian, tentu saja mempersepsi sesuatu itu beda dengan mengidentifikasikannya. Banyak orang melihat pemandangan, namun sedikit saja yang dapat menafsirkannya, dan tafsiran mereka ini juga sering berbeda-beda.

Beragam Konsepsi tentang Alam Semesta

Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta atau identifikasi tentang alam semesta, atau dengan kata lain interpretasi manusia tentang alam semesta. Sumber interpretasi ini adalah tiga hal: ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Maka dapat dikatakan bahwa ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta: konsepsi ilmiah, konsepsi filosofis, dan konsepsi religius.

Konsepsi Ilmiah tentang Alam Semesta

Sekarang rnari kita lihat bagaimana dan sejauh mana ilmu pengetahuan membantu kita membentuk pendapat. Ilmu pe­ngetahuan didasarkan pada dua hal: teori dan eksperimen. Untuk mengetahui dan menafsirkan fenomena, maka yang mula-mula terbesit di benak ilmuwan adalah teori. Kemudian, dengan berdasarkan teori, dia melakukan eksperimen di laboratorium. Jika teori itu dibenarkan oleh eksperimen, maka teori itu diterima sebagai prinsip ilmiah, dan akan terus absah sampai ada teori baru yang lebih baik dan lebih komprehensif yang dikuatkan oleh eksperimen. Bila teori baru yang lebih komprehensif muncul, maka teori lama jadi tidak absah.

Begitulah, ilmu pengetahuan menemukan sebab dan akibat melalui eksperimen. Kemudian ilmu pengetahuan mencoba lagi menemukan sebab dari sebab itu dan akibat dari akibat itu. Proses ini berlangsung sepanjang mungkin. Ada banyak keuntungan dan kerugian dari kerja ilmiah, karena ilmu pengetahuan didasarkan pada eksperimen praktis. Keuntungan terbesar dari temuan ilmu pengetahuan adalah temuan tersebut khusus sifatnya.

Ilmu pengetahuan dapat memberi manusia banyak informasi tentang sesuatu. Juga dapat memberikan pengetahuan tentang selembar daun. Kemudian, karena memperkenalkan manusia dengan hukum tertentu yang mengatur sesuatu, maka ilmu pengetahuan mampu membuat manusia dapat mengendalikan dan memanfaatkan sesuatu, dan dengan demikian ilmu pengetahuan memajukan industri dan teknologi.

Kendatipun ilmu pengetahuan dapat memberikan beribu-ribu hal tentang sesuatu, namun karena pengetahuan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan sifatnya khusus, maka ruang lingkupnya pun terbatas. Eksperimen membatasinya. Ilmu pengetahuan dapat melangkah maju selama dimungkinkan membuat eksperimen. Jelaslah, ilmu pengetahuan tidak dapat melakukan eksperimen atas segenap alam semesta dan segenap aspeknya. Upaya ilmu pengetahuan untuk mengetahui sebab dan akibat hanyalah pada tingkat tertentu, dan selanjutnya sampailah ilmu pengetahuan pada tahap “tidak tabu.” Ilmu pengetahuan adalah laksana lampu sorot, yang hanya menerangi area yang terbatas. Di luar area itu, ilmu pengetahuan tak dapat meneranginya. Tak dapat dilakukan eksperimen untuk masalah-masalah seperti apakah alam ini ada awal dan akhirnya, apakah kedua sisi alam ini tidak ada batasnya? Kalau ilmuwan menghadapi masalah ini, sadar atau tidak sadar, agar dapat memberikan pendapat tentang masalah ini dia berpaling kepada filsafat. Menurut ilmu pengetahuan, alam ini merupakan sebuah buku purba, yang halaman pertama dan halaman terakhirnya sudah hilang. Awal dan akhirnya tidak diketahui. Alasannya adalah bahwa konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam ini merupakan hasil dari pengetahuan tentang bagian, bukan tentang keseluruhan. Ilmu pengetahuan memberikan informasi tentang posisi beberapa bagian alam semesta, bukan tentang ciri dan sifat keseluruhan alam semesta. Konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam semesta versi ilmuwan adalah seperti konsepsi tentang gajah dari orang-orang yang dalam gelap meraba-raba gajah. Orang yang memegang telinga gajah mengira bahwa gajah itu seperi kipas, orang yang memegang kaki gajah mengira bahwa gajah itu seperti pilar, dan orang yang memegang punggung gajah mengira bahwa gajah itu seperti panggung.

Kekurangan lain yang ada pada konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam semesta adalah konsepsi tersebut tidak dapat menjadi dasar bagi ideologi, karena dari segi praktisnya, yaitu segi mem-perlihatkan realitas seperti adanya dan segi membuat orang mempercayai karakter realitas alam semesta, ilmu pengetahuan berubah. Menurut ilmu pengetahuan, ciri-ciri alam ini berubah-ubah dari hari ke hari, karena ilmu pengetahuan didasarkan pada perpaduan teori dan eksperimen, bukan didasarkan pada kebenaran rasional yang jelas. Teori dan eksperimen hanya memiliki nilai temporer. Karena itu, konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam ini berubah-ubah, dan tidak layak untuk dijadikan dasar iman. Iman memerlukan dasar yang lebih konstan atau cukup permanen.

Konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam semesta—mengingat keterbatasannya yang diakibatkan oleh alat-alat ilmu pengetahuan (teori dan eksperimen)—tak mampu menjawab sejumlah per-tanyaan, yang jawaban pastinya penting sekali bagi ideologi. Pertanyaannya adalah: Dari mana asal alam semesta ini? Ke mana tujuan alam semesta ini? Dari segi waktu, apakah alam ini ada awal dan akhirnya? Bagaimana posisinya dari segi tempat? Apakah eksistensinya, pada umumnya, baik dan bermakna? Apakah alam ini diatur oleh norma dan hukum yang tak berubah-ubah dan esensial, atau hal seperti itu tak ada? Apakah alam semesta pada umumnya merupakan unit yang hidup dan sadar, atau apakah manusia saja yang merupakan kekecualian yang kebetulan? Dapatkah sesuatu yang ada menjadi tidak ada, atau sesuatu yang tak ada menjadi ada? Mungkinkah atau mustahilkah mengembalikan sesuatu yang tidak ada? Mungkinkah penciptaan kembali alam semesta dan sejarah dalam segenap perinciannya, bahkan setelah bermiliar-miliar tahun? Yang lebih besar itu unitas atau multiplisitas? Apakah alam semesta terbagi menjadi alam material dan alam non-material, dan apakah alam material merupakan bagian kecil dan alam secara keseluruhan? Apakah alam ini mendapat panduan yang benar dan cerdas, atau apakah alam ini lemah dan buta? Apakah manusia dan alam ini keadaannya saling memberi dan menerima? Apakah alam semesta ini memperlihatkan reaksi terhadap perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia? Apakah ada kehidupan yang abadi setelah kehidupan fana ini? Masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan serupa.

Ilmu pengetahuan tidak memberikan jawaban untuk semua pertanyaan ini, karena ilmu pengetahuan tidak dapat melakukan eksperimen tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut. Yang dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan hanyalah pertanyaan-pertanyaan yang terbatas dan tertentu. Ilmu pengetahuan tak dapat mem­berikan gambaran umum tentang alam semesta. Untuk lebih jelasnya, kami berikan contoh.

Seseorang boleh jadi memiliki pengetahuan tertentu tentang sebuah kota besar. Dia mungkin tahu secara terperinci satu bagian dan kota tersebut, dan mungkin dapat menggambarkan jalan-jalan besar dan kecil di kota tersebut, dan bahkan rumah-rumah di kota tersebut. Orang lain mungkin juga tahu secara terperinci bagian lain dan kota itu, dan orang ketiga, keempat dan kelima mungkin tahu bagian-bagian lain dari kota itu. Kalau dikumpulkan informasi dari mereka semua, mungkin diperoleh informasi yang memadai mengenai setiap bagian dari kota itu. Namun akankah informasi ini memadai untuk memiliki gambaran yang utuh mengenai kota itu? Misal, dapatkah diketahui bentuk kota itu: apakah bundar, persegi empat, atau bentuknya seperti daun? Jika menyerupai daun, lantas daun pohon apa? Bagaimana saling hubungan di antara berbagai area dari kota itu? Mobil jenis apa yang menghubungkannya? Apakah kota itu pada umumnya indah atau jelek? Jadi jelaslah, semua informasi ini tak dapat diperoleh.

Jika menginginkan informasi seperti itu, dan misalnya ingin tahu bentuk kota itu, atau ingin tahu apakah kota itu indah atau jelek, maka perlu naik pesawat udara untuk memperoleh pe-mandangan seutuhnya dari udara mengenai kota itu. Seperti telah disebutkan, ilmu pengetahuan tidak mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diperlukan untuk membentuk konsepsi mengenai alam semesta. Juga tak dapat memberikan gambaran yang utuh mengenai alam semesta.

Terlepas dari semua ini, nilai konsepsi ilmu pengetahuan mengenai alam semesta bersifat praktis dan teknis, bukan teoretis, sedangkan ideologi dapat didasarkan pada nilai teoretis saja. Kalau realitas alam seperti yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan, itu tentu akan merupakan nilai teoretis ilmu pengetahuan. Nilai praktis dan teknis ilmu pengetahuan terletak pada fakta bahwa terlepas dari apakah ilmu pengetahuan menggambarkan atau tidak menggambarkan realitas, ilmu pengetahuan memberikan kemampuan kepada manusia untuk menunaikan tugas yang bermanfaat. Industri dan teknologi modern memperlihatkan nilai praktis ilmu pengetahuan. Sungguh menakjubkan, di dunia yang modern ini, sementara nilai teknis dan praktis ilmu pengetahuan meningkat, nilai teoretisnya justru merosot.

Mereka yang tidak mengetahui persis peran ilmu pengetahuan mungkin beranggapan bahwa selain kemajuan praktis ilmu pengetahuan tak dapat disangkal, ilmu pengetahuan juga telah mencerahkan hati nurani manusia dan telah meyakinkan manusia mengenai realitas seperti yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan. Namun faktanya tidaklah demikian.

Dari pembahasan terdahulu jelaslah bahwa ideologi membutuhkan konsepsi tentang alam yang (1) dapat menjawab pertanyaan penting mengenai alam semesta sebagai keseluruhan, bukan hanya bagian dari alam semesta; (2) dapat menjadi konsepsi yang abadi dan andal, bukan konsepsi yang sifatnya untuk sementara waktu; dan (3) dapat memiliki nilai teoretis dan nilai realistis juga, bukan semata-mata nilai praktis dan nilai teknis saja. Jadi, juga jelas bahwa konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam, sekalipun memiliki hal-hal lain yang dapat dipercaya, tidak memiliki ketiga syarat ini.

Konsepsi Filosofis Mengenai Alam Semesta

Meskipun konsepsi filosofis mengenai alam semesta tidak sesaksama dan sespesifik konsepsi ilmu pengetahuan, namun konsepsi filosofis didasarkan pada sejumlah prinsip yang jelas dan tak dapat disangkal lagi oleh akal. Prinsip-prinsip ini logis, sifatnya umum dan komprehensif. Karena kuat dan konstan, maka prinsip-prinsip ini memiliki keuntungan. Konsepsi filosofis mengenai alam semesta bebas dari ketidakkonstanan dan keterbatasan seperti itu, dua hal yang terdapat dalam konsepsi ilmu pengetahuan. Konsepsi filosofis mengenai alam semesta menjawab semua masalah yang menjadi sandaran ideologi. Prinsip ini mengidentifikasi bentuk dan ciri utuh dari alam semesta.

Baik konsepsi ilmu pengetahuan maupun konsepsi filosofis merupakan mukadimah untuk aksi, namun dengan dua cara yang berbeda. Konsepsi ilmu pengetahuan merupakan mukadimah untuk aksi karena konsepsi ini membuat manusia mampu mengendalikan alam dan membawa perubahan pada alam. Manusia, melalui sarana ilmu pengetahuan, dapat memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Konsepsi filosofis merupakan mukadimah untuk aksi, artinya adalah bahwa konsepsi ini menentukan jalan hidup yang dipilih manusia. Prinsip ini mempengaruhi reaksi manusia terhadap pengalamannya berhubungan dengan alam. Prinsip ini menentukan sikapnya, dan memberinya pandangan tertentu mengenai alam semesta. Prinsip ini memberikan ideal kepada manusia, atau mencabut ideal dan manusia. Prinsip ini memberikan makna kepada kehidupannya, atau menariknya ke arah hal-hal yang sepele dan tak masuk akal. Itulah sebabnya kami katakan bahwa ilmu pengetahuan tak dapat memberikan konsepsi tentang alam yang dapat menjadi dasar bagi ideologi, sementara filsafat dapat.

Konsepsi Religius Mengenai Alam Semesta

Kalau setiap paparan pandangan total tentang alam semesta dianggap sebagai konsepsi filosofis, dengan tidak mempertimbangkan apakah sumber konsepsi ini perkiraan, pemikiran, atau wahyu dan alam gaib, maka konsepsi religius dan filosofis bidangnya sama. Namun jika sumbernya dipertimbangkan, maka konsepsi filosofis dan religius mengenai alam semesta tak syak lagi merupakan dua hal yang berbeda.

Dalam agama-agama tertentu seperti Islam, konsepsi religius tentang alam semesta mengambil warna filosofis atau argumentatif, dan merupakan bagian integral dari agama itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang diangkat oleh agama didasarkan pada pemikiran dan hujah. Dengan demikian, konsepsi Islam mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain dua nilai konsepsi filosofis, yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang alam semesta, tak seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu lagi nilai, yaitu menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta.

Kalau diingat bahwa ideologi—selain membutuhkan keyakinan bahwa prinsip-prinsip yang dipandang suci oleh ideologi itu abadi dan tak dapat diganggu gugat—membutuhkan keyakinan dan ketaatan kepada mazhab pemikiran, maka jelaslah bahwa basisnya bisa cuma konsepsi alam semesta yang memiliki warna religius itu. Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa konsepsi ten tang alam semesta dapat menjadi dasar dari ideologi kalau saja konsepsi itu memiliki keseimbangan, pemikiran luas yang filosofis dan kesucian prinsip-prinsip religius.

Bagaimana Menilai Ideologi?

Ideologi dapat dianggap sempurna kalau: (1) dapat dibuktikan dan diungkapkan secara logis, dengan kata lain dapat dipertahankan secara logika maupun intelektual; (2) memberikan makna kepada kehidupan dan menghapus gagasan yang tak ada artinya dari pikiran; (3) membangkitkan semangat; (4) mampu menyucikan tujuan manusia dan tujuan sosial; dan (5) membuat manusia bertanggung jawab.

Jika ideologi dapat dipertahankan secara logika, maka mulus jalannya ideologi itu untuk diterima secara intelektual. Dan karena tak ada kekacauan mengenainya, maka aksi yang disarankannya pun jadi mudah. Ideologi yang membangkitkan semangat membuat mazhabnya menarik dan memberikan kehangatan dan kekuatan kepada mazhabnya. Penyucian tujuan mazhab yang dilakukan oleh ideologi mazhab tersebut, memudahkan penganut mazhab ini untuk bekorban demi kepentingan prinsip atau tujuan mazhab tersebut. Kalau mazhab tidak menyebutkan bahwa tujuannya suci, maka mazhab tersebut tidak dapat mewujudkan rasa cinta kepada prinsipnya dan rasa bekorban untuk kepentingan prinsipnya, juga tak mungkin ada jaminan bahwa mazhab seperti itu akan sukses. Pertanggungjawaban manusia yang disebutkan oleh konsepsi alam semesta membuat orang memiliki dedikasi kepada had nuraninya dan membuat orang bertanggung jawab terhadap dirinya maupun masyarakat.

Konsepsi Tauhid tentang Alam Semesta

Semua karakteristik dan kualitas yang mutlak harus dimiliki oleh sebuah konsepsi yang baik tentang alam semesta, dimiliki oleh konsepsi tauhid. Konsepsi tauhid merupakan satu-satunya konsepsi yang memiliki semua karakteristik dan kualitas ini. Konsepsi tauhid merupakan kesadaran akan fakta bahwa alam semesta ada berkat suatu kehendak arif, dan bahwa sistem alam semesta ditegakkan di atas rahmat dan kemurahan had dan segala yang baik. Tujuannya adalah membawa segala yang ada menuju kesempurnaannya sendiri. Konsepsi tauhid artinya adalah bahwa alam semesta ini “sumbunya satu” dan “orbitnya satu”. Artinya adalah bahwa alam semesta ini “dari Allah” dan “akan kembali kepada Allah”.

Segala wujud di dunia ini harmonis, dan evolusinya menuju ke pusat yang sama. Segala yang diciptakan tidak ada yang sia-sia, dan bukan tanpa tujuan. Dunia ini dikelola dengan serangkaian sistem yang pasti yang dikenal sebagai “hukum (sunnah) Allah.” Di antara makhluk yang ada, manusia memiliki martabat yang khusus, tugas khusus, dan misi khusus. Manusia bertanggung jawab untuk memajukan dan menyempurnakan dirinya, dan juga bertanggung jawab untuk memperbarui masyarakatnya. Dunia ini adalah sekolah. Allah memberikan balasan kepada siapa pun berdasarkan niat dan upaya konkretnya.

Konsepsi tauhid tentang dunia ini mendapat dukungan dari logika, ilmu pengetahuan dan argumen yang kuat. Setiap partikel di alam semesta ini merupakan tanda yang menunjukkan eksistensi Allah Maha Arif lagi Maha Mengetahui, dan setiap lembar daun pohon merupakan kitab yang berisi pengetahuan spiritual.

Konsepsi tauhid mengenai alam semesta memberikan arti, semangat dan tujuan kepada kehidupan. Konsepsi ini menempatkan manusia di jalan menuju kesempurnaan yang selalu ditujunya tanpa pernah berhenti pada tahap apa pun. Konsepsi tauhid ini memiliki daya tarik khusus. Konsepsi ini memberikan vitalitas dan kekuatan kepada manusia, menawarkan tujuan yang suci lagi tinggi, dan melahirkan orang-orang yang peduli. Konsepsi ini merupakan satu-satunya konsepsi tentang alam semesta yang membuat tanggung jawab manusia terhadap sesamanya menjadi memiliki makna. Juga merupakan satu-satunya konsepsi yang menyelamatkan manusia dari terjungkal ke jurang kebodohan.

Konsepsi Islam tentang Alam Semesta

Konsepsi Islam tentang alam semesta merupakan konsepsi tauhid. Islam membawakan tauhid dalam bentuknya yang paling murni. Dari sudut pandang Islam, tidak ada yang seperti Allah, dan tidak ada yang menyamai-Nya:

Tidak ada yang serupa dengan-Nya. (QS. asy-Syûrâ: 11)

Independensi Allah mutlak sifatnya. Segala sesuatu bergantung pada-Nya, namun Dia tak bergantung pada apa dan siapa pun:

Kamulah yang membutuhkan Allah. Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15)

Allah melihat dan mengetahui segala sesuatu. Dia mampu melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya:

Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. asy-Syûrâ: 12) Dia mampu melakukan segala sesuatu. (QS. al-Hajj: 26)

Allah ada di mana-mana. Setiap tempat, entah di atas langit atau di kedalaman bumi, memiliki hubungan yang sama dengan-Nya. Ke arah mana pun kita menghadap, kita menghadap Allah:

Ke mana pun kamu berpaling, di situlah wajah Allah. (QS. al-Baqarah: 115)

Allah mengetahui isi hati kita. Dia mengetahui segala niat dan tujuan kita:

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan me­ngetahui apa yang dibisiKkan oleh hatinya. (QS. Qâf: 16)

Allah lebih dekat dengan manusia daripada urat lehernya:

Kami lebih dekat dengannya daripada urat nadinya. (QS. Qâf: 16)

Allah memiliki segala sifat yang baik dan bebas dari segala kekurangan:

Allah memiliki Nama-nama Teragung. (QS. al-A’râf: 180)

Allah bukanlah organisme material, dan tak dapat dilihat dengan mata:

Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang penglihatan itu. (QS. al-An’âm: 103)

Dari sudut pandang tauhid dan konsepsi Islam tentang alam semesta, alam semesta merupakan ciptaan dan diurus oleh kehendak dan perhatian Allah. Jika Allah sekejap saja tidak memberikan perhatian, maka seluruh alam semesta pasti binasa seketika itu juga. Alam semesta ini diciptakan tidak sia-sia atau bukan untuk senda-gurau. Dalam penciptaan manusia dan dunia tersirat banyak keuntungan. Segala yang diciptakan tidak sia-sia. Sistem yang ada pada alam semesta adalah sistem yang paling baik dan paling sempurna. Sistem ini memanifestasikan keadilan dan kebenaran, dan didasarkan pada serangkaian sebab dan akibat. Setiap akibat merupakan konsekuensi logis dari sebab, dan setiap sebab melahirkan akibat yang khusus. Takdir Allah mewujudkan sesuatu melalui sebab khususnya saja, dan serangkaian sebablah yang merupakan takdir Allah untuk sesuatu.

Kehendak Allah selalu bekerja di alam semesta dengan bentuk hukum atau prinsip umum. Hukum Allah tidak berubah. Bila terjadi perubahan, maka selalu sesuai dengan hukum. Baik dan buruk di alam semesta ini berkaitan dengan perilaku manusia sendiri dan perbuatannya sendiri. Perbuatan baik dan buruk, selain mendapat balasan di akhirat, mendapat reaksi juga di alam semesta ini. Evolusi bertahap merupakan hukum Allah. Alam semesta ini merupakan tempat bagi perkembangan manusia.

Takdir Allah berlaku untuk alam semesta. Manusia ditakdirkan oleh takdir Allah untuk merdeka dan bertanggung jawab. Manusia adalah tuan bagi nasibnya sendiri. Manusia memiliki martabat khususnya. Manusia tepat untuk menjadi khalifah Allah. Dunia ini dan akhirat hanya merupakan dua tahap yang saling berkaitan seperti menanam benih dan panen, karena yang dipanen adalah yang ditanam. Dua tahap tersebut dapat pula disamakan dengan dua periode: periode anak-anak dan periode usia lanjut. Karena periode usia lanjut merupakan akibat dari periode anak-anak.

Sumber: TEOSOPHY

No comments:

Post a Comment