Laman

Monday, December 12, 2016

Helen Keller - AKU BUTA DAN TULI SEJAK BAYI



A Chant of Darkness

I

Tak berani kubertanya kenapa kami tak diberi cahaya,
Terhempas ke pulau-pulau sepi di samudra tak terukur,

Atau bagaimana penglihatan kami membentuk visi nan indah,
Lalu pudar dan sirna, meninggalkan kami sendiri di gelap buta.

Rahasia Tuhan berdiam di kuil kami;
Dalam rahasia-Nya tak berani kumengintip. Hanya ini kutahu:

Dengan-Nya ada kekuatan, bersama-Nya ada hikmat,
Dan hikmat-Nya meletakkan kegelapan di atas jalan kami.

Dari gelap yang tak terpeta dan terkira kami tiba,
Dan tak lama lagi kami akan kembali
Kepada gelap yang luas dan abadi.

O Gelap! Kau yang menakutkan, tetapi manis dan suci!
Dalam ruang anggunmu, lepas dari mata manusia,

Tuhan membentuk semesta-Nya; Ia meletakkan pasak bumi,
Ia menetapkan ukurannya, membentangkan garis di atasnya;

Ia menutup laut dengan pintu-pintu, menjadikan kemegahan
Awan-gemawan yang menyelubunginya;

Ia pun memerintah pagi, dan saksikan, kekacauan berhenti
Dengan terbitnya mentari;

Ia membagi arus untuk air yang melimpah;
Ia mencurahkan hujan ke bumi—

Di atas alam lepas, di tempat tak ada manusia,
Di atas gurun tempat daun-daun lembut tak muncul,

Dan lihatlah, kehijauan marak di padang-padang,
Dan bukit-bukit berjubah keindahan!

Dari gelap yang tak terpeta dan terkira kami tiba,
Dan tak lama lagi kami akan kembali
Kepada gelap yang luas dan abadi.

O Gelap! Kau yang penuh rahasia tak terungkap!
Di kedalaman sunyimu, di dasar mata air tak terukur,
Tuhan membentuk jiwa manusia.

O Gelap! Kau yang penuh kasih dan mahatahu!
Bak bayang senja, pesanmu mendatangi manusia.

Kau letakkan jemari halusmu di kelopak mata yang letih,
Dan jiwanya, yang letih dan merindu rumahnya, kembali
Ke dalam pelukmu yang tenang damai.

Dari gelap yang tak terpeta dan terkira kami tiba,
Dan tak lama lagi kami akan kembali
Kepada gelap yang luas dan abadi.

O Gelap! Gelap yang bijak, menggeliat dan melesat!
Di dalam misterimu kau sembunyikan cahaya
Kehidupan jiwa.

Di tepianmu yang senyap aku berjalan tegap;
Tak cemas bahaya, walau berjalan di lembah buta.

Tak akan kukenal gelombang ketakutan
Saat Maut yang lembut membawaku ke pintu hidup,

Tatkala selubung malam terbuka,
Dan siang memancarkan cahayanya.

Dari gelap yang tak terpeta dan terkira kami tiba,
Dan tak lama lagi kami akan kembali
Kepada gelap yang luas dan abadi.

Jiwa lemah, yang diburu ketakutan, menolak kegelapan;
Tetapi di wajah kami yang harus berdiam dalam kelam

Berhembus angin yang berasal dari sayap-sayap malaikat,
Di sekitarnya keluar cahaya dari api yang tak kasatmata.

Tiang cahaya ajaib yang bersinar di kegelapan;
Jalan keindahan yang berkelok ke dalam dunia hitam
Menuju dunia cahaya lainnya,
Di mana tiada tabir indra yang mencegahnya dari surga.

Dari gelap yang tak terpeta dan terkira kami tiba,
Dan tak lama lagi kami akan kembali
Kepada gelap yang luas dan abadi.

O Gelap! Kau yang terberkati dan tenang!
Kepada yang terbuang yang harus tinggal bersamamu,

Betapa pemurah dan ramahnya dirimu;
Dari kejamnya dunia kau lindungi ia;

Kepadanya kau bisikkan rahasia malam yang penuh misteri;
Kepadanya kau limpahkan rentang ruang yang luas,
Seperti jiwanya yang tak terbatas;

Kau anugerahkan kemuliaan kepada yang rendah;
Dengan kepakmu kau selimuti segala yang tak indah;
Di bawah sayap-sayapmu kutemukan kedamaian.

Dari gelap yang tak terpeta dan terkira kami tiba,
Dan tak lama lagi kami akan kembali
Kepada gelap yang luas dan abadi.

II

Pernah di kehampaan cahaya aku mengembara;
Dalam gelap aku terjerembap,
Dan ketakutan menuntun tanganku;
Kakiku tertancap ke bumi,
Cemas akan sejuta lubang.
Oleh berbagai teror malam yang menakutkan.
Kepada hari yang baru terbangun,
Kuulurkan tanganku memohon.

Kemudian datanglah Cinta, di tangannya terbawa
Pelita yang menjadi terang langkah,
Lalu dengan lembut berkatalah Cinta:

“Sudahkah kau
Masuki gelap yang kaya-raya?
Sudahkan kau masuki kekayaan malam?
Carilah dalam kebutaanmu. Di sana tersimpan
Harta Karun yang tak terbilang.”

Kata-kata Cinta itu menyalakan semangatku.
Penuh gairah, jemariku mencari misteri-misteri itu,
Yang megah, yang suci dan terdalam, dari segala hal,
Dan dalam ketiadaan, dengan kepekaan spiritual
Kukenali penuhnya kehidupan;
Dan pintu gerbang Hari pun terbentang lebar.

Aku tersentak oleh keriangan;
Tubuhku gemetar oleh sukacita;
Hatiku dan seluruh bumi
Bergetar oleh kebahagiaan;
Ekstase kehidupan
Melanda seluruh dunia.
Pengetahuan telah menyibak tirai surga;
Di tepian terluar kegelapan, memancarlah cahaya;
Malam mengirimkan pilar cahaya!

Hai si buta yang tersandung gelap tanpa terang,
Saksikanlah harimu yang segar baru!
Dalam ketakpastian, berkilau bintang Pikiran;
Daya khayal memperoleh mata yang cemerlang,
Dan pikiran beroleh penglihatan yang gemilang.

“Aku baru saja mengalami mimpi yang tak akan bisa dijelaskan dengan akal manusia. Aku rasa begitu. Tak ada seorang pun bisa menjelaskannya. Tak ada mata yang pernah melihatnya. Tak ada telinga yang pernah mendengarnya. Tak ada tangan yang mampu mencicipinya. Tak ada lidah yang memahaminya. Dan hati pun tak kuasa melaporkan bagaimana sebenarnya mimpiku itu.”

III

“Orang itu buta. Apa artinya kehidupan baginya?
Sebuah buku tertutup di depan wajahnya yang lelah.
Andai saja ia bisa melihat
Bintang jelita itu, dan mengetahui
Sebuah momen suci yang menggelorakan
Dan degup sukacita oleh penglihatan!”
Segala penglihatan berasal dari jiwa.
Saksikanlah jiwamu terbang mengembara.

Dengan semangat tak terkekang! Pernahkah kau lihat
Pikiran bersemi di wajah seorang anak buta?

Kau lihatkah pikirannya berkembang,
Seperti fajar bersuar, menggapai
Cahaya Sang Penguasa?
Itulah hebatnya mata batin kita.

Di dunia yang luar biasa tempatku berada
Kujelajahi hidupku dengan rabaan tanganku;
Aku berbahagia ketika memahami;

Jemariku selalu ingin menyentuh bumi,
Dan meneguk keajaibannya dengan sukacita,
Menarik rasa bahagia dari bumi tercinta;

Kakiku dilimpahi suara gumaman,
Detakan, dari segala yang tumbuh berkembang.
Inilah sentuhan, yang bergetar penuh arti,
Nyala ini, udara ini,
Desir darah yang gembira ini,
Cerahnya hari di hati ini,
Hangatnya simpati di telapak tangan ini!

Kau, sentuhan buta, yang penuh kasih dan mencari,
Untukku kau buka buku kehidupan ini.

Suara-suara lirih bumi yang tak berisik
Datang dengan desirnya yang berkersik;

Kaki-kaki kehidupan yang manis dan pemalu;
Dengung selembut sutra sayap-sayap ngengat
Di atas telapak tanganku yang tertahan;

Riuh kepak sayap-sayap serangga;
Tetesan air berwarna keperakan;
Angin sepoi yang sibuk di sela rumput musim panas;
Daun berembun beku yang melayang diayun angin;

Guyur hujan musim panas laksana kristal,
Terurai bau tanah gembur beraroma.

Jemariku yang siaga mendengar
Curahan berbagai suara
Yang dihantarkan angin rimba.

Aku bermandikan bayangan basah
Di bawah pohon pinus, di mana udaranya sejuk
Saat hujan selesai merajuk.

Teman kecilku, si tupai yang lincah
Mengibas pundakku dengan ekornya,
Melompat dari ayun ranting satu ke ayun ranting lainnya,
Lalu kembali menikmati sarapannya di tanganku.

Ada cinta yang gembira antara aku dengannya;
Ia melonjak; detak jantungku berdansa;
Betapa hidup yang bergairah membuatku sukacita.

Bukankah pernah jemariku mengukir pasir
Di pantai yang bermandikan cahaya surya?

Bukankah pernah tubuhku merasakan air bernyanyi
Ketika lautan memeluknya
Dengan musiknya yang beralun-alun?

Bukankah pernah kurasakan
Ayunan ombak di bawah perahu,
Kibaran layar,
Kencangya tiang kapal
Hembusan liar
Dari angin yang dibumbui petir?

Bukankah pernah kucium bau
Sayap-sayap yang cekatan dan siap terbang
Sebelum badai menjelang?

Di sini sukacita bangkit, bercahaya;
Di sini, di geloranya hati.

Tanganku melahirkan penglihatan dan suara dari perasaan,
Indra-indra bergerak di dalam diriku tiada akhirnya;
Menautkan gerakan dengan penglihatan, bau dengan suara

Tanganku memberikan warna pada angin yang legit.
Tanganku memberikan ritme dan gairah sebuah simfoni

Pada getar sayap-sayap yang tak kasatmata.
Dalam rahasia bumi, matahari, dan udara

Jemariku sangatlah bijaksana;
Ditangkapnya cahaya dari kegelapan,
Dan terpesona pada harmoni yang meniti dalam sunyi.

Aku berjalan di hening malam,
Dan jiwaku berdendang kebahagiaan.

O Malam, yang hening beraroma, betapa kumencintaimu!
O Malam, yang luas lempang, betapa kumencintaimu!
O Malam, yang setia dan agung!

Kusentuh kau dengan tanganku;
Aku bersandar pada kekuatanmu;
Dan kutemukan damai di dalammu.

O Malam yang tiada batas dan indah!
Kaulah pelipur jiwaku yang resah
Aku bersemayam lega di pelukmu

O Ibu yang gelap dan penuh kasih!
Bagai merpati, aku beristirahat di dadamu.

Dari gelap yang tak terpeta dan terkira kami tiba,
Dan tak lama lagi kami akan kembali
Kepada gelap yang luas dan abadi....

Helen Keller adalah perempuan penderita buta-tuli sejak usia 19 bulan. Seperti berada dalam mimpi abadi, baginya tidur dan jaga tak bisa dibedakan. Semua gelap membisu. Tetapi dengan kekuatan jiwanya, seiring bertumbuhnya kesadaran, perlahan-lahan ia berikhtiar melampaui cacat fisiknya. Ia belajar “melihat” dan “mendengar” dengan tangan, hidung, dan lidahnya. Tatkala mata dan telinga berhenti berfungsi, penglihatan batin dan imajinasinya berkembang pesat. Ia dapat menyimak musik orkestra atau lolong serigala dengan merasakan getaran suara yang merambat melalui udara dan benda-benda. Kepekaannya bahkan membuatnya mampu meramal sebuah peristiwa, seperti badai, sebelum itu terjadi. Dunia yang tak ramah bagi orang seperti dirinya ia taklukkan dengan capaian-capaiannya yang mengagumkan. Ia penderita buta-tuli pertama yang meraih gelar sarjana dan penulis sejumlah buku masterpiece yang menginspirasi jutaan pembaca. Ia pun berhasil menjawab keangkuhan orang-orang yang mengagungkan kemampuan indrawi dan mengabaikan dunia batin yang lebih kaya. Buku ini adalah rekaman Helen Keller ketika menjelajah kegelapan dan kesunyian di dalam dirinya. Dengan gaya tutur yang mempesona, dibabarnya rahasia sentuhan, penciuman, imajinasi, mimpi, dan daya spiritual—yang merupakan potensi terbesar manusia.

Testimoni:

“Kisah menakjubkan perjuangan anak manusia yang mengatasi keterbatasan fisiknya.”
—Times

“Inilah salah satu catatan paling berharga dalam sejarah manusia.”
---British Weekly

“Dokumentasi tentang makna hidup terdalam. Sulit dicari tandingannya dalam sejarah penulisan.”
—Yorkshire Post

“Semua orang pasti tersentuh dan terpukau oleh kesabaran, cinta kasih, dan kecerdasan yang ditunjukkan Helen Keller di buku ini.”
—Queen

Judul Asli: The World I Live In
Pengarang: Helen Keller

Sumber: Essence - agus

1 comment: