Pernyataan 
mengenai hal-hal yang tidak teramati dapat diuji berdasarkan 
implikasinya yang teramati. Dengan kata lain, untuk menguji kebenaran 
pernyataan x, kita bernalar kalau : Jika x benar, maka kita akan 
mengamati y. Y adalah implikasi dari x, dan berdasarkan pengamatan y 
maka x secara tidak langsung terbukti. Bila kita mencari y namun tidak 
menemukannya, maka x secara tidak langsung terbukti salah. Y adalah 
bukti untuk (atau melawan) x.
Karena kita mencari pola umum dalam logika
 pengujian empiris tidak langsung, mari kita ambil contoh argumentasi 
Einstein. Misalkan H adalah hipotesis dalam kasus pengujian empiris. 
Misalkan p adalah implikasi, yaitu prediksi. Dalam kasus khusus 
pengujian teori relativitas umum,
P = Berkas cahaya akan dibelokkan ketika lewat di dekat matahari.
Maka penalaran Einstein adalah berbentuk pernyataan jika maka:
Jika H benar, maka p benar.
Atau, lebih singkat lagi:
Jika H maka p.
Keberhasilan
 prediksi pembelokkan sinar bintang tidak membuktikan hipotesisnya 
benar. Ambil contoh jika anda tidur maka anda akan bangun. Anda ternyata
 bangun, apakah ini artinya anda sebelumnya tidur? Belum tentu, anda 
bisa saja pingsan. Prediksi sains bersifat implikasi bukan biimplikasi. 
Bahkan hipotesis yang salah dapat menghasilkan prediksi yang benar. 
Ambil contoh hipotesis tentang monster sphagetti terbang yang 
membelokkan berkas cahaya. Ini adalah hipotesis yang salah tapi 
prediksinya benar. Dan memang benar saja, saat ini ada beberapa teori 
gravitasi yang berbeda dari relativitas umum Einstein, dan mereka semua 
memprediksikan kalau berkas cahaya akan dibelokkan ketika lewat di dekat
 matahari. Jadi mengamati cahaya berbelok tidak memberi tahu kita mana 
diantara hipotesis ini yang benar.
Sebaliknya,
 diskonfirmasi sepertinya pasti menggugurkan sebuah hipotesis. Jika 
ternyata hipotesis memprediksikan berkas cahaya membelok tapi ternyata 
tidak membelok, apakah ini berarti hipotesis salah? Jika seperti ini, 
diskonfirmasi terasa sangat mudah dan sangat pasti tapi ini juga salah. 
Kita merasa demikian karena kita mengabaikan banyak detail penting. Kita
 mengabaikan detail teoritis bagaimana prediksi itu dideduksi dari 
awalnya, dan detail praktis bagaimana eksperimennya dilakukan. Bisa jadi
 Einstein salah mengambil kesimpulan dari hipotesisnya, bisa jadi alat 
eksperimennya kurang peka atau desain penelitiannya yang salah. Dengan 
memperhatikan hal ini, diskonfirmasi sebuah hipotesis tidak lebih pasti 
daripada konfirmasi sebuah hipotesis.
Contoh
 lain adalah sumber energi bintang. Teori menyatakan kalau inti hidrogen
 digabungkan membentuk inti helium di inti matahari dimana tekanan dan 
suhu sangat tinggi sehingga ia meremas inti atom. Proses ini tidak 
teramati, karena terjadi di dalam pusat matahari dan melibatkan 
partikel-partikel sub atom. Jadi teori ini harus diuji secara tidak 
langsung, dengan memikirkan implikasi teramati apa dari fusi nuklir ini.
Setelah
 perhitungan yang teliti, akhirnya ilmuan menyimpulkan kalau bukti tidak
 langsungnya adalah keberadaan neutrino dalam jumlah tertentu. Ternyata 
jumlah neutrino yang teramati dari Bumi kurang dari jumlah ini. 
Astrofisikawan menyebutnya masalah neutrino yang hilang. Baru-baru ini 
neutrino yang hilang tersebut telah terdeteksi, namun masalah ini 
berlangsung selama beberapa puluh tahun. Jadi selama beberapa dekade 
tersebut, apakah para ilmuan menjadi tidak logis dan dogmatis? Apakah 
mereka mengabaikan logika? Bukankah pengamatan bukan-p harusnya memaksa 
mereka untuk menyimpulkan bukan-H? Tidak. Ketika kita menambahkan lebih 
banyak detail ilmiah, logika argumen
 menjadi jauh lebih rumit dan kesimpulannya menjadi kurang pasti. Dalam 
kasus ini, seperti dalam semua kasus pengujian empiris tidak langsung, 
prediksi yang salah tidak harus membuktikan hipotesis salah.
Dalam
 contoh neutrino yang hilang ini, sederetan kondisi eksperimen diperiksa
 begitu juga sederetan deduksi logis dari hipotesis menuju ke prediksi 
dengan pengetahuan yang ada dan terus bertambah. Dalam kasus eksperimen,
 para ilmuan memperbaiki metodenya: alat ukurnya dipasang jauh di bawah 
tanah, menambah jumlah cairan pembersih (lokasi reaksi neutrino terjadi)
 yang lebih banyak, menggunakan detektor radioaktif yang lebih peka dan 
menghangatkan detektornya.
Mungkin 
ketika hipotesis fusi nuklir pertama diajukan, anda tidak segera 
berpikir tentang neutrino atau cairan pembersih. Itu karena kita kurang 
pengetahuan dasar untuk mendeduksi implikasi dari pernyataan mengenai 
fusi. Perlu seorang pakar, seseorang yang tahu mengenai fisika nuklir 
dan fisika neutrino serta kimia
 klor. Semua pengetahuan latar belakang ini bersifat teoritis, dalam 
artian semua hal tersebut tidak dapat diamati. Pernyataan individual 
yang ditarik dari pengetahuan latar belakang dan digunakan dalam 
mendeduksi prediksi ini sering disebut teori-teori auksiliari.
Perhatikan
 kalau teori auksiliari bukanlah gagasan yang digunakan pada awalnya 
untuk memunculkan hipotesis. Mereka adalah gagasan yang digunakan 
setelah hipotesis dimunculkan, untuk mencari tahu bagaimana mengujinya. 
Ilmuan kuliah bertahun-tahun untuk mempelajari dasar ini, dan inilah 
yang memberi mereka pengetahuan latar untuk mendeduksi prediksi yang 
dapat diamati dari hipotesis.
Jadi, 
jika eksperimen menghasilkan hasil yang tidak sesuai dengan prediksi, 
tidak berarti kalau hipotesis H salah. Masalahnya bisa datang dari 
eksperimen itu sendiri (yaitu kondisi eksperimen yang salah) atau 
pengetahuan latar belakang yang digunakan untuk membuat prediksi (yaitu,
 salah satu teori auksiliari yang salah).
Anggap
 saja kita menyalahkan kondisi eksperimen. Hal ini selalu terjadi dalam 
sains, mengatakan eksperimen yang dilakukan tidak baik. Bila anda tidak 
mendapatkan hasil yang anda inginkan, periksa apakah pengujiannya 
dilakukan dengan benar. Dan anda dapat melakukan ini karena ini semua 
teramati. Jadi jika anda menyalahkan hasil tak terduga dari kondisi 
eksperimen yang meragukan, anda berhak menguji kondisi tersebut dan 
memperbaikinya! Anda dapat menyalahkan kondisinya sejauh yang dibutuhkan
 untuk memeriksa dan menyempurnakannya.
Berbeda
 dengan pemeriksaan teori auksiliari. Karena teori-teori auksiliari 
tidak dapat dibuktikan pula, maka hipotesis tidak dapat disangkal.
Referensi
P. Kosso, A Summary of Scientific Method, SpringerBriefs in Philosophy, 1, 2011
Sumber: FaktaIlmiah.com 

No comments:
Post a Comment