Thursday, November 8, 2012

“Dunia Paralel”

Oleh: Michio Kaku

Untuk mendownload versi lengkapnya silahkan di Terjemahan “Parallel Worlds”. Berikut adalah sebagian terjemahannya:

PENGANTAR

Kosmologi adalah studi mengenai alam semesta secara keseluruhan, meliputi kelahirannya dan barangkali nasib akhirnya. Tidak heran, kosmologi telah mengalami banyak transformasi dalam evolusi lambatnya yang menyakitkan, evolusi yang seringkali dikalahkan oleh dogma relijius dan takhayul.

Revolusi pertama dalam kosmologi diantarkan oleh pengenalan teleskop pada tahun 1600-an. Dengan bantuan teleskop, Galileo Galilei, yang memperluas karya astronom besar Nicolaus Copernicus dan Johannes Kepler, mampu membuka kemegahan langit untuk pertama kalinya bagi penyelidikan saintifik yang mendalam. Kemajuan tahap pertama kosmologi ini memuncak dalam karya Isaac Newton, yang pada akhirnya menetapkan hukum fundamental yang menentukan gerakan benda-benda angkasa. Sebagai pengganti sihir dan mistik, hukum benda angkasa kini dilihat sebagai subjek yang dapat dihitung dan dikembang-biakkan.

Revolusi kedua dalam kosmologi dimulai dengan pengenalan teleskop besar pada abad ke-20, seperti teleskop di Mount Wilson dengan cermin reflektor besarnya yaitu 100 inchi. Pada tahun 1920-an, astronom Edwin Hubble menggunakan teleskop raksasa ini hingga menggulingkan dogma berabad-abad (yang menyatakan bahwa alam semesta itu statis dan kekal) dengan menunjukkan bahwa galaksi-galaksi di alam semesta bergerak menjauh dari Bumi dengan kecepatan luar biasa—bahwa alam semesta itu mengembang/meluas. Ini memperkuat teori relativitas umum Einstein yang menyatakan bahwa arsitektur ruang-waktu bersifat dinamis dan melengkung, bukan flat dan linier. Ini menjadi penjelasan masuk akal pertama mengenai awal-mula alam semesta, bahwa alam semesta dimulai dengan sebuah ledakan raksasa yang disebut “big bang”, yang membuat bintang-bintang dan galaksi-galaksi terlempar ke luar di angkasa raya. Dengan penelitian rintisan George Gamow dan rekan-rekannya mengenai teori big bang dan Fred Hoyle mengenai asal-usul unsur, muncul-lah penopang yang memberikan uraian luas tentang evolusi alam semesta.

Revolusi ketiga kini sedang berlangsung. Ia baru berusia sekitar lima tahun. Ia dimulai oleh sederetan instrumen high-tech baru seperti satelit antariksa, laser, detektor gelombang gravitasi, teleskop X-ray, dan superkomputer high-speed. Sekarang kita memiliki data terandal mengenai sifat alam semesta, meliputi umurnya, komposisinya, dan bahkan mungkin masa depan dan ajalnya.

Para astronom kini menyadari bahwa alam semesta mengembang dengan mode tak terkendali, berakselerasi tanpa batas, menjadi semakin dingin seiring waktu. Jika ini terus berlanjut, kita akan menghadapi “big freeze”, di mana alam semesta akan diliputi kegelapan dan dingin, dan semua makhluk berakal akan musnah.

Buku ini membahas revolusi besar ketiga ini. Ia berbeda dari buku saya sebelumnya dalam bidang fisika, Beyond Einstein dan Hyperspace, yang membantu memperkenalkan konsep baru tentang dimensi lebih tinggi dan teori superstring kepada masyarakat. Dalam Parallel Worlds ini, saya fokus pada perkembangan revolusioner—bukan pada ruang-waktu—dalam kosmologi selama beberapa tahun terakhir, berdasarkan bukti-bukti baru dari laboratorium-laboratorium dunia serta pencapaian angkasa terluar, dan terobosan baru dalam teori fisika. Tujuan saya adalah bahwa buku ini bisa dibaca dan dipahami tanpa pengenalan terlebih dahulu tentang fisika atau kosmologi.

Di bagian 1 buku ini, saya fokus pada studi alam semesta, menyimpulkan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai dalam tahap-tahap awal kosmologi, yang memuncak dalam teori yang disebut “inflasi”, yang memberi kita rumusan paling mutakhir sehingga mengusangkan teori big bang. Di bagian 2, saya khusus fokus pada teori multiverse—dunia yang tersusun dari banyak alam semesta, di mana alam semesta kita merupakan salah satunya—dan membicarakan kemungkinan wormhole, lengkungan ruang dan waktu, dan bagaimana dimensi-dimensi yang lebih tinggi menghubungkan mereka. Teori superstring dan Teori-M telah menjadi langkah awal dan pokok kita melampaui teori Einstein; kedua teori itu memberi bukti lebih jauh bahwa alam semesta kita kemungkinan merupakan salah satu dari banyak alam semesta. Terakhir, di bagian 3, saya membicarakan big freeze dan apa pandangan ilmuwan tentang akhir alam semesta kita. Saya juga menyajikan diskusi mendalam, meski spekulatif, tentang kemungkinan bagaimana suatu peradaban maju di masa depan menggunakan hukum fisika untuk meninggalkan alam semesta kita triliunan tahun dari sekarang dan kemudian memasuki alam semesta lain yang lebih ramah untuk memulai proses kelahiran kembali, atau pergi ke masa lampau ketika temperatur alam semesta lebih hangat.

Dengan banjir data baru yang kita peroleh sekarang ini, dengan alat-alat baru seperti satelit ruang angkasa yang bisa memindai angkasa raya, dengan detektor gelombang gravitasi yang baru, dan dengan generasi baru atom smasher (pemecah atom) seukuran kota yang hampir sempurna, para fisikawan merasa bahwa kita sedang memasuki apa yang boleh disebut sebagai abad emas kosmologi. Singkatnya, ini adalah masa yang baik bagi seorang fisikawan dan penjelajah dalam penyelidikan ini untuk mengetahui asal-usul kita dan nasib alam semesta.
——————————————————————————————————————————————————————————-
BAB SATU
GAMBARAN BAYI ALAM SEMESTA

Penyair hanya memohon agar kepalanya bisa memasuki langit. Sedangkan pemikir berusaha agar langit masuk ke dalam kepalanya. Dan sakitlah kepalanya. —G. K. Chesterson

SAAT KANAK-KANAK, saya memiliki konflik pribadi dalam keyakinan saya. Orangtua saya dibesarkan dalam tradisi Buddha. Namun saya mengikuti sekolah Minggu setiap pekan, di mana saya senang kisah-kisah bibel mengenai ikan paus, bahtera, pilar garam, gading-gading, dan apel. Saya terpesona oleh cerita-cerita Perjanjian Lama ini, yang merupakan bagian favorit saya dalam sekolah Minggu. Bagi saya cerita-cerita mengenai banjir besar, semak panas, dan air perpisahan jauh lebih menarik daripada meditasi dan nyanyian dalam agama Budha. Kisah-kisah heroisme dan tragedi kuno ini secara jelas menggambarkan pelajaran moral dan etika yang dalam yang telah menyertai saya sepanjang hidup saya.

Pada suatu hari di sekolah Minggu, kami mempelajari Genesis. Kisah mengenai Tuhan yang berkata keras dari surga, “Jadilah Cahaya!”, terdengar jauh lebih menarik dibanding bermeditasi dalam sunyi tentang Nirwana. Dengan polos saya bertanya kepada guru sekolah Minggu saya, “Apakah Tuhan memiliki ibu?” Biasanya dia memberikan jawaban yang tajam dan pelajaran moral yang dalam. Namun kali ini dia tercengang. “Tidak,” jawabnya ragu-ragu, “mungkin Tuhan tidak memiliki ibu.” “Lalu dari mana Tuhan berasal?” saya bertanya. Dia mengomel bahwa dirinya harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan pendeta terkait pertanyaan itu.

Saya tidak sadar bahwa saya secara tak sengaja telah tersandung pada salah satu pertanyaan besar agama. Saya bingung, karena dalam Budha, tidak ada Tuhan sama sekali, yang ada hanya alam semesta abadi, tanpa awal dan tanpa akhir. Kemudian, ketika saya mulai mempelajari mitologi-mitologi besar dunia, saya mengetahui bahwa ada dua jenis kosmologi dalam agama, pertama, berdasarkan momen tunggal ketika Tuhan menciptakan alam semesta, kedua, berdasarkan ide bahwa alam semesta senantiasa ada dan akan senantiasa ada.

Saya berpikir, tidak mungkin dua-duanya benar.
Kemudian, saya mulai menemukan bahwa tema umum ini melintasi banyak kebudayaan. Contohnya, menurut mitologi China, di permulaan masa terdapat sebuah telur kosmik. Dewa P’an Ku yang masih bayi tinggal hampir selama-lamanya di dalam telur tersebut, yang mengapung di atas laut Chaos tak berbentuk. Ketika telur itu akhirnya menetas, P’an Ku tumbuh sangat cepat, lebih dari 10 kaki per hari, sehingga bagian atas cangkang telur menjadi langit dan bagian bawah menjadi bumi. Setelah 18.000 tahun, dia mati untuk melahirkan dunia kita: darahnya menjadi sungai, matanya menjadi matahari dan bulan, dan suaranya menjadi guntur.

Sedikit banyak, mitos P’an Ku mencerminkan satu tema yang ditemukan dalam banyak agama dan mitologi kuno, bahwa alam semesta menjadi ada secara creatio ex nihilo (diciptakan dari ketiadaan). Menurut mitologi Yunani, alam semesta dimulai dalam keadaan Chaos (sebenarnya kata “chaos” berasal dari bahasa Yunani yang berarti “jurang sangat dalam”). Kehampaan tak berbentuk ini sering dilukiskan sebagai sebuah lautan, sebagaimana dalam mitologi Babilonia dan Jepang. Tema ini ditemukan dalam mitologi Mesir kuno, di mana dewa matahari, Ra, muncul dari sebuah telur yang mengapung. Dalam mitologi Polinesia, telur kosmik diganti dengan batok kepala. Suku Maya meyakini variasi lain dari kisah ini, yaitu bahwa alam semesta terlahir namun pada akhirnya mati setelah 5.000 tahun, hanya untuk dihidupkan lagi dan lagi demi mengulang siklus kelahiran dan kehancuran tanpa akhir.

Mitos creatio ex nihilo ini berlawanan dengan kosmologi Budha dan tradisi khas Hindu. Menurut mitologi keduanya, alam semesta itu abadi, tanpa awal ataupun akhir. Ada banyak level eksistensi, namun yang tertinggi adalah Nirwana, yang abadi dan hanya bisa dicapai melalui meditasi termurni. Dalam Mahapurana Hindu, tertulis demikian, “Seandainya Tuhan menciptakan dunia, lalu di mana Dia berada sebelum Penciptaan?….. Ketahuilah bahwa dunia itu tidak diciptakan, sebagaimana waktu itu sendiri, tak berawal dan tak berakhir.”

Mitologi-mitologi ini saling bertentangan, tanpa ada pemecahan di antara mereka. Mereka saling terpisah: alam semesta yang berawal atau yang tidak berawal. Sepertinya tidak ada daerah tengah. Namun hari ini, sebuah pemecahan tampaknya sedang muncul dari petunjuk yang sepenuhnya baru—dunia sains—sebagai hasil dari adanya generasi baru instrumen saintifik powerful yang membumbung tinggi di angkasa luar. Mitologi kuno bersandar pada pengetahuan penyampai kisah untuk menjelaskan awal-mula dunia kita. Hari ini, para ilmuwan melepaskan sederetan satelit antariksa, laser, detektor gelombang gravitasi, interferometer, superkomputer berkecepatan tinggi, dan Internet, dalam proses merevolusi pemahaman kita tentang alam semesta, dan juga memberi kita penjelasan paling meyakinkan tentang penciptaannya.

Hal yang secara bertahap sedang muncul dari data tersebut adalah sintesa (perpaduan) besar dua mitologi yang saling berlawanan tadi. Para ilmuwan berspekulasi, mungkin saja Genesis terjadi berulang-ulang di laut Nirwana yang abadi. Dalam gambaran baru ini, alam semesta kita bisa disamakan dengan sebuah gelembung yang mengapung di “laut” yang jauh lebih besar, bersama gelembung-gelembung baru yang terbentuk terus-menerus. Menurut teori ini, alam semesta, seperti gelembung-gelembung yang terbentuk dalam air mendidih, berada dalam penciptaan terus-menerus, mengapung di arena yang jauh lebih besar, Nirwana hyperspace sebelas-dimensi. Semakin banyak ilmuwan yang mengajukan bahwa alam semesta kita betul-betul muncul dari bencana menyala-nyala, big bang, selain bahwa ia juga koeksis di laut abadi alam semesta lain. Jika kita benar, big bang-big bang mungkin sedang berlangsung saat ini, saat Anda membaca kalimat ini.

Para fisikawan dan astronom di seluruh dunia kini sedang memikirkan tentang seperti apa dunia-dunia paralel ini, apa hukum yang mereka patuhi, bagaimana mereka lahir, dan bagaimana mereka pada akhirnya akan mati. Mungkin dunia-dunia paralel ini tandus, tidak memiliki bahan dasar kehidupan. Atau mungkin mereka terlihat seperti alam semesta kita, dipisahkan oleh sebuah peristiwa quantum yang membuat alam semesta-alam semesta tersebut berdivergensi dari alam semesta kita. Dan beberapa fisikawan berspekulasi barangkali suatu hari nanti, seandainya kehidupan di alam semesta kita tidak dapat dipertahankan karena menua dan mendingin, kita terpaksa meninggalkannya dan lari ke alam semesta lain.

Mesin yang mengendalikan teori-teori baru ini adalah banjir data yang mengalir dari satelit-satelit antariksa kita ketika mereka memotret puing penciptaan itu sendiri. Yang mengagumkan, para ilmuwan sekarang sedang fokus pada apa yang terjadi 380.000 tahun setelah big bang, ketika “afterglow” penciptaan pertama kali memenuhi alam semesta. Barangkali gambaran paling meyakinkan tentang radiasi penciptaan ini berasal dari sebuah instrumen baru yang disebut satelit WMAP.

Sumber: Sainstory -Sains Social History

No comments:

Post a Comment