Laman

Wednesday, August 21, 2019

AGAMA BARU: Tekno-Humanisme & Data

Agama baru akan muncul dari laboratorium-laboratorium riset - bukan di pusat-pusat keagamaan.

Silicon Velley, di sanalah guru-guru hi-tech sedang menyeduh untuk kita agama-agama baru yang berani, yang hanya sedikit berhubungan dengan Tuhan, dan segalanya berhubungan dengan teknologi. Mereka menjanjikan semua hadiah lama - kebahagian, perdamaian, kemakmuran, bahkan kehidupan abadi, tetapi di sini, di muka bumi, dengan bantuan teknologi, bukan setelah kematian dengan bantuan makhluk-makhluk langit.

Agama tekno baru ini dibagi menjadi dua jenis utama: tekno-humanisme dan agama data. Agama data menyatakan bahwa manusia sudah merampungkan tugas kosmis mereka dan sekarang menyerahkan tongkat estafet ke jenis-jenis entitas sama sekali baru.

Tekno-humanisme, masih melihat manusia sebagai pusat penciptaan dan setuju bahw homo sapiens, sebagaimana kita mengenalnya, telah usai menjalani lintasan sejarahnya dan tidak relevan lagi di masa depan, tetapi menyimpulkan bahwa kita harus menggunakan teknologi dalam rangka menciptakan homo deus - model manusia yang jauh lebih unggul. Homo deus akan mempertahankan sebagaian fitur pentingnya, tetapi juga akan memiliki kemampuan fisik dan mental yang terbarukan, yang akan memungkinkannya tegak menghadapi, bahkan algoritma non-kesadaran yang paling canggih. Karena kecerdasan sudah berpisah dari kesadaran, dan karena kecerdasan non-kesadaran sedang berkembang dalam kecepatan dahsyat, manusia harus secara aktif memperbaharui pikiran mereka jika ingin tetap ada dalam permainan ini.

70 ribu tahun silam, revolusi kognitif mentransformasi pikiran manusia sehingga mengubah kera afrika yang tak signifikan menjadi penguasa dunia. Pikiran sapiens yang sudah diperbaiki itu tiba-tiba memiliki akses ke alam intersubyektif yang luas, yang memungkinkan mereka menciptakan tuhan dan korporasi, membangun kota dan imperium, menciptakan tulisan dan uang, dan akhirnya memisahkan atom dan menjangkau Bulan. Sejauh yang kita tahu, revolusi yang mengguncang Bumi ini merupakan hasil dari beberapa perubahan kecil dalam DNA sapiens dan sedikit penataan ulang otak sapiens. Jika demikian, kata tekno-humanisme, mungkin beberapa perubahan tambahan pada gen kita dan penataan ulang pada kabel otak kita akan cukup untuk meluncurkan revolusi kognitif kedua. Renovasi mental pada revolusi kognitif pertama mengubah mereka menjadi penguasa planet; revolusi kognitif kedua mungkin memberi homo deus akses ke alam baru yang tak terbayangkan dan membuatkan mereka tuhan-tuhan atas galaksi.

Idenya adalah sebuah varian yang sudah dimutahirkan atas impian-impian lama humanisme evolusioner, yang sudah seabad lalu diserukan untuk menciptakan manusia super. Meskipun demikian, kalau Hitler dan sejenisnya berencana menciptakan manusia super dengan sarana pembiakan selektif dan pembersihan etnis, tekno-humanisme abad-21 berharap mencapai tujuan itu dengan cara yang jauh lebih damai dengan bantuan rekayasa genetika, nanoteknologi, dan antarmuka otak komputer.

Sampai sekarang, ada satu kandidat yang sedang duduk dalam ruang resepsi sejarah, menanti interview untuk bekerja. Kandidat ini adalah informasi. Agama baru yang paling menarik adalah Dataisme, yang memuja bukan tuhan bukan manusia -- ia menyembah data.

Dataisme menyatakan bahwa alam semesta adalah terdiri dari aliran data, dan nilai setiap fenomena atau identitas ditentukan oleh kontribusinya pada pemrosesan data.

Dataisme lahir atas dua pengaruh karya saintifik: pertama, On the Origin of Species, karya Charles Darwin, yang pada akhirnya sains kehidupan memandang organisme sebagai algoritma biokimia, kedua, Alan Turing merumuskan ide Mesin Turing, para ilmuwan komputer sudah tahu cara merekayasa algoritma elektronik yang semakin canggih. Dataisme menyatukan keduanya, dengan menjelaskan bahwa hukum matematika yang sama berlaku pada algoritma biokimia maupun elektronik. Dengan itu, dataisme meruntuhkan penghalang antara binatang dan mesin, dan berharap algoritma-algoritma elektronik pada akhirnya dapat mengurai dan melampaui algoritma-algoritma biokimia.

Sampai hari ini, data dipandang hanya sebagai langkah pertama dalam rantai panjang aktivitas manusia. Manusia diharuskan menyaring data menjadi informasi, informasi menjadi pengetahuan, dan pengetahuan menjadi kebijaksanaan. Dataisme meyakini bahwa manusia tidak bisa lagi menangani aliran besar data sehingga mereka tidak bisa menyaring data menjadi informasi, apalagi menjadi pengetahuan atau kebijaksanaan. Karena itu tugas pemeriksaan data harus dipercayakan pada algoritma-algoritma elektronik, yang kapasitasnya jauh melampaui kapasitas manusia. Dalam praktiknya, datais skeptis terhadap pengetahuan dan kebijaksanaan manusia, dan akan menaruh kepercayaan kepada Big Data dan algoritma-algoritma komputer.

Dataisme terpancang dalam dua disiplin induknya: sains komputer dan biologi. Di antara keduanya, biologi lebih penting. Dataisme mengubah keterbatasan terobosan dalam sains komputer menjadi sebuah katalisme pengguncang dunia yang bisa mentransformasi total sifat kehidupan.

Organisme adalah algoritma. Dan inilah dogma saintifik saat ini, dan ini mengubah dunia kita menuju sesuatu yang tak terbayangkan.

Melalui penyamaan pengalaman manusia dengan pola-pola data, dataisme melemahkan sumber primer otoritas dan makna kita dan membentangkan kehadiran revolusi religius yang dahsyat, yang belum ada tandingannya sejak abad-18.

Pada masa Locke, Hume, dan Voltaire, kalangan humanis menyatakan bahwa "Tuhan adalah produk imajinasi manusia". Dataisme mengatakan, "Ya, memang Tuhan produk dari imajinasi manusia, tetapi imajinasi manusia hanyalah produk dari algoritma biokimia".

Pada abad-18, humanisme menyingkirkan Tuhan dengan mengalihkan pandangan dunia dari deo-sentris ke homo-sentris. Pada abad 21, Dataisme akan menyingkirkan manusia dengan mengalihkan pandangan dunia dari homo-sentris ke data-sentris.
#HomoDeus

@AOS

No comments:

Post a Comment