Friday, September 20, 2019
DEMOKRASI, PERASAAN, DAN OTORITAS ALGORITMA
Sekularisme: Nilai-nilai Inti dan Relevansinya dalam Dunia Modern
MORALITAS: Akar Sejarah dan Evolusi Etika Manusia
Mistisisme: Inti Spiritualitas dan Evolusi Kesadaran Manusia
Psikolog Carl Gustav Jung melihat mistisisme sebagai bagian dari archetype manusia, yakni pola bawah sadar kolektif yang mendorong pencarian akan makna dan totalitas diri (individuasi). Dalam kerangka ini, mistisisme bukan patologi atau ilusi, melainkan proses penting dalam perkembangan jiwa manusia menuju keutuhan.
Ibn al-‘Arabi dan Realitas Ketuhanan: Melampaui Batasan Dogma
Dalam pemikiran Ibn al-‘Arabi, ketuhanan dan kemanusiaan bukanlah dua entitas yang sepenuhnya terpisah, melainkan dua sisi dari satu realitas yang lebih dalam—kehidupan ilahiah yang menyokong gerak seluruh semesta. Namun, ia menolak anggapan bahwa satu sosok manusia, betapapun suci dan mulianya, bisa mewadahi sepenuhnya realitas Ilahi yang tak berbatas. Sebaliknya, setiap manusia adalah manifestasi unik, semacam avatar ilahiah yang memantulkan sebagian dari cahaya ketuhanan sesuai dengan kapasitasnya.
Sains Modern: Kematian Bukanlah Takdir Mutlak
Kematian dan Kesadaran: Perspektif Ilmiah dan Filsafati
Thursday, September 12, 2019
Apa yang Memicu Terciptanya Alam Semesta?
Salah satu penjelasan yang pernah diajukan adalah teori keadaan tunak atau Steady-State Theory. Gagasan ini menyatakan bahwa alam semesta tidak memiliki awal atau akhir dan, dalam skala besar, selalu tampak sama dari waktu ke waktu. Model ini menyarankan bahwa materi baru terus tercipta secara spontan untuk mengimbangi pengembangan alam semesta, menjaga kerapatannya tetap konstan. Meskipun ide ini pernah diterima secara luas, ia akhirnya ditinggalkan setelah sejumlah bukti observasional—seperti penemuan radiasi latar gelombang mikro kosmis—lebih mendukung model alam semesta yang berkembang dari suatu titik awal.
Monday, September 9, 2019
Kisah Asal-Usul Alam Semesta, Bumi, dan Manusia: Sebuah Narasi Ilmiah dan Kemanusiaan
Narasi ilmiah tentang asal-usul tidak menyajikan semesta sebagai ruang yang penuh makna dari luar, melainkan sebagai tempat yang kebermaknaannya diciptakan dari dalam—oleh kesadaran manusia itu sendiri. “Makna bukan berasal dari alam semesta, tetapi dari kita,” tulis sejarawan Big History, David Christian. Dalam semangat yang sama, mitolog Joseph Campbell bertanya: “Apa makna alam semesta? Apa makna seekor kutu? Kutu itu ada begitu saja.” Kita pun demikian—kehadiran kita adalah fakta, dan makna muncul dari kesadaran akan keberadaan itu.
Friday, September 6, 2019
Keberadaan Tuhan: Sebuah Tafsir Eksistensial
Penegak moral? Jika Tuhan adalah sumber aturan etis, mengapa manusia tetap bebas bertindak kejam, tidak adil, bahkan jahat?
Juru damai? Jika Tuhan adalah damai itu sendiri, mengapa perang, kekerasan, dan kebencian justru membanjiri sejarah umat manusia?
Ini adalah pertanyaan-pertanyaan mendasar yang telah diajukan selama ribuan tahun dalam teodise, yakni upaya menjelaskan keberadaan kejahatan dan penderitaan dalam dunia yang diklaim dikendalikan oleh Tuhan yang Mahakuasa dan Mahakasih.
Namun, sebagian spiritualis dan pemikir kontemplatif menanggapi ini dari pendekatan yang lebih subtil: kita salah memulai pertanyaan
Keberadaan dan Lautan Kesadaran: Sebuah Esai tentang Hakikat Diri dan Realitas
Bayangkan ombak yang menyapu tebing: ia bertanya kepada dirinya sendiri, "Apakah aku menciptakan kehebatan ini?" Jawabannya adalah ya dan tidak. Ombak, sebagai bagian dari laut, turut berperan dalam membentuk garis pantai. Namun kekuatan sebenarnya bukan milik ombak secara terpisah, melainkan berasal dari keseluruhan samudra yang menggerakkannya. Analogi ini menyentuh inti dari pemahaman spiritual dalam tradisi Veda, di mana ombak melambangkan individu dan laut mewakili kesadaran universal. Saat ombak naik dan menyatakan diri sebagai entitas terpisah, ia sedang mengalami identitas egoistik. Namun ketika ia kembali menyatu, ia mengenali dirinya sebagai bagian dari keseluruhan yang tak terbagi.
GELEDAH DIRIMU
Barangkali terdengar aneh mengatakan bahwa dunia ini diciptakan secara sadar, terutama ketika kenyataan fisik tampak begitu nyata dan tak terbantahkan. Tapi itulah kebenaran yang sederhana sekaligus radikal: kesadaran menciptakan dunia, termasuk segala sesuatu yang tampak padat dan material.
Cinta: Antara Kimia, Ilusi, dan Misteri Transenden
Menuju Kesadaran Transenden: Sebuah Pengalaman Eksistensial
Tuhan dan Einstein: Antara Keimanan, Ilmu, dan Misteri Kosmos
Bagi banyak orang modern, pertanyaan itu terdengar sinis atau bahkan tidak relevan. Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari—membayar sewa, menyekolahkan anak, merawat orang tua—apakah lebih efektif mengandalkan doa dan keimanan, atau bekerja keras dan merancang strategi hidup yang rasional? Pernahkah kita benar-benar menyerahkan sebuah masalah berat ke dalam tangan Tuhan, lalu menyaksikan intervensi-Nya secara nyata?
Agama dan Spiritualitas: Dua Jalur Menuju Transendensi
Salah satu warisan pemikirannya adalah pembedaan yang tajam namun reflektif antara agama dan spiritualitas—dua jalur yang sering tumpang tindih dalam kehidupan manusia, tetapi memiliki dinamika dan orientasi batin yang berbeda. Berikut adalah penafsiran ulang dari pemikiran tersebut dalam bahasa yang lebih analitis dan kontekstual:
Sunday, September 1, 2019
TIGA OTAK: LAPISAN EVOLUSI DAN KONFLIK DALAM SISTEM SARAF MANUSIA
Manusia modern memiliki sistem otak yang jauh lebih kompleks daripada yang terlihat dari luar. Otak kita sebenarnya terdiri dari tiga lapisan utama yang berkembang secara bertahap selama jutaan tahun evolusi. Ketiga lapisan ini — otak reptilian, sistem limbik, dan neokorteks — masing-masing membawa fungsi berbeda yang secara bersama-sama membentuk cara kita berpikir, merasakan, dan berperilaku. Ketiga otak ini hidup berdampingan dan sering kali berinteraksi dalam pola yang kadang harmonis, kadang bertentangan.