Monday, December 5, 2016

Seluruh Kehidupan Ini Adalah Sebuah Tarian: The Whole Life Is A Dance

Seorang sufi besar – engkau pasti telah mendengar namanya, Al Hilaj Mansur – Ia di bunuh karena ia mengatakan ANA L’HAQ, 'Aku adalah Tuhan'. Jika engkau memasuki misteri terdalam dari kehidupan, engkau bukanlah hanya seorang penyaksi (sesuatu yang melihat), karena si penyaksi selalu ada di luar – engkau menjadi satu dengan kehidupan ini. Engkau tidaklah berenang di sungai kehidupan ini, bukan engkau yang mengapung di sungai kehidupan ini, bukanlah engkau yang berjuang di sungai kehidupan ini. Tidak, tapi engkaulah sungai itu. Seketika engkau menyadari bahwa riak-riak itu adalah bagian dari sungai. Berlaku juga kebalikannya, Sungai itu adalah bagian dari riak-riak itu. Bukan saja kita adalah bagian dari Tuhan, tetapi Tuhan juga adalah bagian dari kita.

A great Sufi – you must have heard his name, Al Hillaj Mansoor – was kill because he said, ‘ANA L’HAQ, I am the God.’ When you penetrate into the mystery of life, it is not that you are an observer, because an observer is always an outsider – you become one with it. It is not that you swim in the river, it is not that you float in the river, it is not that you struggle into the river. No – you become the river. Suddenly you realize the wave is part of the river. And the contrary is also true: that the river is part of the wave. It is not only that we are parts of God – God is also part of us. 

Ketika Al Hijaj Mansoor mengatakan “Aku adalah Tuhan”, orang-orang muslim membunuhnya. Orang-orang sufi selalu dibunuh oleh orang-orang religious, oleh orang-orang yang disebut religious itu. Karena mereka tidak dapat mentoleransi hal ini, mereka tidak dapat mentoleransi seseorang yang mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan. Ego mereka merasa diserang. Bagaimana mungkin seorang manusia menjadi Tuhan? Tetapi ketika Al Hilaj mengatakan, “Aku adalah Tuhan”, ia tidak mengatakan bahwa, “Aku adalah Tuhan dan engkau tidak”. Ia tidak mengatakan, “Aku adalah Tuhan dan pohon-pohon ini tidak”, ia tidak mengatakan, “Aku adalah Tuhan dan kerikil-kerikil ini, bebatuan ini adalah tidak.” Mengatakan bahwa, “Aku adalah Tuhan”, ia menyatakan bahwa semuanya ini adalah Illahi, suci. Segala sesuatu ini Ilahi.

When Al Hillaj Mansoor asserted, ‘I am God,’ Mohammedans killed him. Sufism is always killed by religious people, so-called religious people – because they cannot tolerate it; they cannot tolerate a man asserting that he is God! Their egos feel offended. How can a man be a God? But when Al Hillaj says, ‘I am God,’ he is not saying, ‘I am God and you are not’; he is not saying, ‘I am God and these trees are not’; he is not saying, ‘I am God and these stones, rocks are not.’ Asserting that ‘I am God’ he is asserting that the whole is divine, sacred. Everything is divine.

Orang-orang ini, orang yang fanatic ini, yang mempercayai dogma - mereka mengatakan Tuhan menciptakan manusia, jadi manusia adalah ciptaan, bukan pencipta, dan ini dianggap tidak senonoh, dan puncak ketidak senonohan adalah ketika menyatakan, “Aku adalah Tuhan”, lalu orang-orang itu membunuh Mansoor. Dan apa yang Mansoor katakana ketika orang-orang itu membunuhnya? Ia berkata dengan lantang ke langit, “Engkau tidak dapat menipuku! Bahkan dalam diri para pembunuh itu yang terlihat hanya diri-Mu, Engkau tidak dapat menipuku. Engkau ada disini di dalam para pembunuh ini. Dan apa pun yang dari-Mu, datanglah, Tuhanku, aku akan mengetahui-Mu, karena aku telah mengetahui dan mengenal-Mu.”

So these people, fanatics, believers in dogmas – they said that God created man, so man can only be a creature, not a creator; and this is profanity, the very apex of profanity to assert that ‘I am God’ – they killed him. And what was Mansoor saying when they killed him? He said loudly to the sky, ‘You cannot deceive me! Even in these murderers I see you – you cannot deceive me. You are here in these murderers! And in whatsoever form you come, my God, I will know you, because I have known you.’

Sufi tidak memikirkan tentang bagaimana alam semesta ini, tapi menjadi alam semesta. Sufi bukan tentang memikirkan, juga bukan tentang melakukan sesuatu terhadap alam semesta ini. Sufi bukanlah tentang berfikir maupun tentang bertindak. Sufi adalah yang ada, menjadi ada. (menyadari ke-ada-an, menjadi sadar bahwa kita ada, - being). Dan saat ini, tanpa usaha apapun, engkau dapat menjadi sufi. Jika engkau berhenti berfikir, dan engkau membuang ide tentang melakukan sesuatu, jika engkau membuang ide sebagai si pemikir (sesuatu yang berpikir) dan ide tentang si pelaku (sesuatu yang bertindak), jika engkau cukup menjadi ada, seketika itu engkau adalah sufi. Dan ini lah yang aku upayakan sembari aku berbicara tentang sufi: bukan untuk mendoktrinmu, bukan utuk membuatmu lebih berpengetahuan tentang sufi, tetapi membuat sufi yang ada di dalam dirimu keluar.

Sufism is not thinking about existence, it is being existence. It is not thinking, it is not doingsomething about existence. It is neither thought nor action. It is being. And right now, without any effort, you can be a Sufi. If you stop thinking, and if you drop the idea of doing something, if you drop the idea of being a thinker and a doer, if you simply are content to be, suddenly you are a Sufi. And this will be my effort while I am talking about Sufism: not to indoctrinate you, not to make you more knowledgeable, but to make a Sufi out of you.

Para sufi menyayi, mereka tidak memberikan ceramah, karena kehidupan ini lebih mirip seperti nyanyian ketimbang ceramah. Dan mereka menari, dan mereka tidak berbicara tentang dogma, karena tarian lebih hidup, lebih menyerupai alam semesta ini, lebih mirip dengan burung-burung yang bernyanyi diatas pohon, dan angin yang bertiup diantara pohon-pohon pinus, lebih mirip air terjun, atau mendung yang menurunkan hujan, atau rumput yang bertumbuh. Seluruh kehidupan ini, seluruh alam semesta ini adalah sebuah tarian, yang bergetar, yang berdenyut, dengan kehidupan yang tanpa batas.

Sufis sing, they don’t give sermons, because life is more like a song and less like a sermon. And they dance, and they don’t talk about dogmas, because a dance is more alive, more like existence, more like the birds singing in the trees, and the wind passing through the pines; more like a waterfall, or clouds raining, or grass growing. The whole life is a dance, vibrating, throbbing, with infinite life.


Osho – “The Hidden Splendor”

1 comment: