Laman

Tuesday, August 28, 2012

Materi, Energi dan Kesadaran


Semenjak kita sadar akan dunia di sekeliling kita, kita mulai bertanya tanya tentang tempat kita didalamnya. Pertanyaan yang kita ajukan itu sudah abadi. Mengapa kita ada disini? Bagaimana tempat kita dalam skema yang lebih besar menyangkut segalanya? Apakah takdirku? Ketika kita masih kecil kita cenderung membayangkan masa depan sebagai selembar kertas bersih dimana kita bisa menuliskan kisah kisah kita sendiri. Kemungkinan nampaknya tiada habis habisnya, dan kita bersemangat mengingat janji penemuan serta kesenangan hidup terbenam dalam potensi seperti itu. Tetapi semakin kita dewasa dan “dididik” tentang keterbatasan kita. Pandangan kita tentang masa depan menjadi terbatas. Apa yang dulunya mengangkat imajinasi kita sekarang membebani kita dengan ketakutan dan kecemasan. Apa yang dulunya tak terbatas menjadi sempit dan gelap.

Untuk kembali meraih sukacita tersebut dibutuhkan pemahaman tentang sifat realita sesungguhnya, kesediaan untuk mengakui kesalingterhubungan, ketakterpisahan dari segalanya. Langkah pertama untuk memahami realitas kehidupan tersebut adalah dengan memahami sifat dari tiga tingkatan kesadaran yang ada.

Realitas fisik/tubuh/materi

Ini adalah realitas alam semesta yang kelihatan. Inilah dunia yang paling kita kenal, yang kita sebut dunia nyata. Ia mengandung materi dan objek dengan batasan batasan yang jelas, segalanya yang tiga dimensi, dan mencakup segalanya yang kita alami dengan panca indra kita. Dalam realitas ini waktu kelihatan berjalan dalam garis yang demikian lurusnya sehingga kita menyebutnya waktu linear, dari masa lalu ke masa sekarang hingga ke masa depan. Ini artinya segalanya yang berada di realitas fisik memiliki awal, pertengahan dan akhiran dan oleh karenanya tidak permanen sifatnya. Semua akan dilahirkan dan mati.

Dunia fisik yang kita alami ini dikuasai oleh hukum sebab akibat yang tidak mungkin diubah, jadi segalanya sudah dapat diramalkan. Hukum Newton memungkinkan kita meramalkan aksi dan reaksi, ketika bola saling berbenturan dengan kecepatan dan sudut tertentu, kita bisa mengantisipasi rute mana yang akan ditempuh bola-bola tersebut. Demikian pula dengan alam semesta fisik ini seperti mengkalkulasi datangnya hujan, gerhana dan lain lain. Semua pemahaman tentang “akal sehat”  kita tentang dunia ini berasal dari apa yang kita ketahui tentang dunia fisik ini.

Pikiran/energi/kuantum

Pada tingkat ini segalanya terdiri dari informasi dan energi. Segalanya pada tingkatan ini tidaklah berbobot, yang berarti tidak dapat disentuh atau dipersepsikan oleh panca indera. Pikiran kita, ego kita, bagian diri kita yang umumnya kita anggap sebagai diri kita itu semuanya merupakan bagian dari energi/kuantum. Semuanya itu tidak memiliki kepadatan, tetapi kita tahu diri kita dan pemikiran pemikiran kita itu nyata. Walaupun paling mudah kita membayangkan hal ini dari sudut pikiran, sesungguhnya pikiran itu lebih dari itu. Sesungguhnya segalanya di alam semesta yang kelihatan ini merupakan perwujudan dari energi dan informasi yang berasal dari pikiran. Dunia material merupakan bagian dari energi ini.

Cara lain untuk mengatakannya adalah bahwa segalanya dalam realitas fisik itu terdiri dari energi dan informasi. Dalam persamaan Einstein yang terkenal E=MC2, Energi sama dengan Massa (Fisik)  dikalikan dengan kuadran Cahaya. Ini menjelaskan bahwa materi dan energi itu sama saja, hanya bentuknya berbeda- energi itu sama dengan massa.

Penelitian kuantum telah menemukan bahwa partikel partikel subatom adalah paket atau gelombang informasi dan energi. Ini berarti bahwa pada tingkatan keberadaan ini, kursi yang kita duduki ini sesungguhnya adalah berisi energi dan informasi.

Konsep ini mungkin sulit dipahami pada mulanya. Bagaimana gelombang energi dan informasi yang tidak kelihatan ini bisa dialami sebagai objek padat? Jawabannya adalah bahwa kejadian dalam subatomik tersebut terjadi pada kecepatan cahaya, dan pada kecepatan tersebut indra kita tidak sanggup memproses segalanya yang berkontribusi terhadap pengalaman perseptual kita. Kita persepsikan objek objek sebagai berbeda dari satu sama lainnya karena gelombang energinya mengandung informasi yang berbeda, yang ditentukan oleh frekuensi atau getaran gelombang energi tersebut. Indera kita, karena fungsinya yang demikian lamban, hanya dapat menangkap penggalan penggalan energi dan kegiatan ini, dan kelompok kelompok informasi ini  menjadi “kursi”, "tubuh saya”, "air”, dan segala objek fisik lainnya di alam semesta yang kelihatan.

Ini serupa ketika kita menonton film. Seperti kita ketahui, film terdiri dari foto foto individual dengan lubang di masing masing kerangkanya yang diputar sedemikian cepat sehingga indra kita tidak lagi melihat kerangka kerangka tersebut sebagai terputus putus. Sebagai gantinya kita mempersepsikan suatu aliran informasi yang mulus.

Seandainya kita mampu mempersepsikan segalanya yang terjadi pada tingkatan kuantum, kita akan melihat bahwa kita semua adalah bagian dari suatu “sup energi” yang besar, dan segalanya hanyalah sekelompok energi yang terapung dalam sup energi ini. Setiap saatnya medan energi kita berhubungan dengan dan mempengaruhi medan energi setiap orang lainnya, dan kita masing masing memberikan respon terhadap pengalaman tersebut. Pada tingkatan yang lebih mendalam, sesungguhnya tidak ada batasan antara diri kita dengan segala hal lainnya di dunia ini. Ketika kita menyentuh sebuah objek, rasanya padat, seolah olah ada batasan yang jelas diantaranya dengan anda. Ahli fisika akan mengatakan bahwa kita mengalami batasan tersebut sebagai padat karena segalanya terdiri dari atom, dan kepadatan adalah rasa benturan atom dengan atom itu. Tetapi atom itu sesungguhnya hanya terdiri dari 99.999% ruang kosong yang berisi energi dan informasi. Hanya dalam kesadaran kita sajalah indra indra kita yang terbatas menciptakan dunia padat dari dunia yang sesungguhnya murni energi dan informasi itu. Tetapi bagaimanakah seandainya kita bisa melihat dalam domain kuantum - seandainya kita mempunyai “mata kuantum”. Di sini kita akan melihat bahwa yang kita kira merupakan objek padat itu sesungguhnya berkelap kelip dalam suatu kehampaan yang tak terhingga pada kecepatan cahaya. Seperti halnya melihat urutan kerangka dan lubang pada film itu, alam semesta ini sesungguhnya adalah fenomena kelap kelip. Kepadatan dan kontinuitas dunia ini ada hanya dalam imajinasi, yang diberikan oleh indera yang hanya dapat membedakan gelombang energi dan informasi yang membentuk tingkatan kuantum keberadaan. Kenyataannya, keberadaan kita terus kelap kelip. Seandainya saja kita sanggup menyempurnakan indera kita, kita bisa benar benar melihat lubang lubang dalam keberadaan kita. Kita berada disini, lalu tidak berada disini, lalu berada disini lagi. Kontinuitas itu hanya dipegang oleh ingatan kita.

Pikiran adalah medan energi dan informasi. Setiap ide pun merupakan energi dan informasi. Kita telah membayangkan keberadaan tubuh fisik kita dan keseluruhan dunia fisik ini dengan mempersepsikan sup energi sebagai berbeda dari entitas entitas fisik. Tetapi dari manakah asalnya pikiran yang bertanggung jawab atas imajinasi ini?

Kesadaran

Tingkat keberadaan ketiga terdiri dari intelejensi, atau kesadaran. Ini bisa disebut domain maya, domain spiritual, medan potensi, keberadaan universal, atau intelejensi nonlokal. Disinilah informasi dan energi itu muncul dari lautan kemungkinan. Tingkatan yang paling mendasar dari alam itu bukanlah material; bahkan bukan juga sup energi dan informasi melainkan murni potensi. Tingkatan realita nonlokal ini beroperasi di luar ruang dan waktu, yang pokoknya tidak ada dalam tingkatan ini. Disebut nonlokal karena tidak dapat dikurung dalam suatu lokasi- ia bukan “di dalam” diri kita ataupun “di luar” sana. Pokoknya ia ada.

Intelejensi domain spiritual inilah yang mengorganisasikan “sup energi” menjadi entitas entitas yang dapat dikenal. Itulah yang mengikat partikel partikel kuantum menjadi atom, atom menjadi mulekul, dan molekul menjadi struktur. Itulah kuasa yang mengorganisasikan dibalik segalanya. Seperti halnya dalam sub atom, perilaku dua atau lebih kejadian subatom tidaklah berhubungan sebab akibat yang berarti “kejadian yang satu bukanlah penyebab kejadian yang lain, tetapi perilaku yang satu berhubungan langsung atau terkoordinasikan dengan yang lain”. Dengan kata lain mereka tampaknya menari menurut irama yang sama walaupun mereka tidak berkomunikasi satu sama lainnya dalam pengertian yang konvensional. Inilah yang dimaksud dengan tidak diperantarai.

Hubungan antar kejadian kejadian non lokal ini juga tidak disaring, yang berarti kekuatan hubungannya tidaklah berkurang dengan jarak dalam ruang dan waktu. Umpamanya saya sedang berbicara di ruangan, maka suara saya akan terdengar lebih lemah pada jarak yang semakin jauh. Pada domain non lokal suara saya akan terdengar sangat jelas terlepas dari jarak dan waktu.

Ketiga, seketika artinya tidak dibutuhkan waktu tempuh bagi kejadian nonlokal. Hubungan nonlokal tidaklah mengikuti hukum fisika klasik. Tidak ada sinyal, tidak ada cahaya, dan tidak ada suara. Tidak ada sesuatu yang harus bergerak. Semuanya terjadi seketika, tanpa sebab, dan tanpa menjadi lemah dengan jarak dan waktu.

Intelejensi nonlokal itu ada dimana mana sekaligus, dan bisa menimbulkan multiefek sekaligus di berbagai lokasi. Dari kesadaran inilah segalanya di dunia ini diorganisasikan dan disinkronkan. Jadi inilah sumber kebetulan kebetulan yang demikian penting bagi takdir sinkron. Ketika kita hidup dari tingkatan ini, kita bisa secara spontan memenuhi hasrat kita. Kita bisa menciptakan keajaiban.

Kesadaran adalah hasil kerinduan manusia akan kuasa universal yang lebih besar daripada kita sendiri. Walaupun para filsuf  telah ribuan tahun mendiskusikan dan memperdebatkan keberadaan “roh”, baru abad keduapuluh ilmu pengetahuan dapat memberikan bukti keberadaan intelejensi nonlokal. Tanpa kesadaran, segalanya hanya akan ada sebagai paket potensial yang tidak didefinisikan, dari energi, dari murni potensi. Tanpa kesadaran bertindak sebagai pengamat dan penafsir, segalanya hanya akan ada sebagai murni potensi. Potensi murni itulah domain maya, tingkat keberadaan ketiga. Ia bersifat nonlokal dan tidak akan habis; ia tiada habis habis dan meliputi seluruhnya. Menggali potensi itulah yang memungkinkan menciptakan apa yang kita inginkan.

Medan intelejensi atau kesadaran yang tak terbatas ini ada dimana mana, mewujudkan dirinya dalam segalanya. Inilah tingkatan yang menghubungkan, mengkonsentrasikan dan mensinkronkan segalanya. Ia telah kita lihat beroperasi di tingkat partikel subatom – bangunan dasar dari segalanya – dan telah kita lihat ia menghubungkan satu sama lain dalam tingkatan yang melampaui keterpisahan. Buktinya ada di sekeliling kita, pada hewan, pada alam dan bahkan pada tubuh kita sendiri.


No comments:

Post a Comment