1. Jika manusia berevolusi dari monyet, mengapa masih ada monyet? Atau mengapa monyet tersebut tidak berevolusi menjadi manusia?
Manusia tidak berevolusi dari
kera/monyet, melainkan monyet/kera dan manusia sama-sama berevolusi dari
nenek moyang yang sama, yang hidup jutaan tahun yang lalu. Begitu juga
dengan hewan-hewan dan tumbuhan lainnya, kita semua sama-sama berevolusi
dari common ancestor (nenek moyang yang sama). Karena proses
evolusi membutuhkan waktu miliaran tahun maka waktu hidup kita yang
hanya rata-rata 60 tahun ini terlalu pendek untuk dapat menyaksikan
proses ini. Oleh karena itulah ilmuan pergi menggali fosil di seluruh
dunia untuk menemukan tulang belulang nenek moyang kita yang sudah punah
tersebut. Dari situlah ditemukan bahwa pada lapisan-lapisan bumi yang
lebih tua, terdapat fosil-fosil makhluk hidup yang telah punah, terlihat
jelas transisi dari makhluk yang lebih sederhana (mikroorganisme)
menuju yang lebih kompleks. Misalnya, pada lapisan bumi yang paling awal
(cambrian dan pre-cambrian), tidak ada ditemukan fosil-fosil makhluk
hidup yang bertulang belakang (vertebrata), fosil-fosil makhluk hidup
bertulang belakang ditemukan pada lapisan-lapisan bumi yang lebih muda.
Fosil-fosil hewan bertulang belakang pun tidak langsung muncul semua,
terdapat tahapan; pada lapisan bumi yang lebih tua, hanya ditemukan
fosil-fosil ikan, lalu menuju lapisan bumi yang lebih muda ditemukan
fosil reptil, lalu dinosaurus, mamalia, burung, dan kemudian manusia
pada lapisan-lapisan bumi yang termuda. Itulah mengapa pakar biologi ada
yang mengatakan, “Jika ingin membuktikan teori evolusi itu salah maka
temukanlah fosil kelinci pada era cambrian—di mana hanya di temukan
fosil invertebrata (Makhluk tak bertulang belakang).”
Jika ada satu saja fosil yang ditemukan
pada urutan waktu geologis yang salah maka teori evolusi akan diakui
salah. Tapi bukti ilmiah semakin hari semakin mendukung teori evolusi.
Catatan fosil selalu membenarkan perubahan bertahap dari simple ke
kompleks. Tetapi ini bukan berarti evolusi selalu menunjukkan transisi
spesies dari yang paling sederhana menjadi lebih kompleks, dalam
beberapa kasus ini dapat terjadi sebaliknya.
2. Banyak gap atau missing link pada catatan fosil.
Faktanya, ada banyak intermediate fosil
(fosil makhluk yang mempunyai ciri-ciri transisional), seperti
Archaeopteryx, fosil burung tertua yang memiliki kerangka reptil, tapi
berbulu khas burung. Therapids, adalah intermediate antara reptil dan
mamalia. Tiktaalik, adalah intermediate dari ikan ke amphibi. Dalam
evolusi manusia, ada lebih banyak lagi fosil. Mengingat betapa sulitnya
sebuah tumbuhan atau hewan untuk terfosilisasi, kepemilikan sekian
banyak fosil mereka adalah pencapaian yang luar biasa. Karena
hewan/tumbuhan itu harus mati dan terkubur di tanah atau lumpur
tertentu, yang kelak akan berubah menjadi batu sedimen, yang akan
membentuk replika hewan yang terkubur di dalamnya, itulah fosil. Lapisan
batu sedimen ini pun harus mengalami beberapa proses geologis selama
jutaan tahun yang akan mengangkatnya dari dasar laut atau tanah sehingga
dapat ditemukan oleh para peneliti. Penting untuk dipahami bahwa
Meneliti asal muasal makhluk hidup adalah seperti detektif yang datang
di tempat kejadian perkara jauh setelah kejadian tersebut selesai,
sehingga si Detektif harus mengoleksi sample dan sisa-sisa dari
tempat kejadian perkara untuk lalu direkonstruksi modelnya agar
mengetahui bagaimana kejadian perkara tersebut dan siapa pelakunya.
Hendaknya kita jangan berharap akan mendapatkan jawaban instan hanya
dengan membaca sebuah kitab suci yang ditulis manusia yang hidup paling
lama sekitar 3000 tahun yang lalu, sementara tempat kejadian perkara
(situs-situs penggalian dan bukti fosil-fosil) yang harus kita teliti
membentang selama 4,5 miliar tahun, jauh sebelum manusia menemukan api,
berbicara dan menulis.
3. Jika Evolusi terjadi secara gradual selama jutaan tahun, mengapa fosil tidak menunjukkan perubahan yang gradual (bertahap)?
Justru fosil menunjukkan perubahan yang
gradual, yaitu dari fosil hewan-hewan bersel satu dan mikroba pada
lapisan bumi atau fosil tertua, menuju hewan-hewan bersel banyak yang
lebih kompleks pada lapisan yang lebih muda. Contohnya adalah fosil
Stromatolites, algae bersel satu yang berumur 3,5 miliar tahun, yang
merupakan bukti fosil tertua makhluk hidup di bumi. Fosil-fosil
selanjutnya adalah hewan-hewan yang multi sel, seperti fosil cnidaria
dan cambria. Dari hewan bersel satu, bersel banyak, invertebrata, lalu
vertebrata. Lapisan bumi menunjukkan dengan jelas perubahan spesies
secara bertahap. Masing-masing lapisan bumi memilliki umur yang berbeda,
yang paling tua 4,5 miliar tahun dan selama itulah proses evolusi
diperlukan untuk mencapai kompleksitas makhluk hidup seperti yang kita
saksikan sekarang ini. Pemeriksaan umur fosil dan lapisan bumi
menggunakan metode radioactive dating, yaitu dengan memeriksa
sisa atom yang memuai menjadi atom lain dalam kurun waktu tertentu,
misalnya atom Uranium 238 memakan waktu 4,5 miliar tahun untuk memuai
setengahnya menjadi atom Lead 206. Dan banyak lagi atom-atom lain dengan
durasi pemuaian yang lebih pendek yang digunakan menjadi tolak ukur.
4. Tidak ada yang pernah menyaksikan evolusi terjadi.
Evolusi terjadi dalam kurun waktu
miliaran tahun, jadi kita tidak mungkin bisa menyaksikan secara
langsung. Itulah mengapa kita mencari petunjuk dari catatan fosil,
dengan menggali untuk mencari tulang-belulang nenek moyang kita yang
sudah meninggal jutaan tahun yang lalu. Teori Evolusi juga didukung oleh
banyak bukti dari berbagai cabang disiplin ilmu pengetahuan. Data dari
geology, paleontology, botany, zoology, biogeography, comparative
anatomy and physiology, genetics, molecular biology, developmental
biology, embryology, population genetics, genome sequencing, dan banyak
lagi yang semua menjurus kepada satu kesimpulan, yaitu makhluk hidup
berevolusi. Bahkan, kita bisa mengobservasi langsung evolusi makhluk
hidup yang memiliki siklus reproduksi yang pendek, seperti virus dan
bakteri (Micro-evolution). Pengetahuan tentang evolusi virus dan bakteri
ini sangat penting bagi penelitian medis. Melalui evolutionary medicine inilah para peneliti menemukan obat/vaksin untuk SARS, Flu Burung, dan bermanfaat dalam upaya penelitian obat bagi HIV.
5. Sains mengklaim bahwa evolusi terjadi akibat kebetulan yang acak (random chance).
Evolusi terjadi akibat Seleksi Alam dan
Mutasi Genetik. Ini adalah proses bertahap yang tidak acak di mana
makhluk hidup menjadi dominan atau langka dan punah, sebagai akibat
reproduksi diferensial dan perubahan lingkungan (Habitat, Iklim,
Predator dan Makanan), di mana jika proses ini berlangsung terus dalam
kurun waktu yang lama, satu spesies bisa terpecah menjadi dua spesies
yang berbeda.
6. Hanya Perancang Cerdas (Intelligent Designer) yang dapat membuat organ rumit seperti mata.
Mata manusia dan hewan-hewan lain
memiliki kemiripan, sama-sama terdiri dari crystallins (pengarah cahaya
yang mengenai mata) dan opsins (penangkap cahaya yang di
arahkan/disaring crystalins, untuk lalu dilanjutkan ke sel saraf).
Keberagaman sensitifitas dan jenis mata pada organisme juga
mengindikasikan adanya perubahan bertahap pada organ mata. Berawal dari
sel yang sensitif terhadap cahaya lalu secara bertahap berevolusi
menjadi mata yang lebih kompleks. Jadi, tidak perlu adanya Perancang
Cerdas karena evolusi terjadi secara alamiah.
7. Evolusi hanyalah sebuah teori.
Tentu saja, tapi teori dalam sains adalah
cara kita memahami alam semesta secara rasional. Berdasarkan bukti yang
dapat kita observasi. Karena catatan fosil dan disiplin keilmuan
saintifik lainnya menuntun kita kepada teori evolusi maka itulah
kesimpulan yang dicapai para ilmuan. Ini tentu saja jauh lebih baik
daripada mengatakan manusia dan miliaran makhluk-makhluk hidup lainnya
jatuh dari langit, atau hasil dari sulap Abrakadabra Dewa/Tuhan.
8. Bukti fosil evolusi manusia itu palsu.
Fosil palsu (hoax) itu hanya terjadi pada
penemuan fosil piltdown (Eoanthropus dawson), adalah sebuah penipuan
yang dilakukan oleh Charles Dawson dan/atau orang-orang lainnya terhadap
para paleontologis dari November 1912 hingga terbongkar pada tahun
1953. Dawson mengklaim bahwa dia telah menemukan sebuah tengkorak
hominid di daerah penggalian Piltdown, dekat Uckfield di Sussex,
Inggris. Sisanya adalah kesalahan dari pihak penemu yang mempublikasikan
berita sebelum benar-benar mendapatkan keterangan pasti di mana
sesungguhnya fosil tersebut digolongkan ke dalam fosil Nebraska man,
Archaeoraptor, Bathybius, dan Eozoon. Kesalahan-kesalahan ini juga telah
diklarifikasi oleh para ilmuan evolusionis sendiri. Sebagaimana yang
kita ketahui, manusia bisa saja melakukan pemalsuan dan kebohongan demi
kepentingan pribadi. Dan ini juga bisa terjadi di dalam komunitas sains
(tak terkecuali penipuan dalam institusi/otoritas keagamaan), tetapi
karena sifat terbuka dan kritis di dalam sains, semua teori dan
eksperimen harus bisa di crosscheck oleh semua pihak untuk
memperoleh pengakuan dan keabsahan. Karena inilah kita melihat perubahan
dan perkembangan yang senantiasa terjadi di dunia sains.
9. Hukum kedua termodinamika membuktikan bahwa proses evolusi tidak mungkin terjadi.
Hukum kedua termodinamika mengatakan
bahwa sistem yang tertutup akan mengalami entropi (perubahan dari
keteraturan menjadi ketidak teraturan), tetapi bumi bukanlah closed system, sinar matahari selalu memberikan energi dan banyak kejadian yang unpredictable
pada awal terbentuknya bumi, seperti tabrakan meteorit, asteroid,
komet, dll. yang membawa material substansi asing ke permukaan bumi.
10. Evolusi tidak bisa menjelaskan darimana datangnya moralitas (sense of right and wrong).
Justru cara terbaik menjelaskan perilaku
manusia adalah melalui studi perilaku manusia, yang terkadang bisa
sangat baik dan sangat kejam, seperti dalam cabang ilmu psikologi.
Manusia terkadang egois, terkadang pula altruistik. Di balik semua
fenomena tingkah laku manusia tentu saja ada penyebab natural yang dapat
kita pelajari. Pada umumnya moralitas manusia sangat berhubungan erat
dengan kepentingan pribadi dan kelompoknya. Misalnya manusia berprilaku
baik, agar mendapat respect dan tempat yang nyaman di
masyarakat, juga menguntungkan dalam mendapatkan pasangan. Sebaliknya,
manusia berbuat jahat bukan karena dia adalah setan, karena
sejahat-jahat manusia, dia pasti berbuat baik kepada keluarga, atau
orang terdekat dan juga dirinya sendiri. Biasanya, yang menyebabkan
orang berbuat kriminal adalah karena tekanan ekonomi dan psikologis.
Oleh karena itu, setiap orang memiliki potensi yang sama untuk berbuat
jahat dan baik, terlepas dari latar belakang filosofi dan agama orang
tersebut.
Referensi:
1. John Rennie, 2002. 15 Answers to Creationist Nonsense. Scientific American
2. Skeptics Society, 2002. Top 10 Myths About Evolution (And How We Know It Really Happened).
3. Jerry A Coyne, 2009. Why Evolution is True. Oxford University Press.
4. Donald R. Prothero, 2007. Evolution: What the Fossils Say and Why it Matters. Columbia University Press.
5. Richard Dawkins, 2009. The Greatest Show on Earth: The Evidence for Evolution. Free Press.
6. Richard Dawkins, 2011. The Magic of Reality: How We Know What’s Really True. Free Press.
7. Evolutionary Medicine. Carl Zimmer. From The Tangled Bank: An Introduction to Evolution. Roberts and Company Publishers, Inc.
8. Wikipedia articles on Evolution.
terimakasih.
ReplyDeletesalam,
https://www.carmudi.co.id/journal/