Oleh: George F.R. Ellis
(Sumber: Scientific American, Agustus 2011, hal 38-43)
Bukti eksistensi alam-alam semesta paralel yang sangat berbeda dari alam semesta kita mungkin masih di luar domain sains.

Selama dekade terakhir, sebuah klaim luar biasa telah memikat para 
kosmolog: alam semesta mengembang yang kita saksikan di sekeliling kita 
bukanlah satu-satunya; miliaran alam semesta lain ada di luar sana. 
Bukan satu 
universe—yang ada 
multiverse. Dalam artikel-artikel Scientific American dan buku-buku seperti karangan terakhir Brian Green, 
The Hidden Reality,
 para ilmuwan terkemuka sudah membahas revolusi super-Copernican. Dalam 
pandangan ini, bukan hanya bahwa planet kita adalah salah satu dari 
sekian banyak planet, tapi juga bahkan keseluruhan alam semesta kita 
tidak signifikan pada skala kosmik segala sesuatu. Ia cuma satu dari 
banyak alam semesta tak terhitung, masing-masing mengerjakan urusannya 
sendiri.
Kata “multiverse” memiliki makna-makna berlainan. Astronom mampu 
melihat ke jarak sekitar 42 miliar tahun-cahaya, horizon visual kosmik 
kita. Kita tak punya alasan untuk menyangka alam semesta berhenti sampai
 di situ. Di baliknya boleh jadi banyak—bahkan tak terhingga—domain yang
 sangat mirip dengan yang kita saksikan. Masing-masing memiliki 
distribusi materi awal berlainan, tapi hukum fisika yang sama beroperasi
 di semuanya. Hampir semua kosmolog hari ini (termasuk saya) menerima 
tipe multiverse ini, yang Max Tegmark sebut “level 1”. Tapi sebagian 
beranjak lebih jauh. Mereka mengemukakan jenis-jenis alam semesta amat 
berbeda, dengan fisika berbeda, sejarah berbeda, barangkali jumlah 
dimensi ruang berbeda. Sebagian besar hampa, walaupun sebagian lain 
disesaki kehidupan. Pendukung utama multiverse “level 2” ini adalah 
Alexander Vilenkin, yang melukis sebuah gambar dramatis berupa set alam 
semesta tak terhingga dengan jumlah galaksi tak terhingga, jumlah planet
 tak terhingga, dan jumlah orang tak terhingga dengan nama Anda dan 
sedang membaca artikel ini.