Wednesday, September 12, 2018

Fisika Peradaban Ekstra-terrestrial

Oleh: Michio Kaku

(Dr. Michio Kaku, Profesor Fisika Teoritis di City University of New York, adalah penulis buku Visions: How Science Will Revolutionize the 21st Century dan buku best-seller Hyperspace)

Carl Sagan pernah mengajukan pertanyaan berikut: “Apa artinya bagi sebuah peradaban untuk mencapai umur jutaan tahun? Kita telah punya teleskop radio dan spaceship selama beberapa dekade; peradaban teknis kita baru berumur beberapa ratus tahun…sebuah peradaban maju berumur jutaan tahun pasti jauh melampaui kita seperti kita melampaui primata atau kera.”

Walaupun terkaan mengenai peradabaan semaju itu hanyalah spekulasi belaka, seseorang masih dapat memakai hukum fisika untuk menempatkan batas atas dan batas bawah pada peradaban ini. Terutama sejak hukum teori medan quantum, relativitas umum, termodinamika, dan lain-lain berkedudukan cukup kuat, fisika dapat menetapkan batas fisik luas yang membatasi parameter peradaban-peradaban ini.

Pertanyaannya tak lagi soal spekulasi omong-kosong. Segera, manusia akan menghadapi kejutan eksistensial begitu daftar terbaru lusinan planet ekstrasurya seukuran Yupiter membengkak bertambah menjadi ratusan planet seukuran bumi, yang hampir kembar identik dengan tanah pijak kita di angkasa. Ini mungkin akan mengantarkan sebuah era baru dalam hubungan kita dengan alam semesta: kita takkan pernah lagi memandang langit malam dengan cara yang sama, menyadari bahwa para ilmuwan mungkin pada akhirnya dapat menyusun sebuah ensiklopedia yang mengidentifikasi koordinat presisi ratusan planet mirip bumi.

Sekarang ini, setiap beberapa minggu selalu ada kabar ditemukannya sebuah planet ekstrasurya seukuran Yupiter, yang terbaru adalah berjarak sekitar 15 tahun cahaya yang mengorbit bintang Gliese 876. Yang paling spektakuler dari temuan-temuan ini dipotret oleh Hubble Space Telescope, yang mengambil foto sebuah planet berjarak 450 tahun cahaya yang dikatapelkan ke ruang angkasa oleh sebuah sistem bintang-ganda.

Tapi temuan terbaik masih harus diperoleh. Di awal dekade mendatang, para ilmuwan akan meluncurkan teleskop jenis baru, interferometry space telescope, yang memanfaatkan interferensi sorot cahaya untuk meningkatkan kemampuan teleskop dalam melakukan resolving. Contohnya, Space Interferometry Mission (SIM), yang akan diluncurkan di awal dekade mendatang, terdiri dari banyak teleskop yang ditempatkan di sepanjang sebuah struktur berpanjang 30 kaki. Dengan resolusi mendekati batas fisik optik yang belum pernah ada sebelumnya, SIM sangat sensitif sehingga hampir sulit dipercaya: ketika mengorbit bumi, ia dapat mendeteksi sebuah lentera yang dilambaikan oleh astronot di Mars!

SIM, pada gilirannya, akan membuka jalan bagi Terrestrial Planet Finder, yang akan diluncurkan di akhir dekade mendatang, yang semestinya dapat mengidentifikasi lebih banyak planet mirip bumi. Ia akan memindai 1.000 bintang paling cemerlang di jarak 50 tahun cahaya dari bumi dan akan fokus pada 50 sampai 100 sistem planet paling cemerlang.

Semua ini, pada gilirannya, akan menstimulasi upaya aktif untuk menetapkan apakah ada dari mereka yang berpenghuni, atau barangkali beberapanya memiliki peradaban lebih maju dari kita.
Walaupun mustahil untuk memprediksikan fitur tepat dari peradaban semaju itu, garis besar meraka dapat dianalisis menggunakan hukum fisika. Tak peduli seberapa jutaan tahun cahaya jarak mereka dari kita, mereka masih harus mematuhi hukum fisika yang keras, yang kini cukup maju untuk menjelaskan segala sesuatu mulai dari partikel-partikel sub-atom hingga struktur-struktur alam semesta skala besar, dengan angka 43 order of magnitude yang menggemparkan.

Fisika Peradaban Tipe I, II, dan III
Secara spesifik, kita bisa menggolongkan peradaban-peradaban berdasarkan konsumsi energi mereka, menggunakan prinsip berikut:
  1. Hukum termodinamika. Sebuah peradaban maju sekalipun diikat oleh hukum termodinamika, terutama Hukum Kedua, dan oleh sebab itu dapat digolongkan berdasarkan penghabisan energi mereka.
  2. Hukum materi stabil. Materi baryon (contohnya berbasis proton dan neutron) cenderung menggumpal menjadi tiga kelompok besar: planet, bintang, dan galaksi. (Ini diterangkan dengan baik oleh produk evolusi bintang dan galaksi, fusi termonuklir, dan lain-lain) Karena itu, energi mereka juga akan berbasis pada tiga tipe berbeda, dan ini menempatkan batas atas pada laju konsumsi energi mereka.
  3. Hukum evolusi planet. Konsumsi energi peradaban maju pasti tumbuh lebih cepat dari frekuensi bencana yang mengancam kehidupan (contohnya tubrukan meteor, zaman es, supernova, dan lain-lain). Apabila mereka tumbuh lebih lambat, mereka akan punah. Ini menempatkan batas bawah matematis pada laju pertumbuhan peradaban ini.
Dalam sebuah paper seminal yang dipublikasikan dalam Journal of Soviet Astronomy pada tahun 1964, astrofisikawan Rusia, Nicolai Kardashev, berteori bahwa peradaban maju harus dikelompokkan menurut tiga tipe: Tipe I, II, dan III, yang menguasai bentuk energi planet (I), bentuk energi bintang (II), dan bentuk energi galaksi (III). Dia mengkalkulasikan bahwa konsumsi energi ketiga tipe peradaban ini berbeda sebesar faktor miliaran. Tapi butuh berapa lama untuk mencapai status Tipe II dan III?

Lebih singkat dari yang disadari kebanyakan orang
Astronom Berkeley, Don Goldsmith, mengingatkan kita bahwa bumi menerima sekitar sepersemiliar energi matahari, dan bahwa manusia memanfaatkan sekitar sepersejuta dari jumlah tersebut. Jadi kita mengkonsumsi sekitar sepersejuta miliar energi total matahari. Saat ini, seluruh produksi energi planet kita adalah sekitar 10 miliar miliar erg per detik. Tapi pertumbuhan energi kita meningkat secara eksponensial, dan karena itu kita dapat mengkalkulasikan berapa lama waktu yang diperlukan untuk naik ke status Tipe II atau III.

Goldsmith mengatakan, “Lihat seberapa jauh kita sudah menggunakan energi setelah kita memahami bagaimana memanipulasi energi, bagaimana menggunakan bahan bakar fosil, dan bagaimana menciptakan daya listrik dari hydropower, dan sebagainya; kita telah menggunakan energi dalam jumlah luar biasa hanya dalam dua abad dibandingkan dengan umur planet kita yang miliaran tahun…dan hal yang sama mungkin berlaku pada peradaban lain.”

Fisikawan Freeman Dyson dari Institute for Advanced Studies mengestimasikan bahwa dalam 200 tahun atau lebih lagi, kita semestinya mencapai status Tipe I. Kenyataannya, dengan tingkat pertumbuhan sedang 1% per tahun, Kardashev mengestimasikan bahwa hanya perlu 3.200 tahun untuk mencapai status Tipe II, dan 5.800 tahun untuk mencapai status Tipe III. Hidup dalam peradaban Tipe I, II, dan III.

Contohnya, peradaban Tipe I adalah peradaban planeter murni, yang telah menguasai sebagian besar bentuk energi planet. Output energi mereka mungkin kira-kira ribuan hingga jutaan kali lebih besar dari output planet kita saat ini. Mark Twain pernah berujar, ”Semua orang mengeluh tentang cuaca, tapi tak satupun yang melakukan sesuatu terkait hal itu.” Ini mungkin akan berubah pada peradaban Tipe I, yang punya cukup energi untuk memodifikasi cuaca. Mereka juga punya cukup energi untuk mengubah aliran gempa, gunung berapi, dan membangun kota-kota di lautan.

Sekarang ini, output energi kita membuat kita masuk status Tipe 0. Kita memperoleh energi bukan dari memanfaatkan kekuatan global, melainkan dengan membakar tumbuhan mati (misalnya minyak dan batu bara). Tapi kita telah melihat benih peradaban Tipe I. Kita melihat permulaan bahasa planeter (Inggris), sistem komunikasi planeter (Internet), ekonomi planeter (pembentukan Uni Eropa), dan bahkan permulaan budaya planeter (melalui media massa, TV, musik rock, dan film Hollywood).

Menurut definisi, sebuah perdaban maju harus tumbuh lebih cepat dari frekuensi bencana yang mengancam kehidupan. Karena tubrukan meteor dan komet besar terjadi sekali setiap beberapa ribu tahun, peradaban Tipe I harus menguasai perjalanan ruang angkasa untuk membelokkan puing angkasa dalam kerangka waktu tersebut, yang mestinya tidak menjadi masalah. Zaman es mungkin bisa terjadi pada skala waktu puluhan ribu tahun, sehingga peradaban Tipe I harus belajar memodifikasi cuaca dalam kerangka waktu tersebut.

Bencana artifisial dan internal juga harus diatasi. Tapi persoalan polusi global merupakan satu-satunya ancaman mematikan bagi peradaban Tipe 0; peradaban Tipe I telah hidup selama beberapa milenium sebagai peradaban planeter, perlu mencapai keseimbangan ekologis planeter. Masalah-masalah internal seperti perang memang menimbulkan ancaman serius yang terus berulang, tapi mereka punya waktu ribuan tahun untuk menyelesaikan konflik rasial, nasional, dan sektarian.

Akhirnya, setelah beberapa ribu tahun, peradaban Tipe I akan kehabisan daya planet, dan akan mendapatkan energi mereka dengan mengkonsumsi seluruh output energi matahari mereka, atau kira-kira semiliar triliun triliun erg per detik.

Dengan output energi yang sama dengan sebuah bintang kecil, mereka semestinya bisa dilihat dari angkasa. Dyson mengajukan bahwa peradaban Tipe II bahkan mungkin membangun bola raksasa di sekitar bintang mereka untuk memanfaatkan output energi totalnya secara lebih efisien. Meskipun mereka mencoba menyembunyikan eksistensi diri mereka, mereka pasti, berdasarkan Hukum Termodinamika Kedua, memancarkan kalor buangan. Dari angkasa luar, planet mereka mungkin terlihat berpijar seperti hiasan pohon Natal. Dyson bahkan telah mengusulkan pencarian emisi infrared (daripada radio dan TV) untuk mengidentifikasi peradaban-peradaban Tipe II ini.

Barangkali satu-satunya ancaman serius terhadap peradaban Tipe II adalah ledakan supernova dekat, yang erupsi mendadaknya bisa menghanguskan planet mereka dalam suatu hembusan sinar X yang mengeringkan, membunuh semua bentuk kehidupan. Oleh karena itu, barangkali peradaban yang paling menarik perhatian adalah peradaban Tipe III, karena betul-betul kekal. Mereka telah menghabiskan daya bintang, dan telah mencapai sistem bintang lain. Tak ada bencana yang dikenal sains yang mampu memusnahkan peradaban Tipe III.

Dihadapkan dengan supernova dekat, mereka akan punya beberapa alternatif, seperti mengubah evolusi bintang raksasa merah sekarat yang akan meledak tersebut, atau meninggalkan sistem bintang ini dan mengubah sistem planet dekat menjadi terra.

Bagaimanapun, terdapat rintangan untuk peradaban Tipe III baru. Akhirnya, mereka membentur hukum fisika lainnya yang keras, teori relativitas. Dyson mengestimasikan bahwa ini mungkin akan memperlambat transisi menuju peradaban Tipe III selama jutaan tahun.

Tapi dengan rintangan cahaya sekalipun, ada sejumlah cara untuk mendekati kecepatan cahaya. Contohnya, ukuran final kemampuan roket diukur oleh sesuatu yang disebut “impuls spesifik” (didefinisikan sebagai hasil kali daya dorong dan durasi, diukur dalam satuan detik). Roket kimiawi dapat mencapai impuls spesifik beberapa ratus hingga beberapa ribu detik. Mesin ion dapat mencapai impuls spesifik puluhan ribu detik. Tapi untuk mencapai kecepatan mendekati kecepatan cahaya, seseorang harus mencapai impuls spesifik sekitar 30 juta detik, jauh melampaui kemampuan kita saat ini, tapi tidak untuk peradaban Tipe III. Berbagai sistem propulsion akan tersedia untuk satelit berkecepatan di bawah kecepatan cahaya (seperti ram-jet fusion engine, photonic engine, dan lain-lain).

Bagaimana menjelajah galaksi
Karena jarak antara bintang-bintang begitu jauh, dan jumlah tata surya tak berkehidupan dan tak cocok begitu banyak, peradaban Tipe III akan dihadapkan dengan pertanyaan berikutnya: bagaimana cara paling efisien secara matematis untuk menjelajah ratusan miliar bintang di galaksi?

Dalam sains fiksi, pencarian dunia yang bisa dihuni diabadikan di televisi oleh kapten-kapten heroik yang mengkomando star ship secara berani, atau sebagai Borg kejam, peradaban Tipe III yang menghisap peradaban Tipe II (seperti Federasi). Bagaimanapun, metode paling efisien secara matematis untuk menjelajah angkasa adalah kurang glamor: mengirim armada “satelit Von Neumann” ke galaksi (dinamai dari nama John Von Neumann, yang membangun hukum matematis sistem replikasi diri).

Satelit Von Neumann adalah robot yang dirancang untuk menjangkau sistem bintang jauh dan menciptakan pabrik-pabrik yang akan mereproduksi salinan diri mereka sendiri sebanyak ribuan. Dibanding planet, bulan mati menjadi tujuan ideal untuk satelit-satelit Von Neumann, karena satelit bisa mendarat dan lepas landas dengan mudah, dan karena bulan mati tidak memiliki erosi. Satelit-satelit ini akan mencari energi dari tanah, memanfaatkan deposit alami besi, nikel, dan lain-lain guna menciptakan bahan-bahan mentah untuk mendirikan pabrik robot. Mereka akan menciptakan ribuan salinan diri mereka sendiri, yang kemudian berpencar dan mencari sistem bintang lain.

Mirip dengan virus yang menjajah tubuh yang ukurannya berkali-kali lebih besar, pada akhirnya akan terdapat sebuah bola yang terdiri dari triliunan satelit Von Neumann yang mengembang ke semua arah, meningkat pada sekitar kecepatan cahaya. Dengan cara ini, sebuah galaksi yang berjarak 100.000 tahun cahaya sekalipun akan teranalisis lengkap dalam waktu, katakanlah, setengah juta tahun.

Apabila satelit Von Neumann hanya menemukan bukti kehidupan primitif (seperti peradaban Tipe 0 yang buas dan tak stabil), satelit itu akan terhenti di bulan, dengan hening menanti peradaban Tipe 0 tersebut berkembang menjadi peradaban Tipe I yang stabil. Setelah menunggu sunyi selama beberapa milenium, satelit akan aktif bilamana peradaban Tipe I cukup maju untuk mendirikan koloni bulan. Fisikawan Paul Davies dari Universitas Adelaide bahkan telah mengangkat kemungkinan adanya satelit Von Neumann yang bersandar di bulan kita, yang dibiarkan sejak kunjungan terdahulu ke sistem kita berabad-abad silam.

(Apabila ini terasa sedikit familiar, itu karena hal ini merupakan dasar dari film “2001”. Semula, Stanley Kubrick membuka film dengan sejumlah ilmuwan yang menjelaskan bagaimana satelit-satelit seperti ini akan menjadi metode paling efisien dalam menjelajah angkasa luar. Sayangnya, di menit-menit akhir, Kubrick memotong segmen pembuka tersebut dari filmnya, dan monolith-monolith ini menjadi entitas yang hampir mistis.)

Perkembangan baru
Sejak Kardashev menyodorkan penggolongan peradaban, sudah ada banyak perkembangan ilmiah yang menyempurnakan dan memperluas analisis awal miliknya, seperti perkembangan mutakhir dalam teknologi nano, bioteknologi, fisika quantum, dan lain-lain.

Contoh, teknologi nano dapat memfasilitasi pengembangan satelit Von Neumann. Sebagaimana diamati Richard Feynman dalam esay seminalnya, “There’s Plenty of Room at the Bottom”, tak ada dalam hukum fisika yang melarang pembangunan tentara mesin seukuran molekul. Sekarang ini, para ilmuwan sudah membangun barang-barang aneh seukuran atom, seperti sempoa atom ber-Buckyball dan gitar atom dengan senar beratom sekitar 100 [buah].

Paul Davies berspekulasi bahwa sebuah peradaban penjelajah antariksa boleh jadi menggunakan teknologi nano guna membangun satelit mini untuk menjelajah galaksi, barangkali [satelit itu] tidak lebih besar dari telapak tangan Anda. Davies mengatakan, “Satelit kecil yang saya bicarakan ini tidak akan menarik perhatian sehingga tak mengejutkan jika kita belum menjumpai satu pun. Tidak seperti ketika Anda tersandung di halaman belakang rumah Anda. Maka bila teknologi tersebut berkembang dengan cara demikian, yakni lebih kecil, lebih cepat, lebih murah, dan bila peradaban-peradaban lain telah menempuh jalan ini, maka kita bisa saja dikepung oleh perangkat pengawas.”

Lebih jauh, perkembangan bioteknologi telah membuka kemungkinan-kemungkinan yang sama sekali baru. Satelit-satelit ini bisa beraksi seperti makhluk hidup, mereproduksi informasi genetik mereka, bermutasi dan berkembang pada masing-masing tahap reproduksi untuk meningkatkan kemampuan mereka, dan dapat memiliki kecerdasan artifisial untuk mengakselerasi pencarian mereka.

Selain itu, teori informasi memodifikasi analisis awal Kardashev. Proyek SETI saat ini hanya memindai segelintir frekuensi pancaran radio dan TV yang dikirim oleh peradaban Tipe 0, tapi tidak dengan peradaban yang maju. Dikarenakan oleh listrik statik besar yang ditemukan di ruang angkasa, penyiaran pada satu frekuensi menghadirkan sumber error yang serius. Ketimbang menaruh semua telur dalam satu keranjang, sistem yang lebih efisien adalah memisah pesan dan melekatkannya pada semua frekuensi (contohnya melalui transform mirip Fourier) dan kemudian menghimpun kembali sinyalnya di ujung lain. Dengan cara ini, sekalipun frekuensi tertentu terganggu oleh listrik statik, pesan akan tetap bertahan hingga secara akurat tersusun kembali melalui rutin error correction.

Bagaimanapun, peradaban Tipe 0 yang mendengarkan pesan pada satu pita frekuensi tidak akan mendengar apapun. Dengan kata lain, galaksi kita boleh jadi penuh dengan pesan-pesan dari beragam peradaban Tipe II dan III, namun teleskop radio Tipe 0 kita hanya mendengar ricauan.

Terakhir, ada pula kemungkinan bahwa peradaban Tipe II atau III mampu menjangkau energi Planck—yang banyak diceritakan itu—dengan mesin-mesin mereka (1019 miliar eV). Energi ini quadriliun kali lebih besar dari atom smasher kita yang paling powerful. Energi ini, meski fantastik, (secara definisi) terjangkau oleh peradaban Tipe II atau III.

Energi Planck hanya terdapat di pusat black hole dan dalam peristiwa Big Bang. Tapi dengan kemajuan mutakhir dalam teori gravitasi quantum dan superstring, muncul kembali perhatian di kalangan fisikawan mengenai energi yang begitu besar hingga efek quantum mengoyak-ngoyak struktur ruang dan waktu. Walaupun sama sekali belum pasti bahwa fisika quantum memperhitungkan wormhole stabil, ini mengangkat kemungkinan samar bahwa peradaban yang cukup maju dapat berpindah melalui hole di ruang, seperti Cermin-nya Alice. Dan bila peradaban-peradaban ini berhasil berlayar menembus wormhole stabil, maka menjangkau impuls spesifik sejuta detik tak lagi menjadi masalah. Mereka cukup mengambil jalan pintas menuju galaksi. Ini akan sangat memangkas transisi dari peradaban Tipe II menjadi Tipe III.

Kedua, kemampuan untuk merobek hole di ruang dan waktu mungkin akan berguna suatu hari nanti. Para astronom, dengan menganalisa cahaya dari supernova jauh, telah menarik kesimpulan bahwa alam semesta kemungkinan tengah berakselerasi, bukannya melambat. Jika ini benar, mungkin terdapat suatu gaya anti-gravitasi (mungkin konstanta kosmologis-nya Einstein) yang menetralkan gaya tarik gravitasi galaksi-galaksi jauh. Tapi ini juga mengandung arti bahwa alam semesta mungkin akan mengembang selama-lamanya dalam sebuah Big Chill, sampai temperatur mendekati nol absolut. Belakangan, beberapa paper telah merancang seperti akan apakah alam semesta semalang itu. Ia akan terlihat menyedihkan: peradaban yang bertahan hidup akan bersebelahan dengan bara api bintang neutron yang memudar dan sekarat serta black hole. Semua makhluk hidup pasti mati manakala alam semesta mati.

Merenungkan kematian matahari, filsuf Bertrand Russel suatu kali menulis paragraf yang mungkin paling mendepresikan dalam bahasa Inggris: “…Semua kerja zaman, semua pencurahan, semua inspirasi, semua kecemerlangan manusia jenius, ditakdirkan untuk punah dalam kematian besar tata surya, dan seluruh kuil pencapaian Manusia tak terelakkan lagi pasti terkubur di bawah reruntuhan alam semesta yang menjadi puing…”

Hari ini, kita mengetahui bahwa roket-roket yang cukup powerful mungkin dapat menghindarkan kita dari kematian matahari kita 5 miliar tahun dari sekarang, ketika samudera-samudera akan mendidih dan gunung-gunung akan meleleh. Tapi bagaimana kita melarikan diri dari kematian alam semesta itu sendiri?

Astronom John Barrows dari Universitas Sussex menulis, “Anggap saja kita memperluas klasifikasi ke atas. Anggota-anggota peradaban Tipe IV, V, VI, dan seterusnya yang hipotetis ini akan mampu memanipulasi struktur-struktur di alam semesta pada skala yang semakin besar, meliputi kelompok galaksi, gugus galaksi, dan supergugus galaksi.” Peradaban yang melampaui Tipe II mungkin mempunyai cukup energi untuk melarikan diri dari alam semesta kita yang sekarat melalui hole di ruang.

Terakhir, fisikawan Alan Guth di MIT, salah seorang pengusul teori inflationary universe, bahkan telah mengkomputasi energi yang dibutuhkan untuk menciptakan baby universe di laboratorium (temperaturnya 1.000 triliun derajat, sudah dalam jangkauan peradaban-peradaban hipotetis ini).

Tentu saja, sebelum seseorang betul-betul memiliki kontak dengan sebuah peradaban maju, semua ini sama dengan spekulasi yang diperlembut dengan hukum fisika, tak lebih dari sekadar tuntunan berguna dalam upaya kita mencari makhluk cerdas ekstra-terrestrial. Tapi suatu hari, banyak dari kita akan memandang pada ensiklopedi yang memuat koordinat-koordinat ratusan planet mirip bumi di sektor galaksi kita. Pada saat itu kita akan bertanya-tanya, sebagaimana Sagan, akan seperti apakah peradaban yang sejutaan kali lebih maju dari kita…

Sumber: Sainstory

No comments:

Post a Comment