Laman

Monday, December 12, 2016

Helen Keller


Pernah di kehampaan cahaya aku mengembara;
Dalam gelap aku terjerembap,
Dan ketakutan menuntun tanganku;
Kakiku tertancap ke bumi,
Cemas akan sejuta lubang.
Oleh berbagai teror malam yang menakutkan.
Kepada hari yang baru terbangun,
Kuulurkan tanganku memohon.

Kemudian datanglah Cinta, di tangannya terbawa
Pelita yang menjadi terang langkah,
Lalu dengan lembut berkatalah Cinta:

“Sudahkah kau

Masuki gelap yang kaya-raya?

Sudahkan kau masuki kekayaan malam?

Carilah dalam kebutaanmu. Di sana tersimpan

Harta Karun Yang Tak Terbilang.”

Kata-kata Cinta itu menyalakan semangatku.
Penuh gairah, jemariku mencari misteri-misteri itu,
Yang megah, yang suci dan terdalam, dari segala hal,
Dan dalam ketiadaan, dengan kepekaan spiritual
Kukenali penuhnya kehidupan;
Dan pintu gerbang Hari pun terbentang lebar.

Aku tersentak oleh keriangan;
Tubuhku gemetar oleh sukacita;
Hatiku dan seluruh bumi
Bergetar oleh kebahagiaan;
Ekstase kehidupan
Melanda seluruh dunia.

Pengetahuan telah menyibak tirai surga;
Di tepian terluar kegelapan, memancarlah cahaya;
Malam mengirimkan pilar cahaya!

Hai si buta yang tersandung gelap tanpa terang,
Saksikanlah harimu yang segar baru!
Dalam ketakpastian, berkilau bintang Pikiran;
Daya khayal memperoleh mata yang cemerlang,
Dan pikiran beroleh penglihatan yang gemilang.

“Orang itu buta. Apa artinya kehidupan baginya?
Sebuah buku tertutup di depan wajahnya yang lelah.
Andai saja ia bisa melihat
Bintang jelita itu, dan mengetahui
Sebuah momen suci yang menggelorakan
Dan degup sukacita oleh penglihatan!”

Segala penglihatan berasal dari jiwa.
Saksikanlah jiwamu terbang mengembara

Dengan semangat tak terkekang! Pernahkah kau lihat
Pikiran bersemi di wajah seorang anak buta?

Kau lihatkah pikirannya berkembang,
Seperti fajar bersuar, menggapai
Cahaya Sang Penguasa?
Itulah hebatnya mata batin kita.

“Aku baru saja mengalami "mimpi" yang tak akan bisa dijelaskan dengan akal manusia. Aku rasa begitu. Tak ada seorang pun bisa menjelaskannya. Tak ada mata yang pernah melihatnya. Tak ada telinga yang pernah mendengarnya. Tak ada tangan yang mampu mencicipinya. Tak ada lidah yang memahaminya. Dan hati pun tak kuasa melaporkan bagaimana sebenarnya "mimpi"ku itu.”

Sumber: blog Essence - agus

1 comment: