Laman

Tuesday, September 18, 2018

NDE dan Spiritualitas

Penelitian oleh: Kevin Williams
 
Beberapa orang percaya bahwa dengan menganut agama kita menjadi spiritual dan sebaliknya. Mereka mungkin pergi ke tempat ibadah secara teratur, dan memiliki pengetahuan yang besar tentang agama dan pemahaman terhadap kitab suci, dan percaya bahwa ini adalah apa artinya menjadi spiritual. Mereka bahkan mungkin memperlakukan orang lain dengan buruk atau bahkan mejalani hidup yang tidak mencerminkan kemanusiaan, tetapi karena mereka selalu pergi ke tempat ibadah dan mengetahui kitab suci, mereka percaya bahwa mereka sudah spiritual. Informasi yang diperoleh dari dokumentasi pengalaman dekat-kematian menunjukkan bahwa spiritualitas adalah sangat berbeda dengan religius. Mungkin cara terbaik untuk membedakan agama dan spiritualitas adalah untuk mengatakan bahwa agama adalah alat untuk membimbing orang ke dalam kekuatan spiritual cinta dan kasih sayang bagi orang lain. Bahkan, agama dan spiritualitas begitu berbeda, Anda mungkin mengetahui bahwa banyak orang yang begitu religius namun sangat tidak spiritual.

Spiritualitas dari NDE

Informasi berikut adalah ringkasan dari wawasan tentang spiritualitas yang diperoleh dari dokumentasi pengalaman dekat-kematian (NDE) :

Menurut dokumentasi pengalaman dekat-kematian (NDE), alasan keberadaan kita di Bumi adalah untuk mencapai pertumbuhan rohani. Kita lebih merupakan makhluk spiritual daripada makhluk fisik. Kita menempati tubuh kita yang terdiri dari daging untuk memenuhi keinginan kita untuk pertumbuhan rohani, untuk menyelesaikan sebuah misi bagi Tuhan, untuk memenuhi syarat untuk alam roh yang lebih tinggi, untuk menguji ide-ide spiritual yang kita miliki sebelum kita dilahirkan untuk melihat apakah kita benar-benar memiliki cita-cita, untuk mendapatkan tingkat realisasi diri, untuk kembali menemukan pengetahuan yang lebih tinggi dengan cara fisik, menjadi lebih dari pendamping Tuhan, untuk menemukan kerajaan surga di dalam, untuk mencapai tujuan kita berkembang menjadi makhluk-makhluk rohani yang lebih tinggi dari sebelumnya, tapi dengan individualitas, untuk menjadikan Tuhan lebih kuat dengan menyebarkan kasih yang adalah Tuhan, untuk membawa cahaya dalam kegelapan, tetapi yang lebih penting, bersuka cita, cinta, tertawa, dan hidup untuk tujuan tunggal itu karena ini adalah cara yang suci.

Agama dan Spiritualitas

Oleh: Mary Mageau
 
Kita hidup dalam pergeseran paradigma. Agama yang terorganisasi, termasuk gereja-gereja Kristen dan semua denominasinya, sedang menjadi saksi terus berkurangnya keanggotaan mereka. Saat ini lebih sedikit orang yang melihat ke agama tradisional dan gereja-gereja untuk memperoleh jawaban atas masalah kontemporer mereka. Ini adalah karena ajaran sederhana yang berasal dari para guru telah menjadi ajaran yang menguasai dan mengendalikan manusia, menjadikannya budaya, peraturan, ritual dan dogma dogma. Mempertimbangkan fakta bahwa Yesus Kristus tidak pernah menjadi penganut Kristen, Sang Buddha juga tidak menganut Buddha. Dan sementara agama tradisional terus berusaha menyangkal, akar dan cabang-cabang gerakan spiritualitas baru terbentuk di mana-mana. Jalan lain telah dipilih dan dialami oleh banyak orang di seluruh dunia.
Gerakan Spiritualitas baru berada satu tingkat tersendiri. Tidak seperti kebanyakan agama, ia tidak memiliki kitab suci, pusat organisasi, pendeta yang secara resmi dilantik, dan tidak ada tempat sentral, pemujaan atau dogma.
Spiritualitas Baru mengekspresikan diri dengan cara berikut: perduli lebih aktif terhadap lingkungan, mempelajari praktek meditasi agama Timur, pemerhati masalah keadilan sosial, keadilan bagi laki-laki dan perempuan dalam semua aspek pengambilan keputusan, mencari sistem ekonomi yang lebih baik untuk semua dan melakukan upaya perdamaian sebagai lawan dari peperangan. Spiritualitas baru ini terus berkembang dan kuat saat ini ketika semua sistem budaya, politik dan ekonomi yang ada terlihat gagal. Karena pengalaman kita sebelumnya tentang keterpisahan diri sangat besar, keinginan yang mendalam terhadap hubungan personal yang kuat untuk kehadiran suci dari keberadaan diri kita didalam, untuk struktur sosial dan untuk alam itu sendiri yang mendorong kemajuan dari perubahan itu.

Monday, September 17, 2018

Enam Perbedaan antara Agama dan Spiritualitas

Oleh: Deepak Chopra

'Agama adalah keyakinan pada pengalaman orang lain. Spiritualitas adalah Anda memiliki pengalaman Anda sendiri.'

Memberitahu orang-orang bahwa Anda spiritual tetapi tidak religius sering disambut dengan wajah bingung. Orang cenderung berpikir spiritualitas sebagai sesuatu yang sangat aneh dan misterius. Mereka bahkan berjuang untuk membedakannya dari agama tapi ini hanya karena orang-orang dalam masyarakat modern saat ini memiliki rasa takut dimanipulasi dan memiliki kurangnya pengetahuan ketika sesuatu yang bersifat non-material datang kepada mereka.

Kebenaran dari masalah ini adalah bahwa spiritualitas adalah mungkin hal yang paling alami ada, sesimpel kesadaran diri Anda sendiri mengakui bahwa Anda lebih dari sekedar tubuh, bahwa Anda adalah jiwa dengan potensi yang tak terbatas.

Untuk menyederhanakan apa yang saya coba jelaskan, inilah daftar singkat dari hal-hal yang membantu untuk lebih memahami perbedaan antara agama dan spiritualitas.

Wednesday, September 12, 2018

Fisika Peradaban Ekstra-terrestrial

Oleh: Michio Kaku

(Dr. Michio Kaku, Profesor Fisika Teoritis di City University of New York, adalah penulis buku Visions: How Science Will Revolutionize the 21st Century dan buku best-seller Hyperspace)

Carl Sagan pernah mengajukan pertanyaan berikut: “Apa artinya bagi sebuah peradaban untuk mencapai umur jutaan tahun? Kita telah punya teleskop radio dan spaceship selama beberapa dekade; peradaban teknis kita baru berumur beberapa ratus tahun…sebuah peradaban maju berumur jutaan tahun pasti jauh melampaui kita seperti kita melampaui primata atau kera.”

Walaupun terkaan mengenai peradabaan semaju itu hanyalah spekulasi belaka, seseorang masih dapat memakai hukum fisika untuk menempatkan batas atas dan batas bawah pada peradaban ini. Terutama sejak hukum teori medan quantum, relativitas umum, termodinamika, dan lain-lain berkedudukan cukup kuat, fisika dapat menetapkan batas fisik luas yang membatasi parameter peradaban-peradaban ini.

Pertanyaannya tak lagi soal spekulasi omong-kosong. Segera, manusia akan menghadapi kejutan eksistensial begitu daftar terbaru lusinan planet ekstrasurya seukuran Yupiter membengkak bertambah menjadi ratusan planet seukuran bumi, yang hampir kembar identik dengan tanah pijak kita di angkasa. Ini mungkin akan mengantarkan sebuah era baru dalam hubungan kita dengan alam semesta: kita takkan pernah lagi memandang langit malam dengan cara yang sama, menyadari bahwa para ilmuwan mungkin pada akhirnya dapat menyusun sebuah ensiklopedia yang mengidentifikasi koordinat presisi ratusan planet mirip bumi.

Sekarang ini, setiap beberapa minggu selalu ada kabar ditemukannya sebuah planet ekstrasurya seukuran Yupiter, yang terbaru adalah berjarak sekitar 15 tahun cahaya yang mengorbit bintang Gliese 876. Yang paling spektakuler dari temuan-temuan ini dipotret oleh Hubble Space Telescope, yang mengambil foto sebuah planet berjarak 450 tahun cahaya yang dikatapelkan ke ruang angkasa oleh sebuah sistem bintang-ganda.

Sunday, September 9, 2018

Mekanika Kuantum Mendukung Kehendak Bebas (Free Will)

Oleh: Tom Hartsfield

http://bigthink.com/experts-corner/quantum-mechanics-supports-free-will

Apakah Anda percaya pada kehendak bebas ? Beberapa ahli fisika dan ahli saraf percaya proposisi yang berlawanan, yaitu determinisme. Matematika mekanika kuantum memiliki argumen untuk hal ini: Determinisme tidak mungkin terjadi kecuali Anda bersedia membuat pengorbanan filosofis yang lebih besar.

Sebuah pandangan determinis mengatakan, “Jika saya tahu secara lengkap bagaimana suatu sistem bekerja, seperti posisi setiap partikel dan bagaimana hukum-hukum alam semesta beroperasi, saya dapat mengatakan dengan tepat apa yang akan saya lakukan di semua situasi di masa depan.” misalnya, dengan mengukur gravitasi matahari dan gerakan benda tata surya, kita dapat menghitung apakah sebuah asteroid akan menabrak kita atau bagaimana posisi satelit dalam orbit yang kompleks di atas Bumi.

Jelas, umat manusia telah cukup berhasil: Ilmu pengetahuan dan teknologi mendukung dunia modern karena kita sebagian besar dapat memahami dan mengantisipasi tindakan benda mati.

Dialog Profesor dan Murid yang Sering Dijadikan HOAX

einsteinDialog seorang profesor dengan muridnya mengenai teodisi atau upaya untuk merekonsiliasi keberadaan Tuhan dengan kejahatan telah menyebar luas di dunia maya. Seorang murid dikisahkan berhasil membantah pernyataan profesor yang digambarkan “sombong”. Biasanya di akhir kisah ditambahkan embel-embel bahwa murid itu adalah Albert Einstein, yang jelas salah karena Einstein tidak percaya Tuhan personal, namun kepada Tuhannya Baruch Spinoza, yaitu keserasian hukum alam. Selain mencatut nama Einstein, dialog ini juga memiliki kesalahan logika yang fatal. Berikut adalah perbaikan untuk dialog tersebut yang diterjemahkan dari http://www.rationalresponders.com/debunking_an_urban_legend_evil_is_a_lack_of_something dengan sedikit adaptasi. Sementara itu, kalau mau lihat kisah aslinya yang ngawur bisa dilihat di http://novrya.blogspot.nl/2011/01/profesor-yang-tidak-punya-otak.html

Alkisah, seorang profesor filsafat menantang muridnya: “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”

Seorang mahasiswa menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya.”

“Tuhan menciptakan semuanya?” tanya profesor sekali lagi.

“Ya, Pak, semuanya,” kata mahasiswa tersebut.

Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu adalah kejahatan.”