Laman

Wednesday, May 30, 2012

Filsafat Sains : Pengujian Empiris

Pernyataan mengenai hal-hal yang tidak teramati dapat diuji berdasarkan implikasinya yang teramati. Dengan kata lain, untuk menguji kebenaran pernyataan x, kita bernalar kalau : Jika x benar, maka kita akan mengamati y. Y adalah implikasi dari x, dan berdasarkan pengamatan y maka x secara tidak langsung terbukti. Bila kita mencari y namun tidak menemukannya, maka x secara tidak langsung terbukti salah. Y adalah bukti untuk (atau melawan) x.

Karena kita mencari pola umum dalam logika pengujian empiris tidak langsung, mari kita ambil contoh argumentasi Einstein. Misalkan H adalah hipotesis dalam kasus pengujian empiris. Misalkan p adalah implikasi, yaitu prediksi. Dalam kasus khusus pengujian teori relativitas umum,

H = Ruang waktu bersifat melengkung

P = Berkas cahaya akan dibelokkan ketika lewat di dekat matahari.

Maka penalaran Einstein adalah berbentuk pernyataan jika maka:

Jika H benar, maka p benar.

Atau, lebih singkat lagi:

Jika H maka p.

Keberhasilan prediksi pembelokkan sinar bintang tidak membuktikan hipotesisnya benar. Ambil contoh jika anda tidur maka anda akan bangun. Anda ternyata bangun, apakah ini artinya anda sebelumnya tidur? Belum tentu, anda bisa saja pingsan. Prediksi sains bersifat implikasi bukan biimplikasi. Bahkan hipotesis yang salah dapat menghasilkan prediksi yang benar. Ambil contoh hipotesis tentang monster sphagetti terbang yang membelokkan berkas cahaya. Ini adalah hipotesis yang salah tapi prediksinya benar. Dan memang benar saja, saat ini ada beberapa teori gravitasi yang berbeda dari relativitas umum Einstein, dan mereka semua memprediksikan kalau berkas cahaya akan dibelokkan ketika lewat di dekat matahari. Jadi mengamati cahaya berbelok tidak memberi tahu kita mana diantara hipotesis ini yang benar.

Sebaliknya, diskonfirmasi sepertinya pasti menggugurkan sebuah hipotesis. Jika ternyata hipotesis memprediksikan berkas cahaya membelok tapi ternyata tidak membelok, apakah ini berarti hipotesis salah? Jika seperti ini, diskonfirmasi terasa sangat mudah dan sangat pasti tapi ini juga salah. Kita merasa demikian karena kita mengabaikan banyak detail penting. Kita mengabaikan detail teoritis bagaimana prediksi itu dideduksi dari awalnya, dan detail praktis bagaimana eksperimennya dilakukan. Bisa jadi Einstein salah mengambil kesimpulan dari hipotesisnya, bisa jadi alat eksperimennya kurang peka atau desain penelitiannya yang salah. Dengan memperhatikan hal ini, diskonfirmasi sebuah hipotesis tidak lebih pasti daripada konfirmasi sebuah hipotesis.

Contoh lain adalah sumber energi bintang. Teori menyatakan kalau inti hidrogen digabungkan membentuk inti helium di inti matahari dimana tekanan dan suhu sangat tinggi sehingga ia meremas inti atom. Proses ini tidak teramati, karena terjadi di dalam pusat matahari dan melibatkan partikel-partikel sub atom. Jadi teori ini harus diuji secara tidak langsung, dengan memikirkan implikasi teramati apa dari fusi nuklir ini.

Setelah perhitungan yang teliti, akhirnya ilmuan menyimpulkan kalau bukti tidak langsungnya adalah keberadaan neutrino dalam jumlah tertentu. Ternyata jumlah neutrino yang teramati dari Bumi kurang dari jumlah ini. Astrofisikawan menyebutnya masalah neutrino yang hilang. Baru-baru ini neutrino yang hilang tersebut telah terdeteksi, namun masalah ini berlangsung selama beberapa puluh tahun. Jadi selama beberapa dekade tersebut, apakah para ilmuan menjadi tidak logis dan dogmatis? Apakah mereka mengabaikan logika? Bukankah pengamatan bukan-p harusnya memaksa mereka untuk menyimpulkan bukan-H? Tidak. Ketika kita menambahkan lebih banyak detail ilmiah, logika argumen menjadi jauh lebih rumit dan kesimpulannya menjadi kurang pasti. Dalam kasus ini, seperti dalam semua kasus pengujian empiris tidak langsung, prediksi yang salah tidak harus membuktikan hipotesis salah.

Dalam contoh neutrino yang hilang ini, sederetan kondisi eksperimen diperiksa begitu juga sederetan deduksi logis dari hipotesis menuju ke prediksi dengan pengetahuan yang ada dan terus bertambah. Dalam kasus eksperimen, para ilmuan memperbaiki metodenya: alat ukurnya dipasang jauh di bawah tanah, menambah jumlah cairan pembersih (lokasi reaksi neutrino terjadi) yang lebih banyak, menggunakan detektor radioaktif yang lebih peka dan menghangatkan detektornya.

Mungkin ketika hipotesis fusi nuklir pertama diajukan, anda tidak segera berpikir tentang neutrino atau cairan pembersih. Itu karena kita kurang pengetahuan dasar untuk mendeduksi implikasi dari pernyataan mengenai fusi. Perlu seorang pakar, seseorang yang tahu mengenai fisika nuklir dan fisika neutrino serta kimia klor. Semua pengetahuan latar belakang ini bersifat teoritis, dalam artian semua hal tersebut tidak dapat diamati. Pernyataan individual yang ditarik dari pengetahuan latar belakang dan digunakan dalam mendeduksi prediksi ini sering disebut teori-teori auksiliari.

Perhatikan kalau teori auksiliari bukanlah gagasan yang digunakan pada awalnya untuk memunculkan hipotesis. Mereka adalah gagasan yang digunakan setelah hipotesis dimunculkan, untuk mencari tahu bagaimana mengujinya. Ilmuan kuliah bertahun-tahun untuk mempelajari dasar ini, dan inilah yang memberi mereka pengetahuan latar untuk mendeduksi prediksi yang dapat diamati dari hipotesis.

Jadi, jika eksperimen menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan prediksi, tidak berarti kalau hipotesis H salah. Masalahnya bisa datang dari eksperimen itu sendiri (yaitu kondisi eksperimen yang salah) atau pengetahuan latar belakang yang digunakan untuk membuat prediksi (yaitu, salah satu teori auksiliari yang salah).

Anggap saja kita menyalahkan kondisi eksperimen. Hal ini selalu terjadi dalam sains, mengatakan eksperimen yang dilakukan tidak baik. Bila anda tidak mendapatkan hasil yang anda inginkan, periksa apakah pengujiannya dilakukan dengan benar. Dan anda dapat melakukan ini karena ini semua teramati. Jadi jika anda menyalahkan hasil tak terduga dari kondisi eksperimen yang meragukan, anda berhak menguji kondisi tersebut dan memperbaikinya! Anda dapat menyalahkan kondisinya sejauh yang dibutuhkan untuk memeriksa dan menyempurnakannya.

Berbeda dengan pemeriksaan teori auksiliari. Karena teori-teori auksiliari tidak dapat dibuktikan pula, maka hipotesis tidak dapat disangkal.

Referensi
P. Kosso, A Summary of Scientific Method, SpringerBriefs in Philosophy, 1, 2011

Sumber: FaktaIlmiah.com

No comments:

Post a Comment