Laman

Thursday, November 8, 2012

Bagaimana Membangun Mesin Waktu

Oleh: Paul Davies

(Sumber: Scientific American Reports – Special Edition on Astrophysics, 2007, hal. 28-33)


Generator/mesin pengeret wormhole yang diimajinasikan oleh seniman futuris Peter Bollinger. Lukisan ini menggambarkan akselerator partikel raksasa berbasis angkasa yang sanggup menciptakan, memperbesar, dan memindahkan wormhole untuk dipergunakan sebagai mesin waktu.


"Tidak akan mudah, tapi mungkin dilakukan".

Perjalanan waktu telah menjadi tema sains fiksi populer sejak H. G. Wells menulis novel terkenalnya, The Time Machine, pada tahun 1895. Tapi bisakah itu betul-betul dilakukan? Mungkinkah membangun sebuah mesin yang dapat mengangkut manusia ke masa lalu atau masa depan?

Selama berdekade-dekade, perjalanan waktu berada di luar perbatasan sains terhormat. Namun pada tahun-tahun belakangan, topik ini telah menjadi semacam industri rumahan di kalangan fisikawan teoritis. Motivasinya sebagian adalah rekreasi—perjalanan waktu sangat menyenangkan untuk dipikirkan. Tapi riset ini mempunyai sisi serius pula. Memahami hubungan antara sebab dan akibat adalah bagian kunci dalam upaya menyusun unified theory (teori final) fisika. Jika perjalanan waktu yang tidak terlarang adalah mungkin, sekalipun secara prinsip, sifat unified theory bisa terpengaruh drastis.

Pemahaman terbaik kita atas waktu berasal dari teori relativitas Einstein. Sebelum teori ini muncul, waktu secara luas dianggap absolut dan universal, sama untuk setiap orang, tak peduli keadaaan fisikal mereka. Dalam teori relativitas khusus miliknya, Einstein mengajukan bahwa interval yang terukur di antara dua peristiwa tergantung kepada bagaimana pengamat bergerak. Yang krusial, dua pengamat yang bergerak secara berbeda akan mengalami durasi berbeda di antara dua peristiwa yang sama.

Efek [perjalanan waktu] acapkali digambarkan dengan menggunakan “paradoks kembar”. Kita andaikan saja Sally dan Sam adalah saudara kembar. Sally naik kapal roket dan bergerak pada kecepatan tinggi menuju sebuah bintang dekat, memutar balik, dan terbang kembali ke Bumi, sementara Sam tinggal di rumah. Bagi Sally, durasi perjalanan mungkin, katakanlah, setahun, tapi ketika dia kembali dan melangkah keluar dari kapal antariksa, dia mendapati bahwa 10 tahun sudah berlalu di Bumi. Saudaranya kini 9 tahun lebih tua dari dirinya. Sally dan Sam tak lagi berusia sama, meski fakta menunjukkan mereka lahir di hari yang sama. Contoh ini mengilustrasikan perjalanan waktu tipe terbatas. Praktisnya, Sally telah melompat 9 tahun ke masa depan Bumi.

Jet Lag

Efek ini, dikenal sebagai time dilation (pelebaran waktu), terjadi ketika dua pengamat bergerak relatif terhadap satu sama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak melihat pelengkungan waktu yang aneh, sebab efek tersebut menjadi dramatik hanya manakala gerakan terjadi mendekati kecepatan cahaya. Pada kecepatan pesawat pun, time dilation dalam perjalanan tipikal hanya sebesar beberapa nanodetik—hampir tidak mencapai ukuran Wells. Namun demikian, jam atom cukup akurat untuk merekam pergeseran dan mengkonfirmasi bahwa waktu betul-betul teregangkan oleh gerakan. Jadi perjalanan ke masa depan adalah fakta yang terbukti, sekalipun sejauh ini besarannya tidak mengasyikkan. (Jet lag: kelelahan yang dirasakan setelah penerbangan panjang melintasi zona waktu—penj)

Untuk mengamati pelengkungan waktu yang betul-betul dramatis, seseorang harus melihat melampaui alam pengalaman biasa. Partikel-partikel subatom dapat didorong pada hampir kecepatan cahaya dalam mesin akselerator besar. Beberapa dari partikel ini, seperti muon, memiliki jam terintegrasi sebab ia membusuk dengan half-life yang pasti (half-life: waktu yang diperlukan bagi keradioaktifan untuk jatuh ke setengah harga asalnya-penj); menurut teori Einstein, muon yang bergerak cepat di dalam akselerator teramati membusuk dengan gerakan lambat. Beberapa sinar kosmik juga mengalami pelengkungan waktu spektakuler. Partikel-partikel ini bergerak mendekati kecepatan cahaya sehingga, dari sudut pandang mereka, mereka menyeberangi galaksi dalam hitungan menit, sekalipun dalam kerangka referensi Bumi mereka terlihat memerlukan waktu puluhan ribu tahun. Jika time dilation tidak terjadi, partikel-partikel itu tidak akan pernah sampai di sini.
Overview: Perjalanan Waktu
  • Perjalanan waktu ke depan cukup mudah. Jika Anda bergerak mendekati kecepatan cahaya atau duduk di sebuah medan gravitasi kuat, Anda mengalami waktu secara lebih lambat dibanding orang lain—sama dengan mengatakan bahwa Anda pergi ke masa depan mereka. 
  • Perjalanan ke masa lalu agak lebih rumit. Teori relativitas memperkenankannya di konfigurasi ruangwaktu tertentu: alam semesta yang berotasi, silinder yang berotasi, dan, yang paling terkenal, wormhole—terowongan ruang dan waktu.
Kecepatan adalah satu cara untuk melompat mendahului waktu. Gravitasi adalah cara lain. Dalam teori relativitas umumnya, Einstein memprediksikan bahwa gravitasi memperlambat waktu. Jam berjalan sedikit lebih cepat di loteng dibanding di ruang bawah tanah, yang lebih dekat dengan pusat Bumi dan oleh karenanya lebih dalam di medan gravitasi. Demikian pula halnya, jam berjalan lebih cepat di angkasa daripada di permukaan tanah. Sekali lagi, efek ini sangat kecil, tapi telah diukur secara langsung dengan menggunakan jam akurat. Tentu saja, efek pelengkungan waktu ini harus diperhitungkan dalam Global Positioning System. Jika tidak, pelaut, sopir taksi, dan misil jelajah akan menyimpang arah berkilometer-kilometer.

Di permukaan sebuah bintang neutron, gravitasi begitu kuat sehingga waktu melambat sekitar 30% dari waktu Bumi. Dilihat dari bintang semacam itu, peristiwa di Bumi akan menyerupai video yang dipercepat maju (fast forward). Black hole merepresentasikan pelengkungan waktu terhebat; di permukaan black hole, waktu berhenti menurut Bumi. Artinya jika Anda jatuh ke dalam black hole dari dekat, dalam interval singkat ia membawa Anda mencapai permukaan, keabadian akan berlalu di alam semesta lebih luas. Oleh karenanya, kawasan di dalam black hole melampaui akhir waktu, jika diperbandingkan dengan alam semesta sebelah luar. Bila seorang astronot dapat meluncur sangat dekat ke sebuah black hole dan pulang tanpa cedera—tak dapat disangkal merupakan kemungkinan khayalan dan gila-gilaan—dia bisa melompat jauh ke masa depan.

Kepala Saya Berputar

Sejauh ini saya telah membahas perjalanan waktu ke depan. Bagaimana dengan perjalanan ke belakang? Ini jauh lebih problematis. Pada 1948, Kurt Gödel dari Institute for Advanced Study di Princeton, N.J., membuat solusi persamaan medan gravitasi Einstein yang menggambarkan alam semesta yang berotasi. Di alam semesta ini, seorang astronot bisa berjalan menembus ruang angkasa untuk mencapai masa lalunya sendiri. Ini terjadi lantaran cara gravitasi mempengaruhi cahaya. Rotasi alam semesta akan menyeret cahaya (dan karenanya menjadi hubungan kausa antara objek-objek) memutar bersamanya, memungkinkan sebuah objek materi berjalan dalam ikalan ruang tertutup yang juga merupakan ikalan waktu tertutup, tanpa melebihi kecepatan cahaya di lingkungan dekat partikel pada tahap apa pun. Solusi Gödel tidak dianggap sebagai barang aneh matematika—bagaimanapun juga, observasi tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa alam semesta secara keseluruhan sedang berputar. Namun demikian solusinya bermanfaat untuk mendemonstrasikan bahwa pergi ke masa lalu tidak dilarang oleh teori relativitas. Memang, Einstein mengakui dirinya terganggu oleh pemikiran bahwa teorinya memperkenankan perjalanan ke masa lalu di bawah beberapa kondisi.

Mesin Waktu Wormhole dalam Tiga Langkah yang Tidak Begitu Mudah


1. Temukan atau bangun wormhole—terowongan yang
menghubungkan dua lokasi berbeda di ruang angkasa.
Wormhole besar mungkin eksis secara alami di ruang
angkasa, sebagai relik big bang. Kalau tidak, kita harus
membuat wormhole subatom, baik yang alami
(yang diperkirakan berkedip muncul dan menghilang
di sekitar kita) atau yang buatan (dihasilkan oleh akselerator
partikel, seperti yang dibayangkan di sini). Wormhole
kecil ini harus diperbesar sampai pada ukuran berguna,
mungkin menggunakan medan-medan energi seperti
yang menyebabkan ruang angkasa berinflasi segera
setelah big bang.


2. Menstabilkan wormhole. Infusi energi negatif, dihasilkan
oleh cara-cara quantum seperti apa yang disebut efek Casimir,
akan membolehkan sinyal atau objek melewati wormhole
secara aman. Energi negatif menetralkan kecenderungan
wormhole untuk menjadi titik berdensitas tak terhingga atau
hampir tak terhingga. Dengan kata lain, ia mencegah wormhole
menjadi black hole.


3. Mengeret wormhole. Sebuah kapal antariksa,
diasumsikan berteknologi sangat maju, memisahkan
mulut-mulut wormhole. Satu mulut diposisikan di dekat
permukaan bintang neutron, bintang sangat padat dan
bermedan gravitasi kuat. Gravitasi yang hebat 
menyebabkan waktu berjalan lebih lambat. Karena 
waktu berjalan lebih cepat di mulut lain wormhole, 
kedua mulut tak hanya menjaditerpisah ruang, 
tapi juga waktu.

Skenario-skenario lain untuk memperkenankan perjalanan ke masa lalu juga ditemukan. Contoh, pada 1974, Frank J. Tipler dari Universitas Tulane mengkalkulasi bahwa silinder panjang tak terhingga dan masif yang berputar pada porosnya pada hampir kecepatan cahaya bisa membuat astronot mengunjungi masa lalu mereka, dengan, lagi-lagi, menyeret cahaya mengitari silinder menjadi ikalan. Pada 1991, J. Richard Gott dari Universitas Princeton memprediksikan bahwa string kosmik—struktur yang dianggap para kosmolog terbentuk di tahap-tahap awal big bang—dapat menghasilkan yang serupa. Tapi pada pertengahan 1980-an, muncul skenario paling realistis untuk perjalanan waktu, berlandaskan konsep wormhole.

Dalam sains fiksi, wormhole terkadang dijuluki sebagai stargate; ia menawarkan jalan pintas antara dua titik yang terpisah jauh di ruang angkasa. Melompat lewat wormhole hipotetis, dan Anda dapat keluar beberapa saat kemudian di sisi lain galaksi. Secara alami, wormhole cocok dengan teori relativitas umum, di mana gravitasi tidak hanya melengkungkan waktu, tapi juga ruang. Teori ini memperkenankan analogi rute jalan dan terowongan alternatif yang menghubungkan dua titik di ruang angkasa. Matematikawan menyebut ruang seperti itu sebagai multiply connected space. Seperti terowongan di bawah bukit yang bisa lebih pendek daripada jalan di permukaan, wormhole mungkin lebih pendek daripada rute biasa lewat ruang biasa.

Wormhole digunakan sebagai perangkat fiksi oleh Carl Sagan dalam novel tahun 1985-nya, Contact. Terinspirasi oleh Sagan, Kip S. Thorne dan rekan-rekan kerjanya di California Institute of Technology bermaksud menemukan apakah wormhole sesuai dengan ilmu fisika yang kita kenal. Titik tolak mereka adalah bahwa wormhole menyerupai black hole sebagai objek bergravitasi mengerikan. Tapi tak seperti black hole, yang menawarkan perjalanan satu arah entah ke mana, wormhole mempunyai jalan keluar sebagaimana halnya jalan masuk.


Tak seperti black hole yang menawarkan perjalanan satu arah entah ke mana, wormhole mempunyai jalan keluar sebagaimana halnya jalan masuk.

Dalam Ikalan

Agar wormhole dapat dilewati, ia harus mengandung apa yang diistilahkan oleh Thorne sebagai materi eksotis. Praktisnya, ini adalah sesuatu yang akan menghasilkan antigravitasi untuk melawan kecenderungan alami sebuah sistem masif untuk ber-implode (meledak ke dalam) menjadi black hole akibat bobotnya yang hebat. Antigravitasi, atau tolakan gravitasi, bisa dihasilkan oleh energi atau tekanan negatif. Kondisi energi negatif diketahui eksis di sistem-sistem quantum tertentu, yang menyiratkan bahwa materi eksotis Thorne tidak dikesampingkan oleh hukum fisika, walaupun tidak jelas apakah [sistem] berantigravitasi yang secukupnya dapat dirangkai untuk menstabilkan wormhole.

Thorne dan koleganya segera menyadari bahwa jika sebuah wormhole yang stabil dapat dibuat, maka itu dapat dengan cepat diubah menjadi mesin waktu. Seorang astronot yang melewatinya mungkin tidak hanya keluar di suatu tempat lain di alam semesta, tapi juga di suatu waktu lain—baik masa depan ataupun masa lalu.

Bentuk Perjalanan Waktu ke Depan yang Eksis


Guna menyesuaikan wormhole untuk perjalanan waktu, salah satu mulutnya bisa dieret/digandengkan pada sebuah bintang neutron dan ditaruh dekat permukaannya. Gravitasi bintang tersebut akan memperlambat waktu di dekat mulut wormhole, sehingga selisih waktu antara ujung-ujung wormhole akan secara bertahap berakumulasi. Jika kedua mulut diparkir di tempat yang mudah dicapai di angkasa, selisih waktu ini akan tetap terbeku.

Anggap selisihnya 10 tahun. Seorang astronot yang melewati wormhole di satu arah akan lompat 10 tahun ke masa depan, sebaliknya astronot yang melewati arah lain akan lompat 10 tahun ke masa lalu. Dengan kembali ke titik tolaknya di ruang biasa pada kecepatan tinggi, astronot kedua dapat pulang sebelum dia berangkat. Dengan kata lain, ikalan ruang tertutup bisa menjadi ikalan waktu tertutup pula. Batasannya adalah bahwa astronot tidak dapat pergi ke waktu sebelum wormhole pertama kali dibangun.

Persoalan berat yang terdapat dalam pembuatan mesin waktu wormhole adalah pembuatan wormhole. Mungkin ruang angkasa terpasangi struktur semacam itu secara alami—relik big bang. Jika demikian, superperadaban bisa menyitanya. Kemungkinan lain, wormhole secara alami menjadi eksis pada skala kecil, disebut panjang Planck, sekitar faktor 1020 kali lebih kecil dari nukleus atom. Secara prinsip, wormhole sekecil itu bisa distabilkan oleh denyutan energi dan kemudian dengan suatu cara dipompa sampai pada dimensi yang dapat dipergunakan.

Disensor!

Asumsikan persoalan teknis dapat diatasi, produksi mesin waktu bisa membuka kotak Pandora paradoks sebab-akibat. Pertimbangkan, misalnya, pelancong waktu yang mengunjungi masa lalu dan membunuh ibunya ketika sang ibu masih gadis. Masuk akalkah ini? Jika gadis tersebut mati, dirinya tidak bisa menjadi ibunda si pelancong waktu. Tapi jika si pelancong waktu tak pernah dilahirkan, dia tidak mungkin pergi ke masa lalu dan membunuh ibunya.

Paradoks seperti ini muncul manakala pelancong waktu mencoba mengubah masa lalu, yang jelas-jelas mustahil. Tapi itu tidak mencegah seseorang menjadi bagian masa lalu. Misalkan saja si pelancong waktu pergi ke masa lalu dan menyelamatkan seorang gadis dari pembunuhan, dan gadis ini tumbuh dewasa menjadi ibunya. Ikalan sebab-akibat kini menjadi konsisten dengan sendirinya dan tidak lagi paradoks. Konsistensi sebab-akibat dapat membatasi hal-hal yang bisa dilakukan seorang pelancong waktu, tapi tidak meniadakan perjalanan waktu itu sendiri.

Induk Semua Paradoks

Induk paradoks yang terkenal (terkadang dirumuskan menggunakan hubungan kekeluargaan lain) muncul ketika manusia atau objek dapat pergi ke masa lalu dan mengubahnya. Versi sederhana menggunakan bola biliar. Sebuah bola biliar yang melewati mesin waktu wormhole. Ketika ia muncul, ia mengenai dirinya sendiri di waktu terdahulu, sehingga mencegahnya memasuki wormhole.


Resolusi paradoks berawal dari kesadaran sederhana: bola biliar tidak bisa melakukan sesuatu yang tidak konsisten dengan logika atau hukum fisika. Ia tidak dapat melewati wormhole dengan suatu cara yang mencegahnya lewat. Tapi tak ada yang menghentikannya melewati wormhole dengan cara lain yang tak terhitung.

Sekalipun perjalanan waktu bukan paradoks keras, ia sudah pasti aneh. Pertimbangkan pelancong waktu yang melompat satu tahun ke depan dan membaca tentang teorema matematis baru dalam Scientific American edisi masa depan. Dia mencatat detailnya, kembali ke masanya, lalu mengajarkan teorema tersebut kepada seorang murid, yang kemudian menulisnya untuk dikirim ke Scientific American. Artikelnya, tentu saja, merupakan artikel yang dibaca si pelancong waktu. Pertanyaan yang kemudian muncul: Dari mana informasi tentang teorema tersebut berasal? Bukan dari si pelancong waktu, karena dia membacanya, tapi bukan pula dari si murid, yang mengetahuinya dari si pelancong waktu. Informasi tersebut nampaknya eksis tidak dari manapun, secara tak masuk akal.

Konsekuensi ganjil perjalanan waktu telah membuat beberapa ilmuwan menolak pemikiran tersebut mentah-mentah. Stephen Hawking dari Universitas Cambridge telah mengajukan “penaksiran perlindungan kronologi” (chronology protection conjecture), yang akan mengilegalkan ikalan sebab-akibat. Karena teori relativitas diketahui memperkenankan ikalan sebab-akibat, perlindungan kronologi membutuhkan suatu faktor lain untuk mencegah perjalanan ke masa lalu. Apakah faktor tersebut? Sebuah usulan menyatakan bahwa proses-proses quantum akan menjadi penyelamat. Eksistensi mesin waktu akan memperkenankan partikel-partikel mengikal ke masa lalu mereka. Kalkulasi mengisyaratkan bahwa disturbansi yang terjadi akan menguat otomatis (self-reinforcing), menciptakan sentakan energi yang akan menghancurkan wormhole.

Perlindungan kronologi masih merupakan spekulasi, jadi perjalanan waktu tetap sebuah kemungkinan. Resolusi materi final mungkin harus menunggu keberhasilan penyatuan mekanika quantum dan gravitasi, barangkali lewat teori seperti teori string atau ekstensinya, yang disebut M-theory. Bahkan ada kemungkinan akselerator partikel generasi berikutnya akan mampu menciptakan wormhole subatom yang bertahan cukup lama bagi partikel-partikel di dekatnya untuk membuat ikalan sebab-akibat singkat. Ini akan jauh berbeda dari bayangan mesin waktu Wells, tapi akan mengubah gambaran kita tentang realitas fisik untuk selama-lamanya.

Penulis

Paul Davies adalah direktur Beyond: Center for Fundamental Concepts in Science di Arizona State University. Berprofesi sebagai fisikawan dan kosmolog teoritis, dia juga bekerja di bidang astrobiologi. Dia merupakan salah satu penulis buku populer fisika yang paling subur. Perhatian riset ilmiahnya meliputi black hole, teori medan quantum, sifat kesadaran, serta awal-mula dan evolusi kehidupan.

Untuk Digali Lebih Jauh
  • Time Machines: Time Travel in Physics, Metaphysics, and Science Fiction. Paul J. Nahin. American Institute of Physics, 1993.
  • The Quantum Physics of Time Travel. David Deutsch dan Michael Lockwood dalam Scientific American, Vol. 270, No. 3, hal. 68–74; Maret 1994.
  • Black Holes and Time Warps: Einstein’s Outrageous Legacy. Kip S. Thorne. W. W. Norton, 1994.
  • Time Travel in Einstein’s Universe: The Physical Possibilities of Travel through Time. J. Richard Gott III. Houghton Mifflin, 2001.
  • How to Build a Time Machine. Paul Davies. Viking, 2002.
Sumber: Sainstory -Sains Social History

No comments:

Post a Comment