Oleh: Rohmatul Izad
Pada dua sampai tiga dekade terakhir telah muncul madzhab baru dalam kajian Islam di Barat, banyak pengikut dari madzhab ini menyebut diri mereka sebagai ‘revisionis’. Dorongan utama dari aliran ini adalah untuk menentang validitas dari catatan muslim tradisional tentang lokasi dan waktu asal muasal Islam dengan melakukan kajian pada wilayah utara Arab (seperti Babilonia dan padang gurun Syiria), dan pada kurun waktu yang lebih modern (mungkin akhir abad ke-8 atau abad ke-9). Dalam beberapa tahun terakhir pula, terdapat kecenderungan yang sangat kuat dari para revisionis ini untuk menentang validitas tekstual Al-Qur’an dan merekonstruksikan ke sebuah versi yang seharusnya lebih tua dari kitab suci umat Muslim.
Sejak awal, para tokoh ‘revisionis’ ini menyatakan bahwa mereka menaruh perhatian pada kemapanan tradisi ‘historis kritis’ pada studi kitab suci Kristen yang muncul sejak sekitar awal abad kesembilan belas. Namun, menurut saya, ada perbedaan mendasar antara konteks sejarah pada studi Perjanjian Baru di satu sisi, dan pada studi Al-Qur’an di sisi yang lain.