Aliran-aliran Pemikiran dalam Islam
" ... Barangsia yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak ... " (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:269)
"Tinta para ulama lebih suci dibanding dengan darah para syuhada" (Hadist)
"Mereka yang meninggalkan rumahnya dalam mencari ilmu pengetahuan, mereka berjalan di atas jalan Allah" (Hadist).
JABARIAH & QADARIAH
Dalam sejarahnya kaum muslimin telah memberi warna dalam bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, filsafat, dan kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan pemikiran dan aliran pemikiran dalam islam, sbb:
Jabariah adalah nama bagi sekelompok aliran yang menganut paham atau mazhab jabar, yang mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai andil dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya, akan tetapi Allah lah yang menggerakkannya.
Sedangkan Qadariah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkan sendiri. Untuk melaksanakan kehendak-Nya, menurut paham Qadariah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatannya.
Varian dari Jabariah & Qadariah
MU'TAZILLAH (Rasionalisme Muslim)
Keesaan Tuhan & Keadilan Tuhan
Keadilan Tuhan: Tuhan selamanya adil dan tidak bisa lalim.
Tuhan memberikan sebagian kebebasan berkendak dan kebebasan berbuat kepada manusia.
Manusia dapat membuat atau merusak nasib baiknya menurut kekuasaan yg dimilikinya, apakah di jalan yang benar atau di jalan yang salah. Manusia bertanggungjawab terhadap segala perbuatannya, mendapat pahala bagi kebajikannya dan mendapat hukuman bagi kejahatannya.
Akal adalah patokan yg benar terhadap baik dan buruk. Melalui akallah kita memahami nilai wahyu serta mempercaya ajaran agama.
Tuhan telah mendorong kita akan perlunya meyakini eksistensiNya.
Al- Qur'an dengan tegas membuktikan bahwa akal kita sendiri merupakan juru selamat dan satu-satunya juru pemisah antara yg baik dan buruk.
Kebenaran adalah baik, bukan karena agama menyuruhnya, tetapi karena sifat-sifat kebajikan itulah yang mengangungkannya. Kejahatan adalah buruk, bukan karena kejahatan dikutuk oleh wahyu, tetapi karena kejahatan itu dicela oleh pikiran sehat. Kaum Mu'tazillah yakin bahwa al-Qur'an hanya memperkuat ketentuan-ketentuan akal.
Kaum Mu'tazillah berpendapat bahwa tidak mungkin bagi Tuhan bertindak secara tidak rasional atau secara percuma.
Pandangan itu 👆🏿didasari pada al-Qur'an, Fushshilat 41:46; an-Najm, 53:39; al-Muddatstsir, 74:38.
Jadi perbedaan pokok antara Mu'tazullah dengan Asy'ari, yaitu pertama lebih mengutamakan akal dan yang kedua lebih mengutamakan wahyu. Kaum Mu'tazillah berpendapat bahwa akal adalah ukuran ril akan kebenaran, dan wahyu hanya memperkuat ketentuan-ketentuan akal. Selanjutnya tujuan wahyu adalah menghilangkan keragu-raguan dan perasaan was-was dari jiwa yang goncang dengan mengajaknya supaya mengikuti akal. Asy'ari berpendapat bahwa wahyulah yang menjadi ukuran ril bagi kebenaran dan akal harus memperkuat ajaran-ajaran agama serta perintah-perintahnya dengan argumentasi-argumentasinya.
Pendiri aliran ini, Wasil bin Ata dan Amir bin Ubaid.
"Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perobahan pada sunnah Allah (al-Ahzab, 33:62).
ASYARIAH (Skolastisme Muslim)
Reaksi atas Mu'tazillah
Ajaran Pokok:
1. Sifat-sifat Tuhan itu abadi, sifat-sifat itu sama sekali bukan Dzat-Nya, tidak seperti keyakinan Mu'tazillah, tetapi di satu segi sifat-sifat itu termasuk di dalam Zat-Nya, dan di segi lain tidak termasuk di dalam Zat-Nya. Tuhan maha bijaksana bukan karena Dzat-Nya, Tuhan maha pengasih bukan karena Dzat-Nya (tidak seperti pendapat Mu'tazillah), tetapi karena bijaksana dan sifat pengasih berbeda dari Dzat-Nya. Dzat dan sifat-sifat adalah dua hal yg berbeda, dan keduanya tidak bisa menjadi satu, dan tidak bisa sama dalam Dzat yg maha kuasa.
2. Kekuasaan Tuhan adalah maha kuasa atas segala sesuatu yg ada di bumi. Dia berkata-kata dengan perkataan yang abadi. Dia, Dzat yang maha kuasa, memerintah dan melarang menurut pertimbanganNya. Manusia tidak memiliki kebebasan berkendak, tidak mempunyai kebebasan berbuat, namun diberi sedikit kekuasaan yg berhubungan dengan usaha dan jasanya. Setiap perbuatan telah diatur terlebih dahulu oleh Tuhan supaya dikerjakan dengan niat oleh manusia menurut usaha dan jasa masing-masing. Inilah yg dimaksud dengan pernyataan bahwa manusia bertanggungjawab bagi perbuatannya. Manusia tidak bisa memprakarsai sesuatu hal, dia tidak bisa melahirkan sesuatu perbuatan. Namun penyempurnaan sesuatu urusan, sebagiannya, adalah dikarenakan usaha atau jasanya.
Ayat-ayat al-Qur'an yg menerangkan keabsolutan kemauan Tuhan, dan pengaturan perbuatan manusia: an-Nisa, 4:47; al-Ankabut, 29:20, an-Nur, 24:25, al-Ra'ad, 13:39, al-Insan, 76:30
3. Mu'tazullah berpendapat bahwa akal adalah satu-satunya kreteria tentang baik dan buruk dalam segala urusan, yaitu dalam kebajikan dan kejahatan. Asy'ariah berpendapat bahwa hanya agamalah yg menerangkan cara dan ketentuan dalam memperoleh rahmat dari Tuhan, hal-hal yg menyebabkan kemarahanNya, pahala dan siksaNya.
4. Mu'tazillah berpendapat bahwa Tuhan tidak bisa membebankan tugas kepada manusia di luar kemampuannya. Namun Asy'ari berpendapat bahwa Tuhan, memang, tidak membebankan tugas yang demikian kepada manusia, tetapi Dia bisa saja jika Dia berkehendak demikian, tak ada kekuasaan yg membatasi perbuatanNya.
5. Tuhan dapat berbuat apa saja yg Dia kehendaki. Dia dapat melakukan apa saja sekalipun tidak masuk akal, tetapi dalam kenyataan Dia selalu berbuat yg layak. Mu'tazillah menolak perbuatan Tuhan yang, sekalipun itu hanya kemungkinan.
6. Mu'tazillah beranggapan bahwa semua perbuatan Tuhan harus terikat dengan tujuan-tujuan, sedangkan Asy'ariah berkeyakinan bahwa tidak ada paksaan serupa itu yg bisa dibebankan kepada Tuhan. Kenyataannya semua perbuatan Tuhan didasarkan pada tujuan-tujuan, secara teori. Dia bisa saja berbuat tanpa tujuan bila Dia mau.
7. Mu'tazillah percaya bahwa kewajiban Tuhanlah untuk mengganjar orang-orang yang berbuat kebajikan dan menghukum yang berbuat jahat dan Dia tidak bisa berbuat sebaliknya. Sementara Asy'ari berpendapat bahwa ganjaran dan hukuman seratus persen berada dalam pembalasanNya. Dia dapat mengganjar siapa saja yg dikehendakiNya. Tidak ada pertimbangan yg dapat mengikat kebijaksanaanNya atau memaksaNya berbuat begitu atau begini. Menimpakan suatu paksaan benar-benar menjadikan Dia bergantung kepada lain atau malah menjadikan Dia sebuah mesin yg harus bergerak dan bertindak tanpa inisiatif dariNya sendiri.
Inti dari argument Asy'ari; kita mempunyai dua alternatif yaitu, apakah kita harus percaya bahwa kekuasaan Tuhan itu hanya terbatas untuk daerah akal saja sehingga Dia tidak bisa berbuat yg tanpa tujuan, yg tak masuk akal, yg tak diinginkan, ataukah kita harus percaya bahwa kekuasaanNya meliputi daerah-daerah akal dan daerah-daerah di luar akal, sekalipun demikian, Dia tidak pernah melangkah ke dalam daerah yg di luar akal. Di antara kedua alternatif ini, yg lebih aman dan lebih tepat adalah mengakui alternatif kedua, sehingga kekuasaan Tuhan tetap tak terbatas dan perbuatanNya tetap masuk akal. Dalam alternatif pertama tak dibenarkan karena kita melanggar batas-batas kekuasaanNya.
Aliran pemikiran ini dimotori/dibangun oleh Abul Hasan Al-Asy'ari. Dia adalah murid dari guru besar Mu'tazillah al-Jaba'i. Dia memisahkan diri dari Mu'tazillah dalam usia 40 tahun. Dia dilahirkan di Basrah pada tahun 260 atau 270 H.
ALIRAN SUFI (Mistisisme Islam)
Ada kesamaan antara Sufisme dan teori kuantum. Suatu cara memandang dunia yang sangat mirip diantara para sufi dan ahli fisika modern. Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang mekanistik, bagi para sufi segala sesuatu dan peristiwa dirasakan saling terkait, terhubung, dan ini adalah aspek atau manifestasi berbeda dari realitas yang sama. Bagi para sufi “Pencerahan” adalah sebuah pengalaman untuk menjadi sadar akan kesatuan dan saling keterkaitan segala sesuatu, untuk mengabaikan gagasan tentang diri individu yang saling terpisah, dan untuk mengidentifikasi diri dengan realitas tertinggi.
Ilmu pengetahuan selalu diungkapkan dalam bahasa matematika modern yang sangat canggih, sedangkan tasawuf didasarkan pada meditasi dan menegaskan fakta bahwa pandangan para sufi tidak dapat dikomunikasikan secara verbal. Realitas seperti yang dialami oleh para Sufi benar-benar tak terdefinisikan dan tidak bisa dibeda-bedakan. Para Sufi tidak pernah melihat logika sebagai sumber pengetahuan, tetapi menggunakannya hanya untuk menganalisis dan menafsirkan pengalaman tasawuf pribadi mereka. Kesamaan antara eksperimen ilmiah dan pengalaman-pengalaman tasawuf mungkin tampak mengejutkan mengingat sifat dan cara pengamatan yang sangat berbeda ini. Fisikawan melakukan eksperimen yang melibatkan kerja sama tim yang rumit dan teknologi yang sangat canggih, sedangkan para sufi memperoleh pengetahuan mereka murni melalui introspeksi, tanpa mesin, dalam meditasi atau Dzikir. Untuk bisa melakukan percobaan tentang partikel dasar fisika modern seseorang harus menjalani pelatihan bertahun-tahun. Demikian pula, pengalaman tasawuf yang mendalam memerlukan, secara umum, pelatihan bertahun-tahun di bawah guru yang berpengalaman. Kompleksitas dan efisiensi dari fisikawan dan Sufi secara garis besar mirip, dengan kesadaran mistik-baik fisik maupun spiritual di dalam Dzikir yang mendalam. Dengan demikian para ilmuwan dan para Sufi telah mengembangkan metode yang sangat canggih dalam mengamati alam yang tidak dapat diakses oleh orang awam.
Teori dasar dan model dari teori fisika modern yang mengarahkan kita pada suatua pandangan dunia, secara internal konsisten, dan dalam keselarasan yang sempurna dengan pandangan tasawuf. Kesamaan pandangan dunia antara para fisikawan dan sufi tidaklah diragukan. Keduanya muncul ketika manusia bertanya ke sifat dasar alam yang lebih mendalam tentang materi dalam fisika; ke alam kesadaran yang lebih mendalam dalam tasawuf-ketika ia menemukan realitas yang berbeda di balik penampilan duniawi di kehidupan sehari-hari. Fisikawan memperoleh pengetahuan dari percobaan mereka sedangkan sufi mendapatkannya dari meditasi. Sufi melihat ke dalam dan mengeksplorasi kesadaran dalam berbagai tingkatan. Pengalaman kesatuan, pada kenyataannya, sering dianggap sebagai kunci untuk pengalaman dunia tasawuf. Satu lagi kesamaan antara fisikawan dan sufi adalah kenyataan bahwa pengamatan mereka terjadi di alam, yang tidak dapat diakses oleh indra biasa. Bagi para ahli fisika adalah realitas dunia subatomik dan atom; dalam tasawuf mereka melihatnya dalam keadaan kesadaran nonordinary di mana indra dilampaui. Baik bagi fisikawan dan para Sufi, pengalaman multidimensi melampaui dunia indrawi dan karena itu hampir mustahil untuk mengekspresikan dalam bahasa umum.
Quantum Fisika dan tasawuf adalah dua manifestasi komplementer dari pikiran manusia; dari pemahaman yang rasional dan intuitif. Fisikawan modern mengalami dunia melalui spesialisasi yang ekstrem terhadap pikiran rasional; Sufi melalui spesialisasi ekstrim dari pikiran intuitif. Keduanya diperlukan untuk pemahaman yang lebih lengkap tentang dunia. Pengalaman tasawuf diperlukan untuk memahami hakikat terdalam terhadap segala hal dan ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan modern. Oleh karena itu kita memerlukan interaksi dinamis antara intuisi tasawuf dan analisis ilmiah.
HIKMAH (Aliran Ilmiah)
Hikmah (berpikir bebas) ditujukan pada pencapaian kebenaran mengenai masalah-masalah pokok alam semesta, jiwa dan Tuhan, dengan menggunakan argumentasi rasio yang cocok dengan manusia umumnya, terlepas dari cocok atau tidaknya dengan dogma-dogma dan praktek agama-agama. Namun para failusuf islam menyatakan bahwa kebenaran-kebenaran dan kesimpulan-kesimpulan berpikir, tanpa kecuali, selalu sesuai dengan perintah agama.
Para failusuf dan mutakallimin percaya akan persesuaian akal dan wahyu, perbedaannya adalah, kalau hukama tidak memperhatikan masalah persesuaian pada saat mencapai kebenaran, sedangkan mutakallimin sangat memperhatikannya.
*Dirangkum dari berbagai sumber
@AOS
" ... Barangsia yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak ... " (Al-Qur'an, al-Baqarah, 2:269)
"Tinta para ulama lebih suci dibanding dengan darah para syuhada" (Hadist)
"Mereka yang meninggalkan rumahnya dalam mencari ilmu pengetahuan, mereka berjalan di atas jalan Allah" (Hadist).
JABARIAH & QADARIAH
Dalam sejarahnya kaum muslimin telah memberi warna dalam bidang ilmu pengetahuan, kesusasteraan, filsafat, dan kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari perkembangan pemikiran dan aliran pemikiran dalam islam, sbb:
Jabariah adalah nama bagi sekelompok aliran yang menganut paham atau mazhab jabar, yang mengatakan bahwa manusia tidak mempunyai andil dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya, akan tetapi Allah lah yang menggerakkannya.
Sedangkan Qadariah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkan sendiri. Untuk melaksanakan kehendak-Nya, menurut paham Qadariah manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatannya.
Varian dari Jabariah & Qadariah
MU'TAZILLAH (Rasionalisme Muslim)
Keesaan Tuhan & Keadilan Tuhan
Keadilan Tuhan: Tuhan selamanya adil dan tidak bisa lalim.
Tuhan memberikan sebagian kebebasan berkendak dan kebebasan berbuat kepada manusia.
Manusia dapat membuat atau merusak nasib baiknya menurut kekuasaan yg dimilikinya, apakah di jalan yang benar atau di jalan yang salah. Manusia bertanggungjawab terhadap segala perbuatannya, mendapat pahala bagi kebajikannya dan mendapat hukuman bagi kejahatannya.
Akal adalah patokan yg benar terhadap baik dan buruk. Melalui akallah kita memahami nilai wahyu serta mempercaya ajaran agama.
Tuhan telah mendorong kita akan perlunya meyakini eksistensiNya.
Al- Qur'an dengan tegas membuktikan bahwa akal kita sendiri merupakan juru selamat dan satu-satunya juru pemisah antara yg baik dan buruk.
Kebenaran adalah baik, bukan karena agama menyuruhnya, tetapi karena sifat-sifat kebajikan itulah yang mengangungkannya. Kejahatan adalah buruk, bukan karena kejahatan dikutuk oleh wahyu, tetapi karena kejahatan itu dicela oleh pikiran sehat. Kaum Mu'tazillah yakin bahwa al-Qur'an hanya memperkuat ketentuan-ketentuan akal.
Kaum Mu'tazillah berpendapat bahwa tidak mungkin bagi Tuhan bertindak secara tidak rasional atau secara percuma.
Pandangan itu 👆🏿didasari pada al-Qur'an, Fushshilat 41:46; an-Najm, 53:39; al-Muddatstsir, 74:38.
Jadi perbedaan pokok antara Mu'tazullah dengan Asy'ari, yaitu pertama lebih mengutamakan akal dan yang kedua lebih mengutamakan wahyu. Kaum Mu'tazillah berpendapat bahwa akal adalah ukuran ril akan kebenaran, dan wahyu hanya memperkuat ketentuan-ketentuan akal. Selanjutnya tujuan wahyu adalah menghilangkan keragu-raguan dan perasaan was-was dari jiwa yang goncang dengan mengajaknya supaya mengikuti akal. Asy'ari berpendapat bahwa wahyulah yang menjadi ukuran ril bagi kebenaran dan akal harus memperkuat ajaran-ajaran agama serta perintah-perintahnya dengan argumentasi-argumentasinya.
Pendiri aliran ini, Wasil bin Ata dan Amir bin Ubaid.
"Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perobahan pada sunnah Allah (al-Ahzab, 33:62).
ASYARIAH (Skolastisme Muslim)
Reaksi atas Mu'tazillah
Ajaran Pokok:
1. Sifat-sifat Tuhan itu abadi, sifat-sifat itu sama sekali bukan Dzat-Nya, tidak seperti keyakinan Mu'tazillah, tetapi di satu segi sifat-sifat itu termasuk di dalam Zat-Nya, dan di segi lain tidak termasuk di dalam Zat-Nya. Tuhan maha bijaksana bukan karena Dzat-Nya, Tuhan maha pengasih bukan karena Dzat-Nya (tidak seperti pendapat Mu'tazillah), tetapi karena bijaksana dan sifat pengasih berbeda dari Dzat-Nya. Dzat dan sifat-sifat adalah dua hal yg berbeda, dan keduanya tidak bisa menjadi satu, dan tidak bisa sama dalam Dzat yg maha kuasa.
2. Kekuasaan Tuhan adalah maha kuasa atas segala sesuatu yg ada di bumi. Dia berkata-kata dengan perkataan yang abadi. Dia, Dzat yang maha kuasa, memerintah dan melarang menurut pertimbanganNya. Manusia tidak memiliki kebebasan berkendak, tidak mempunyai kebebasan berbuat, namun diberi sedikit kekuasaan yg berhubungan dengan usaha dan jasanya. Setiap perbuatan telah diatur terlebih dahulu oleh Tuhan supaya dikerjakan dengan niat oleh manusia menurut usaha dan jasa masing-masing. Inilah yg dimaksud dengan pernyataan bahwa manusia bertanggungjawab bagi perbuatannya. Manusia tidak bisa memprakarsai sesuatu hal, dia tidak bisa melahirkan sesuatu perbuatan. Namun penyempurnaan sesuatu urusan, sebagiannya, adalah dikarenakan usaha atau jasanya.
Ayat-ayat al-Qur'an yg menerangkan keabsolutan kemauan Tuhan, dan pengaturan perbuatan manusia: an-Nisa, 4:47; al-Ankabut, 29:20, an-Nur, 24:25, al-Ra'ad, 13:39, al-Insan, 76:30
3. Mu'tazullah berpendapat bahwa akal adalah satu-satunya kreteria tentang baik dan buruk dalam segala urusan, yaitu dalam kebajikan dan kejahatan. Asy'ariah berpendapat bahwa hanya agamalah yg menerangkan cara dan ketentuan dalam memperoleh rahmat dari Tuhan, hal-hal yg menyebabkan kemarahanNya, pahala dan siksaNya.
4. Mu'tazillah berpendapat bahwa Tuhan tidak bisa membebankan tugas kepada manusia di luar kemampuannya. Namun Asy'ari berpendapat bahwa Tuhan, memang, tidak membebankan tugas yang demikian kepada manusia, tetapi Dia bisa saja jika Dia berkehendak demikian, tak ada kekuasaan yg membatasi perbuatanNya.
5. Tuhan dapat berbuat apa saja yg Dia kehendaki. Dia dapat melakukan apa saja sekalipun tidak masuk akal, tetapi dalam kenyataan Dia selalu berbuat yg layak. Mu'tazillah menolak perbuatan Tuhan yang, sekalipun itu hanya kemungkinan.
6. Mu'tazillah beranggapan bahwa semua perbuatan Tuhan harus terikat dengan tujuan-tujuan, sedangkan Asy'ariah berkeyakinan bahwa tidak ada paksaan serupa itu yg bisa dibebankan kepada Tuhan. Kenyataannya semua perbuatan Tuhan didasarkan pada tujuan-tujuan, secara teori. Dia bisa saja berbuat tanpa tujuan bila Dia mau.
7. Mu'tazillah percaya bahwa kewajiban Tuhanlah untuk mengganjar orang-orang yang berbuat kebajikan dan menghukum yang berbuat jahat dan Dia tidak bisa berbuat sebaliknya. Sementara Asy'ari berpendapat bahwa ganjaran dan hukuman seratus persen berada dalam pembalasanNya. Dia dapat mengganjar siapa saja yg dikehendakiNya. Tidak ada pertimbangan yg dapat mengikat kebijaksanaanNya atau memaksaNya berbuat begitu atau begini. Menimpakan suatu paksaan benar-benar menjadikan Dia bergantung kepada lain atau malah menjadikan Dia sebuah mesin yg harus bergerak dan bertindak tanpa inisiatif dariNya sendiri.
Inti dari argument Asy'ari; kita mempunyai dua alternatif yaitu, apakah kita harus percaya bahwa kekuasaan Tuhan itu hanya terbatas untuk daerah akal saja sehingga Dia tidak bisa berbuat yg tanpa tujuan, yg tak masuk akal, yg tak diinginkan, ataukah kita harus percaya bahwa kekuasaanNya meliputi daerah-daerah akal dan daerah-daerah di luar akal, sekalipun demikian, Dia tidak pernah melangkah ke dalam daerah yg di luar akal. Di antara kedua alternatif ini, yg lebih aman dan lebih tepat adalah mengakui alternatif kedua, sehingga kekuasaan Tuhan tetap tak terbatas dan perbuatanNya tetap masuk akal. Dalam alternatif pertama tak dibenarkan karena kita melanggar batas-batas kekuasaanNya.
Aliran pemikiran ini dimotori/dibangun oleh Abul Hasan Al-Asy'ari. Dia adalah murid dari guru besar Mu'tazillah al-Jaba'i. Dia memisahkan diri dari Mu'tazillah dalam usia 40 tahun. Dia dilahirkan di Basrah pada tahun 260 atau 270 H.
ALIRAN SUFI (Mistisisme Islam)
Ada kesamaan antara Sufisme dan teori kuantum. Suatu cara memandang dunia yang sangat mirip diantara para sufi dan ahli fisika modern. Berbeda dengan pandangan dunia Barat yang mekanistik, bagi para sufi segala sesuatu dan peristiwa dirasakan saling terkait, terhubung, dan ini adalah aspek atau manifestasi berbeda dari realitas yang sama. Bagi para sufi “Pencerahan” adalah sebuah pengalaman untuk menjadi sadar akan kesatuan dan saling keterkaitan segala sesuatu, untuk mengabaikan gagasan tentang diri individu yang saling terpisah, dan untuk mengidentifikasi diri dengan realitas tertinggi.
Ilmu pengetahuan selalu diungkapkan dalam bahasa matematika modern yang sangat canggih, sedangkan tasawuf didasarkan pada meditasi dan menegaskan fakta bahwa pandangan para sufi tidak dapat dikomunikasikan secara verbal. Realitas seperti yang dialami oleh para Sufi benar-benar tak terdefinisikan dan tidak bisa dibeda-bedakan. Para Sufi tidak pernah melihat logika sebagai sumber pengetahuan, tetapi menggunakannya hanya untuk menganalisis dan menafsirkan pengalaman tasawuf pribadi mereka. Kesamaan antara eksperimen ilmiah dan pengalaman-pengalaman tasawuf mungkin tampak mengejutkan mengingat sifat dan cara pengamatan yang sangat berbeda ini. Fisikawan melakukan eksperimen yang melibatkan kerja sama tim yang rumit dan teknologi yang sangat canggih, sedangkan para sufi memperoleh pengetahuan mereka murni melalui introspeksi, tanpa mesin, dalam meditasi atau Dzikir. Untuk bisa melakukan percobaan tentang partikel dasar fisika modern seseorang harus menjalani pelatihan bertahun-tahun. Demikian pula, pengalaman tasawuf yang mendalam memerlukan, secara umum, pelatihan bertahun-tahun di bawah guru yang berpengalaman. Kompleksitas dan efisiensi dari fisikawan dan Sufi secara garis besar mirip, dengan kesadaran mistik-baik fisik maupun spiritual di dalam Dzikir yang mendalam. Dengan demikian para ilmuwan dan para Sufi telah mengembangkan metode yang sangat canggih dalam mengamati alam yang tidak dapat diakses oleh orang awam.
Teori dasar dan model dari teori fisika modern yang mengarahkan kita pada suatua pandangan dunia, secara internal konsisten, dan dalam keselarasan yang sempurna dengan pandangan tasawuf. Kesamaan pandangan dunia antara para fisikawan dan sufi tidaklah diragukan. Keduanya muncul ketika manusia bertanya ke sifat dasar alam yang lebih mendalam tentang materi dalam fisika; ke alam kesadaran yang lebih mendalam dalam tasawuf-ketika ia menemukan realitas yang berbeda di balik penampilan duniawi di kehidupan sehari-hari. Fisikawan memperoleh pengetahuan dari percobaan mereka sedangkan sufi mendapatkannya dari meditasi. Sufi melihat ke dalam dan mengeksplorasi kesadaran dalam berbagai tingkatan. Pengalaman kesatuan, pada kenyataannya, sering dianggap sebagai kunci untuk pengalaman dunia tasawuf. Satu lagi kesamaan antara fisikawan dan sufi adalah kenyataan bahwa pengamatan mereka terjadi di alam, yang tidak dapat diakses oleh indra biasa. Bagi para ahli fisika adalah realitas dunia subatomik dan atom; dalam tasawuf mereka melihatnya dalam keadaan kesadaran nonordinary di mana indra dilampaui. Baik bagi fisikawan dan para Sufi, pengalaman multidimensi melampaui dunia indrawi dan karena itu hampir mustahil untuk mengekspresikan dalam bahasa umum.
Quantum Fisika dan tasawuf adalah dua manifestasi komplementer dari pikiran manusia; dari pemahaman yang rasional dan intuitif. Fisikawan modern mengalami dunia melalui spesialisasi yang ekstrem terhadap pikiran rasional; Sufi melalui spesialisasi ekstrim dari pikiran intuitif. Keduanya diperlukan untuk pemahaman yang lebih lengkap tentang dunia. Pengalaman tasawuf diperlukan untuk memahami hakikat terdalam terhadap segala hal dan ilmu pengetahuan sangat penting bagi kehidupan modern. Oleh karena itu kita memerlukan interaksi dinamis antara intuisi tasawuf dan analisis ilmiah.
HIKMAH (Aliran Ilmiah)
Hikmah (berpikir bebas) ditujukan pada pencapaian kebenaran mengenai masalah-masalah pokok alam semesta, jiwa dan Tuhan, dengan menggunakan argumentasi rasio yang cocok dengan manusia umumnya, terlepas dari cocok atau tidaknya dengan dogma-dogma dan praktek agama-agama. Namun para failusuf islam menyatakan bahwa kebenaran-kebenaran dan kesimpulan-kesimpulan berpikir, tanpa kecuali, selalu sesuai dengan perintah agama.
Para failusuf dan mutakallimin percaya akan persesuaian akal dan wahyu, perbedaannya adalah, kalau hukama tidak memperhatikan masalah persesuaian pada saat mencapai kebenaran, sedangkan mutakallimin sangat memperhatikannya.
*Dirangkum dari berbagai sumber
@AOS
No comments:
Post a Comment