Wednesday, May 5, 2021

Gambar besar Tentang Asal Usul Kehidupan, Makna, dan Alam Semesta Itu Sendiri

Oleh: Sean Carroll

Gambar Besar, Sifat Dasar Realitas

Dalam kartun Road Runner, Wile E. Coyote sering digambarkan berlari melewati tepi jurang dan, alih-alih langsung jatuh seperti yang diprediksi oleh hukum gravitasi, ia justru melayang-layang di udara hingga akhirnya menyadari bahwa tidak ada lagi tanah di bawah kakinya—barulah ia jatuh. Dalam banyak hal, kita semua adalah Wile E. Coyote. Sepanjang sejarah, manusia telah merenungkan tempatnya di alam semesta dan mencari tahu mengapa kita ada di sini. Berbagai jawaban telah diajukan, seringkali saling bertentangan, namun untuk waktu yang lama kita berbagi keyakinan bahwa kehidupan memiliki makna yang melekat—bahwa ada alasan di balik keberadaan kita, tujuan yang menanti untuk ditemukan. Keyakinan ini menjadi fondasi dari cara kita memahami dan menjalani kehidupan.

Namun, seiring dengan berkembangnya pemahaman kita terhadap dunia, keyakinan tersebut mulai terkikis. Gagasan bahwa alam semesta memiliki tujuan transenden menjadi semakin sulit dipertahankan. Pandangan lama tentang realitas telah digantikan oleh gambaran baru yang menakjubkan, tetapi juga menggugah kegelisahan. Alam semesta tidak lagi terlihat sebagai tempat yang menawarkan jawaban pasti atas pertanyaan besar tentang makna dan tujuan. Transisi pemikiran ini sebenarnya telah berlangsung cukup lama—sejak Darwin mengubah pemahaman kita tentang kehidupan, Nietzsche menyatakan kematian Tuhan, dan para eksistensialis menggarisbawahi absurditas keberadaan. Namun, kita belum sepenuhnya mengakui perubahan ini, apalagi menerima konsekuensinya secara menyeluruh. Sebagian orang hidup seolah-olah tidak ada yang berubah, sementara yang lain mencoba mengganti ajaran lama dengan versi baru yang lebih sesuai dengan zaman.

Faktanya, landasan lama telah runtuh, dan kita baru mulai berani melihat ke bawah. Namun, tidak semua yang terlepas dari pijakan pasti jatuh. Jika Wile E. Coyote memiliki roket pendorong, ia bisa terbang dengan keinginannya sendiri. Demikian pula, kita kini dituntut untuk merakit "roket pemikiran" kita sendiri—kerangka konseptual yang mampu membawa kita melampaui kehilangan makna lama menuju pemahaman baru tentang realitas.

Pertanyaan mengenai sifat dasar realitas telah lama menjadi inti dari pemikiran filsafat, dikenal sebagai pertanyaan ontologis—mengenai apa yang benar-benar ada dan bagaimana strukturnya. Ontologi berbeda dengan epistemologi, yang berfokus pada bagaimana kita memperoleh pengetahuan. Dalam ranah ontologi, berbagai pendekatan berkembang: realisme versus idealisme, monisme versus dualisme, materialisme versus spiritualisme, bahkan perdebatan tentang apakah entitas seperti warna, kesadaran, atau moralitas benar-benar "nyata".

Kepercayaan pada Tuhan hanyalah satu bagian dari kerangka ontologis seseorang. Agama, meskipun sering kali mencakup kepercayaan kepada Tuhan, jauh lebih kompleks. Ia adalah fenomena sosial, historis, dan budaya yang mencakup nilai, praktik, institusi, dan warisan kolektif. Di sisi lain, humanisme muncul sebagai pendekatan sekuler yang tetap mengangkat nilai-nilai kemanusiaan, meskipun tanpa fondasi religius. Dalam konteks ini, naturalisme menjadi pandangan ontologis yang umum di kalangan ateis dan agnostik.

Naturalisme menyatakan bahwa hanya ada satu dunia: dunia alam. Ia beroperasi menurut pola-pola yang dapat dipahami melalui hukum alam dan penyelidikan ilmiah. Tidak ada entitas supernatural atau tujuan kosmik yang melampaui alam itu sendiri. Hidup dan kesadaran bukanlah entitas yang terpisah dari materi, melainkan muncul dari sistem kompleks yang terdiri atas unsur-unsur dasar. Dalam naturalisme, makna dan tujuan bukanlah pemberian dari luar, melainkan hasil konstruksi manusia yang lahir dari pengalaman dan interaksi kita di dunia ini.

Pandangan ini memiliki akar panjang, bahkan sebelum berkembangnya sains modern. Kita menemukannya dalam filsafat Yunani kuno, Buddhisme, dan pemikiran Tiongkok klasik seperti Wang Chong. Namun, baru dalam beberapa abad terakhir, seiring pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, argumen untuk naturalisme menjadi semakin kuat dan sulit untuk diabaikan.

Ontologi masyarakat awam cenderung pluralistik: kita menganggap bahwa manusia, batu, hewan, udara, dan bintang adalah entitas berbeda dengan sifat-sifat esensial yang unik. Kita juga cenderung menganggap entitas non-material seperti angka, nilai moral, atau cita-cita sebagai bagian dari realitas. Namun, sains telah mengarah pada penyatuan dan penyederhanaan. Filsuf seperti Thales menyatakan bahwa segala sesuatu berasal dari air; para pemikir Hindu kuno menyebut Brahman sebagai realitas tunggal yang mendasari segalanya. Dalam sains modern, proses penyatuan ini terlihat dalam berbagai pencapaian: dari Newton yang menjelaskan gravitasi universal, hingga Darwin yang menunjukkan kesatuan kehidupan, dan Einstein yang menyatukan ruang dan waktu.

Hasil dari perkembangan ini adalah pandangan dunia yang jauh lebih sederhana dan terpadu. Setiap objek yang kita temui—meja, manusia, bintang—pada akhirnya tersusun dari partikel yang sama. Tidak ada batas mutlak antara benda hidup dan tak hidup, atau antara langit dan bumi. Semua adalah bagian dari satu sistem fisik yang koheren.

Meskipun demikian, naturalisme tetap membuat klaim yang berat dan tidak selalu intuitif. Kita merasakan bahwa kehidupan dan kesadaran lebih dari sekadar kombinasi partikel. Ketika kita menatap mata orang yang kita cintai, kita tidak merasa sedang melihat sekadar struktur kimia. Kita merasakan makna, koneksi, dan keajaiban. Dorongan untuk mencari makna transenden atau menjawab pertanyaan "Mengapa?" adalah bagian alami dari pengalaman manusia. Naturalisme, sebaliknya, mengatakan bahwa mungkin itu bukanlah pertanyaan yang tepat untuk diajukan—atau setidaknya bukan pertanyaan yang dijawab oleh sains.

Naturalisme tidak menawarkan kepastian; ia menyisakan banyak hal yang belum diketahui. Kita belum tahu bagaimana kehidupan bermula, bagaimana kesadaran muncul, atau hukum fisika yang paling mendasar. Namun demikian, naturalisme mengklaim bahwa, meski tanpa jawaban akhir, ia adalah kerangka kerja terbaik yang kita miliki untuk memahami realitas secara konsisten dan dapat diuji.

Pandangan dunia ini tidak selalu terbentuk dari refleksi sadar, melainkan sering diwariskan melalui budaya. Banyak orang hidup dalam kerangka berpikir di mana manusia dianggap memiliki tempat istimewa dan tujuan kosmis, meskipun hal ini tidak lagi selaras dengan pemahaman ilmiah kita. Karena itu, tantangan besar kita adalah menjembatani pemahaman ilmiah tentang alam semesta dengan cara kita berbicara dan berpikir tentang makna hidup.

Di kalangan mereka yang menerima sains, sering ada asumsi diam-diam bahwa hal-hal seperti kebebasan, moralitas, dan tujuan hidup akan mudah dijelaskan. Kita hanyalah sekumpulan atom, dan seharusnya cukup untuk bersikap baik. Namun, kenyataannya lebih rumit. Konflik nilai, perbedaan pandangan, dan kerumitan kehidupan sosial menunjukkan bahwa etika dan makna tidak dapat direduksi pada slogan sederhana.

Pada akhirnya, hidup adalah sesuatu yang fana. Kita akan mati, dan dunia akan terus berputar tanpa kita. Dalam keterbatasan ini, muncul pertanyaan mendasar: seperti apa kehidupan yang layak dijalani? Bagaimana menyeimbangkan keluarga dan pekerjaan, tindakan dan perenungan? Alam semesta tidak memberikan jawaban eksplisit atas pertanyaan tersebut. Kita harus menciptakannya sendiri—dengan keberanian, kecerdasan, dan imajinasi.

Naturalisme Puitis
 
Satu hal yang tidak pernah benar-benar dijelaskan oleh Star Trek adalah bagaimana sebenarnya mesin transporter bekerja. Apakah alat itu membongkar tubuh Anda hingga ke tingkat atom, mengirimkan partikel-partikel tersebut ke lokasi tujuan, lalu menyusunnya kembali? Atau justru hanya mengirimkan cetak biru dari susunan atom Anda—semacam informasi digital tentang diri Anda—kemudian membangun kembali versi Anda dari materi lokal di tempat tujuan? Dalam banyak episode, para awak kapal tampaknya mengasumsikan bahwa atom-atom asli Anda benar-benar berpindah melewati ruang, namun hal itu menjadi rumit saat kita mengingat episode “The Enemy Within.”

Dalam episode tersebut, terjadi malfungsi pada transporter yang menyebabkan Kapten Kirk “terbelah” menjadi dua sosok berbeda yang masing-masing berpijak pada aspek kepribadiannya: satu adalah Kirk yang kita kenal, rasional dan berintegritas; satu lagi adalah versi dirinya yang liar dan agresif. Tentu, penonton merasa terbantu karena versi “jahat” Kirk dengan cepat dicakar wajahnya oleh Yeoman Rand—membuat keduanya mudah dibedakan. Namun, pertanyaannya menjadi jauh lebih menggelisahkan jika dua versi tersebut identik secara sempurna, tanpa cacat atau tanda.

Kondisi seperti itu membawa kita ke dalam wilayah filsafat identitas pribadi—pertanyaan klasik yang dipertajam oleh pemikiran Derek Parfit. Bayangkan suatu mesin yang dapat membongkar seseorang dan kemudian menciptakan beberapa salinan sempurna dari individu tersebut, menggunakan materi yang berbeda namun tetap setia pada struktur aslinya. Siapakah dari mereka, jika ada, yang dapat dikatakan sebagai “yang asli”?

Jika hanya ada satu salinan, kebanyakan dari kita mungkin akan menerimanya sebagai kelanjutan dari diri yang sebelumnya, meskipun dibangun dari atom-atom baru. Bagaimanapun, tubuh manusia pun secara alami mengalami pergantian atom secara konstan sepanjang waktu. Tapi bagaimana jika duplikat itu dibuat sementara individu aslinya tetap hidup, lalu sesaat kemudian yang asli mati secara tragis? Apakah duplikat tersebut tetap bisa disebut orang yang sama?

Pertanyaan-pertanyaan ini menantang gagasan intuitif kita tentang diri dan kontinuitas. Mereka tidak hanya mempertanyakan teknologi fiksi ilmiah, tetapi menyentuh sesuatu yang jauh lebih dalam—apa sebenarnya yang membuat kita tetap menjadi diri kita dari waktu ke waktu? Jika pikiran, ingatan, dan kepribadian dapat disalin dan dipindahkan, lalu di mana letak “aku” yang sejati? Dalam dunia naturalisme, di mana tidak ada jiwa abadi yang berdiri terpisah dari tubuh, pertanyaan semacam ini menjadi semakin penting—dan sekaligus semakin sulit dijawab.
______________

Tentang Gambaran Besarnya
 
Buku terlaris New York Times  tentang tempat manusia di alam semesta — dan bagaimana kita memahaminya.
“Jelas… mengesankan…. Sangat informatif.” - The New York Times “ Berhasil secara spektakuler. ” —Science “A tour de force."
 
Sudah diakui secara internasional untuk tulisannya yang elegan dan jernih tentang gagasan paling menantang dalam fisika modern, Sean Carroll muncul sebagai salah satu pemikir humanis terbesar di generasinya saat ia membawa kecerdasannya yang luar biasa untuk tidak hanya bertumpu pada boson Higgs dan dimensi ekstra tetapi sekarang juga tentang pertanyaan pribadi terdalam kita: Di manakah kita? Siapa kita? Apakah emosi, keyakinan, dan harapan serta impian kita pada akhirnya tidak ada artinya di luar sana dalam kehampaan? Apakah maksud dan makna manusia cocok dengan pandangan dunia ilmiah?
 
Dalam bab-bab pendek yang diisi dengan anekdot sejarah yang menarik, sisi pribadi, dan eksposisi yang ketat, pembaca mempelajari perbedaan antara bagaimana dunia bekerja pada tingkat kuantum, tingkat kosmik, dan tingkat manusia -dan kemudian bagaimana masing-masing terhubung satu sama lain. Presentasi Carroll tentang prinsip-prinsip yang telah memandu revolusi ilmiah dari Darwin dan Einstein ke asal mula kehidupan, kesadaran, dan alam semesta sangatlah unik. 
 
Carroll menunjukkan bagaimana banyaknya penemuan dalam beberapa ratus tahun terakhir telah mengubah dunia kita dan apa yang benar-benar penting bagi kita. Hidup kita dikerdilkan tidak seperti sebelumnya oleh besarnya ruang dan waktu, tetapi mereka ditebus oleh kemampuan kita untuk memahaminya dan memberinya makna.
 
The Big Picture adalah pandangan dunia ilmiah yang belum pernah terjadi sebelumnya, tur de force yang akan duduk di rak bersama karya Stephen Hawking, Carl Sagan, Daniel Dennett, dan EO Wilson untuk tahun-tahun mendatang.
 
Tentang Sean Carroll
 
Sean Carrol adalah fisikawan teoretis di California Institute of Technology, pembawa acara podcast Mindscape, dan penulis From Eternity to Here, The Particle at the End of the Universe, The Big Picture, dan Something Deeply Hidden. 

Memuji

"Menenun benang-benang astronomi, fisika, kimia, biologi, dan filsafat menjadi mulus permadani naratif, Sean Carroll memikat kita dengan apa yang telah kita temukan di alam semesta dan merendahkan kita dengan apa yang belum kita pahami. Namun pada akhirnya, makna dari semuanya itulah yang memberi makan jiwa keingintahuan Anda."- Neil deGrasse Tyson, pembawa acara Cosmos: A Spacetime Odyssey
 
“Dengan kecerdasan yang mendalam dan bahasa yang jelas dan bersahaja, Sean Carroll dengan indah mengartikulasikan pandangan dunia yang disarankan oleh naturalisme kontemporer. Masalah berduri seperti keinginan bebas, arah waktu, dan sumber moralitas diperjelas dengan keanggunan dan wawasan. Gambaran Besar menunjukkan bagaimana pandangan dunia ilmiah memperkaya pemahaman kita tentang alam semesta dan diri kita sendiri. Catatan yang dapat diandalkan tentang pengetahuan kita tentang alam semesta, itu juga merupakan meditasi yang tenang tentang kebutuhan kita akan makna. Ini adalah buku yang harus dibaca oleh semua orang ”- Carlo Rovelli, penulis Seven Brief Lessons on Physics  “Jelas… mengesankan…. Sangat informatif.” —The New York Times Book Review
 
“Tidak pernah ragu-ragu, selalu toleran, penulis menyajikan gambaran menarik yang menggoda dari alam semesta yang hukum utamanya ada dalam genggaman kita .... [Carroll] memberi kita tur yang sangat menyenangkan dan jelas melalui berbagai topik .... Bahkan jika Anda tidak setuju dengan apa yang dia katakan, kemungkinan besar Anda tidak akan marah dengan dosen yang begitu sopan dan menarik; lebih mungkin, Anda akan terpesona."- The Wall Street Journal
 
"Sebuah pertanyaan bernuansa tentang 'bagaimana keinginan kita untuk materi cocok dengan sifat realitas pada tingkat terdalam,' di mana Carroll menawarkan dosis yang meyakinkan dari apa yang dia sebut ' terapi eksistensial 'mendamaikan berbagai dimensi dan sering kali tampak kontradiktif dari pengalaman kita." - Maria Popova, Brain Pickings
 
“[Gambaran Besar adalah] tour de force yang menawarkan gambaran menyeluruh tentang situasi manusia di alam semesta kita yang sangat aneh, dan melakukannya dengan bahasa yang sangat mudah diakses dan penceritaan yang menarik."- Salon
 
"Visi holistik Sean Carroll mengakomodasi sains dan humaniora dan memiliki probabilitas tinggi untuk memprovokasi pembaca agar mengklarifikasi pandangan mereka sendiri tentang hubungan kompleks antara sains, agama, dan moralitas.”- The Times Literary Supplement
 
“The Big Picture mengesankan. Carroll adalah seorang penulis yang lincah dan simpatik yang juga menulis tentang biologi dan filsafat sebagaimana yang dilakukannya tentang bidang fisika miliknya sendiri.”- Financial Times
 
“Carroll adalah pemandu sempurna dalam perjalanan penemuan yang menakjubkan ini. Eksposisi yang sangat jelas tentang masalah filosofis dan ilmiah yang mendalam dalam bahasa yang dapat diakses oleh pembaca awam.”- Ulasan Kirkus (ulasan berbintang)
 
“Carroll menyajikan cara yang dengannya orang dapat lebih memahami diri mereka sendiri, alam semesta mereka, dan konsepsi mereka tentang kehidupan yang bermakna."- Publishers Weekly
 
"Membimbing kita melewati beberapa abad penemuan ilmiah untuk menunjukkan bagaimana mereka telah membentuk pemahaman kita dan memang bagaimana hukum alam terkait dengan pertanyaan manusia yang paling mendasar tentang kehidupan, kematian, dan tempat kita di alam semesta."- Jurnal Perpustakaan
 
"Sangat berwawasan."- Scientific American
 
“Dengan perpaduan yang menyenangkan antara pasangan cinta yang menggugah dan integral empat dimensi, The Big Picture menawarkan visi fisik yang unik tentang makna kehidupan. Ini adalah puisi.”- Physics Today
 
“[Carroll] menunjukkan bagaimana berbagai fenomena, termasuk pemikiran, pilihan, kesadaran, dan nilai, berhubungan dengan catatan ilmiah tentang realitas yang telah dikembangkan dalam fisika selama 100 tahun terakhir. Dia mencoba melakukan semua ini tanpa bergantung pada jargon khusus dari filsafat dan fisika dan berhasil secara spektakuler dalam mencapai kedua tujuan tersebut."- Sains
 
"Sesuai dengan cakupan luas dari judulnya .... Siapa pun yang suka mengajukan pertanyaan besar akan menemukan banyak hal untuk dipertimbangkan.” - Daftar Buku
 
“Filsafat bahasa, mekanika kuantum, relativitas umum — semuanya ada dalam Gambar Besar. Sean Carroll adalah penulis yang sangat terpelajar dan menghibur.”- Elizabeth Kolbert, penulis Pulitzer Prize – pemenang The Sixth Extinction
 
“Dari ledakan besar hingga makna keberadaan manusia, Gambaran Besar persis seperti itu — magisterial, namun sangat memesona, tur besar melalui masalah yang benar-benar penting. Memadukan sains dan filosofi, Sean Carroll memberi kita perspektif yang manusiawi tentang alam semesta dan tempat kita di dalamnya. Sekeras pentingnya, The Big Picture dapat mengubah cara Anda berpikir tentang dunia.”- Neil Shubin, penulis Your Inner Fish
 
“Dalam penjelajahan alam semesta dan misterinya yang tepat waktu — baik fisik maupun metafisik — Sean Carroll menerangi dunia di sekitar kita dengan kejelasan, keindahan, dan, pada akhirnya, dengan kebijaksanaan yang sangat dibutuhkan.” - Deborah Blum, direktur Program Jurnalisme Sains Knight di MIT dan penulis The Poisoner's Handbook
 
"Sean Carroll adalah ahli kosmologi teoretis terkemuka dengan kemampuan tambahan untuk menulis tentang subjeknya dengan kejelasan, suar, dan kecerdasan yang tidak biasa." - Alan Lightman, penulis The Accidental Universe dan Einstein Dreams
 
“Sampai sekarang Anda mungkin masih percaya bahwa fisika modern adalah tentang hal-hal yang terlalu kecil atau terlalu jauh untuk dipedulikan. Tapi tidak lagi. Buku baru Sean Carroll mengungkapkan bagaimana upaya fisikawan untuk lebih memahami hukum fundamental alam telah menghasilkan wawasan menakjubkan tentang kehidupan, alam semesta, dan segalanya. Di atas segalanya, buku yang berani, dan yang sudah lewat waktu." - Sabine Hossenfelder, Institut Frankfurt untuk Studi Lanjutan
 
“Daripada merasa rendah hati dan tidak berarti saat menatap ke atas pada malam berbintang yang cerah, Carroll menggandeng tangan kita dan menunjukkan kepada kita betapa fantastisnya alam semesta fisik yang tidak bernyawa dan betapa istimewanya setiap manusia yang bernyawa. Itu jernih, bersemangat, dan menembus.”- Michael S. Gazzaniga, penulis Who's in Charge? dan Kisah dari Kedua Sisi Otak
 
“Gambaran Sean Carroll mengungkapkan bagaimana alam semesta bekerja dan tempat kita di dalamnya. Carroll, fisikawan yang secara filosofis canggih, membahas kesadaran tanpa tipu muslihat, dan dengan cekatan menunjukkan bagaimana fisika saat ini begitu solid sehingga mengesampingkan ESP selamanya.”- Steven Pinker, penulis The Better Angels of Our Nature

No comments:

Post a Comment