Laman

Thursday, May 31, 2012

Sembilan Sifat Sains

Tulisan ini memberikan pembetulan atas beberapa miskonsepsi orang awam terhadap sains dan posisi sains terhadap agama.

Beberapa orang mencoba menghubung-hubungkan sains dengan agama, atau sains dengan mitos atau yang terbaru, mengatakan kalau sains hanyalah budaya barat. Karena itu, kita harusnya paham apa saja sifat sains sesungguhnya. Berikut saya sertakan sembilan sifat sains yang telah diterima luas di kalangan ilmuan.

1. Sains menuntut bukti

Semua penjelasan ilmiah pada akhirnya harus berdasarkan pada bukti yang sah. Tanpa bukti, penjelasan yang diajukan tidak lebih dari spekulasi saja. Saat anda mengatakan bahwa keimanan anda di dukung bukti yang kuat, maka anda sebenarnya tidak beriman, karena anda memerlukan bukti. Dengan mengatakan hal yang demikian pula, anda telah memposisikan sains sebagai keimanan. Anda mengalami miskonsepsi. Sains menuntut bukti, jadi sains bukan keimanan.

2. Sains memakai landasan berpikir kritis

Kemajuan sains tidak akan terjadi seandainya ilmuan tidak mempertanyakan asumsi lama, memeriksa dan menguji kembali data lama, dan mencari kesalahan teori lama sehingga membawa pada penjelasan yang baru dan lebih baik. Bila anda mengatakan keyakinan anda didukung sains modern, anda menempatkan keyakinan anda pada posisi berbahaya. Keyakinan anda akan mengalami proses pemikiran kritis seperti dipertanyakan, diperiksa dan dicari kesalahannya. Selain itu, hal ini membawa pada posisi bahaya seandainya dukungan sains modern tersebut di kemudian hari terbukti salah akibat proses berpikir kritis sains.

3. Penjelasan sains bersifat sementara

Tidak peduli seberapa kuatnya bukti dan hasil eksperimen, semua penjelasan ilmiah bersifat sementara. Ia diterima untuk masa kini namun dapat ditolak atau diperluas bila ada bukti baru yang berhasil menyangkalnya. Dalam hal ini, sains menatap ke masa depan. Bila anda memasukkan keyakinan anda dengan dukungan sains, anda membuat sifat keyakinan anda menjadi sementara dan anda harus siap suatu saat mengakui kalau keyakinan anda salah.

4. Sains tidak relevan dengan tradisi

Dalam sains, fakta yang disediakan tradisi adat istiadat tidaklah relevan. Sains tidak peduli dengan tradisi. Bila anda punya tradisi makan harus di tanah, dan sains menemukan kalau tradisi makan di tanah itu berbahaya, maka sains tidak akan menerima tradisi tersebut sebagai sesuatu yang benar untuk dilakukan. Sejarah sains penuh dengan tradisi dari berbagai suku bangsa yang berserakan karena telah terbukti gagal dan salah. Bila anda mencoba mempertahankan tradisi anda, jangan mencoba mengkaitkannya dengan sains. Karena hal demikian, akan membawa pada penilaian ilmiah. Tradisi anda berada dalam posisi bahaya. Bila penilaian ilmiah ternyata menemukan kalau tradisi anda salah, anda mau tidak mau harus menerima kalau dunia ilmiah tidak mendukung tradisi anda.

5. Sains berlandaskan pada matematika

Matematika adalah alat berpikir yang dibangun oleh logika. Matematika independen terhadap realitas. Ada matematika yang sesuai realitas, ada yang tidak sesuai realitas. Matematika yang sesuai realitas inilah yang digunakan oleh sains. Dan sains terus mengamati perkembangan matematika dan bila ada yang dapat diambil untuk penjelasan ilmiah, maka sains akan memakainya. Sebagai contoh, sebelumnya orang mengira kalau aljabar linier adalah matematika yang tidak sesuai realitas. Tapi kemudian dengan mencobakan aljabar linier dalam teka-teki fisika kuantum, para ilmuan berhasil meramalkan berbagai hal dan menunjukkan kalau aljabar linier ternyata dapat digunakan untuk menjelaskan realitas. Semua rumus dibangun dari definisi yang jelas. Matematika bukanlah permainan angka seperti numerologi. Matematika adalah sistem bernalar yang melibatkan persamaan-persamaan yang saling terikat dalam aksioma, definisi, teorema, lemma, konjektur dan postulat. Bila anda mencoba menerapkan matematika dalam keyakinan anda, maka anda membuatnya rentan terhadap analisa. Sedikit saja ditemukan tidak adanya konsistensi, maka keyakinan anda dapat runtuh.

6. Sains bersifat sekuler

Sains tidak memandang ras, agama, budaya, gender maupun bahasa. Sains dapat dilakukan oleh siapapun tanpa mengalami diskriminasi. Tidak ada yang namanya sains yunani, sains islam, sains china, sains perempuan, sains kulit putih, sains barat dan sebagainya. Prinsip-prinsip sains diturunkan murni dari daya intelektual manusia, bukan berdasarkan ras dll yang disebutkan di atas. Beberapa negara tampak lebih baik dalam sains, karena mereka lebih menghormati dan menyuburkan sains dalam masyarakatnya, bukan karena mereka kulit putih, atau karena mereka ateis. Sains mungkin dapat disamakan dengan olahraga. Setiap orang berhak untuk berolah raga. Singkatnya, sains adalah salah satu Hak Asasi Manusia.

7. Sains bukan agama

Kekuatan sains terletak pada berpikir kreatif dan kritis secara selaras. Satu pihak mengajukan sesuatu yang baru, yang lain mengkritik. Agama sebaliknya, bebas dari kritik dan bertopang sepenuhnya pada ketetapan masa lalu yang tidak boleh diubah.

8. Sains bertujuan memajukan kesejahteraan umat manusia

Sepanjang sejarah, sains telah menghasilkan begitu banyak kemajuan bagi umat manusia. Sains dapat dibagi dua menjadi sains dasar dan sains terapan. Dalam fisika misalnya, sains dasar mempelajari elektromagnetik dan membawa pada terapannya yaitu radio, televisi, ponsel, internet dsb. Dalam kimia, sains murni mempelajari sifat-sifat molekul metana, terapannya mencoba menjadikan metana sebagai bahan bakar untuk memasak. Dalam biologi, sains murni mempelajari evolusi virus, terapannya mencoba menemukan obat yang mampu menghancurkan rantai evolusi virus tersebut. Beberapa pihak dapat saja memanfaatkan sains untuk membuat bom seperti bom bunuh diri atau menabrakkan produk sains, seperti pesawat terbang, ke gedung bertingkat. Tapi sains tidak akan pernah mau menerima tujuan jahat ini. Semua paper ilmiah tidak akan menulis dalam bagian Manfaat Penelitiannya yaitu untuk menghancurkan negara/agama/ras/gender tertentu. Tapi akan hampir selalu ditemukan kalau bagian Manfaat Penulisan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan, baik dalam penemuan obat baru, teknologi baru atau hal lainnya. Sisanya kadang menambahkan ajakan untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

9. Tuhan bukan bagian dari sains

Sains bersifat materialistik dan naturalistik. Sesuatu yang tidak dapat dibuktikan ada atau tidak ada secara prinsip, seperti tuhan, tidak dapat digunakan sebagai penjelasan. Sebagai contoh, saat hujan turun, sains tidak akan menerima penjelasan kalau hujan turun disebabkan oleh rahmat tuhan. Sains akan mempelajari proses turunnya hujan tersebut, kenapa bisa turun dsb. Saat terjadi bencana alam, sains tidak menerima pernyataan kalau bencana disebabkan oleh amarah tuhan, tapi sains akan mencari penjelasan kenapa itu bisa terjadi secara alami seperti proses kejadiannya, sebab-sebab terjadinya dan kemudian memberikan saran untuk menghindari kejadian yang serupa terulang kembali.

Dengan adanya pemahaman sifat-sifat sains ini, saya harap pembaca dapat memposisikan dengan tepat antara keyakinan, mitos, otoritas, ramalan tokoh kharismatik dan sebagainya sebagai sumber pengetahuan. Sains adalah salah satu sumber pengetahuan manusia, dan selama ini, merupakan sumber yang terbaik.

Bibliografi
  1. Angier, N. 2007. The Canon: A Whirligig Tour of the Beautiful Basics of Science. Houghton Miffin Harcourt
  2. Banner, M.C. 1990. The Justification of Science and The Rationality of Religious Belief. Clarendon Press.
  3. Brooke, J. H. 1991. Science and Religion : Some Historical Perspectives. Cambridge University Press
  4. Chemla, K. 2004. History of Science, History of Text.
  5. Gregorios, P. 1992. A Little Too Bright: The Enlightenment Today, An Assessment of the values of the European Enlightenment and a search for new foundations. SUNY Press
  6. Griffin, D. R. 2000. Religion and Scientific Naturalism: Overcoming the Conflicts. SUNY Press.
  7. Jevons, W.S. 1913. The Principles of Science: A treatise on logic and Scientific Method. Macmillan.
  8. Korzybski, A. 1994. Science and Sanity: An Introduction to Non-Aristotelian Systems and General Semantics. Institute of General Semantics.
  9. Starr, C., McMillan, B. 2008. Human Biology. Cengage Learning.
  10. Sudarminta, J. 2002. Epistemologi Dasar, Pengantar ke Beberapa Masalah Filsafat dan Pengetahuan. Kanisius.
  11. Wattimena, R.A.A. 2003. Filsafat dan Sains: Sebuah Pengantar. Grasindo.
  12. Weyl, H., Wilczek, F. 2009. Philosophy of Mathematics and Natural Science. Princeton University Press.
Sumber: FaktaIlmiah.com

1 comment: