Tuesday, September 18, 2018

Agama dan Spiritualitas

Oleh: Mary Mageau
 
Kita hidup dalam pergeseran paradigma. Agama yang terorganisasi, termasuk gereja-gereja Kristen dan semua denominasinya, sedang menjadi saksi terus berkurangnya keanggotaan mereka. Saat ini lebih sedikit orang yang melihat ke agama tradisional dan gereja-gereja untuk memperoleh jawaban atas masalah kontemporer mereka. Ini adalah karena ajaran sederhana yang berasal dari para guru telah menjadi ajaran yang menguasai dan mengendalikan manusia, menjadikannya budaya, peraturan, ritual dan dogma dogma. Mempertimbangkan fakta bahwa Yesus Kristus tidak pernah menjadi penganut Kristen, Sang Buddha juga tidak menganut Buddha. Dan sementara agama tradisional terus berusaha menyangkal, akar dan cabang-cabang gerakan spiritualitas baru terbentuk di mana-mana. Jalan lain telah dipilih dan dialami oleh banyak orang di seluruh dunia.
Gerakan Spiritualitas baru berada satu tingkat tersendiri. Tidak seperti kebanyakan agama, ia tidak memiliki kitab suci, pusat organisasi, pendeta yang secara resmi dilantik, dan tidak ada tempat sentral, pemujaan atau dogma.
Spiritualitas Baru mengekspresikan diri dengan cara berikut: perduli lebih aktif terhadap lingkungan, mempelajari praktek meditasi agama Timur, pemerhati masalah keadilan sosial, keadilan bagi laki-laki dan perempuan dalam semua aspek pengambilan keputusan, mencari sistem ekonomi yang lebih baik untuk semua dan melakukan upaya perdamaian sebagai lawan dari peperangan. Spiritualitas baru ini terus berkembang dan kuat saat ini ketika semua sistem budaya, politik dan ekonomi yang ada terlihat gagal. Karena pengalaman kita sebelumnya tentang keterpisahan diri sangat besar, keinginan yang mendalam terhadap hubungan personal yang kuat untuk kehadiran suci dari keberadaan diri kita didalam, untuk struktur sosial dan untuk alam itu sendiri yang mendorong kemajuan dari perubahan itu.

Sejarah telah menunjukkan bahwa setiap era perubahan besar akan mengarah pada dua ekstrem: apakah memilih keyakinan yang fundamentalis atau pengalaman spiritual pribadi yang mendalam. Tanpa keanggotaan atau bahkan filosofi atau dogma, sulit untuk menentukan atau mengukur gerakan spiritualitas baru yang tidak diorganisasikan ini. Namun di setiap kota besar, ribuan orang sedang mencari wawasan yang lebih besar dan pertumbuhan pribadi, sekarang mereka banyak berkumpul di toko buku metafisik, website internet, guru rohani atau pendidikan/pusat meditasi. Sebuah survey dilakukan dari 1991 sampai 1995, menunjukkan bahwa praktisi spiritualitas baru secara stabil mewakili 20% dari populasi dan secara konsisten berada di dalam ketiga kelompok agama terbesar di dunia.

Spiritualitas baru adalah gerakan dalam satu kelas tersendiri. Tidak seperti kebanyakan agama ia tidak memiliki kitab suci, pusat organisasi, pendeta yang secara resmi dilantik, dan tidak ada tempat sentral, pemujaan atau dogma. Ini adalah gerakan spiritualitas yang mengalir bebas, sebuah jaringan dari orang orang yang percaya dan praktisi yang saling berbagi pengalaman dan praktek yang serupa. Buku dan majalah mereka telah banyak diterbitkan dan banyak situs web yang dijadikan pusat organisasi. Seminar, kesaksian, buku, pengajaran informal, doa dan grup meditasi mengganti ritual tradisional dan layanan keagamaan. Praktek-praktek baru ini seringkali dilakukan dengan bebas berbeda dengan yang biasa dilakukan oleh agama formal. Di jaman yang akan datang mungkin kita bisa menjadi saksi dari penggabungan antara spiritualitas dengan ilmu pengetahuan dan penyatuan agama agama besar. Hal ini akan dicapai  dengan memfokuskan kembali pada prinsip yang sederhana namun sebuah kebenaran mendalam yang secara umum diyakini oleh agama-agama besar, dengan menghilangkan dogma yang dibuat oleh manusia, budaya dan aturan aturan yang memisahkan dan memecah kita. Banyak dari pengajaran lama itu yang sudah dibuang. Keyakinan agama yang berdasarkan kasih akan disimpan, sementara pengajaran yang berdasarkan rasa takut dan konsep mengendalikan akan disingkirkan. Di masa mendatang agama yang bertahan adalah agama yang bersedia untuk mengembangkan filsafat dan teologi yang lebih tinggi untuk memahami kebenaran Pencipta . Sementara agama dan spiritualitas baru sekarang tampaknya berada pada sisi berlawanan, sebenarnya tidak perlu ada perbedaan di antara keduanya. Namun sebelum membahas lebih lanjut ini, marilah kita pertama-tama mendefinisikan agamawan dan spiritualis.

Penganut agama adalah orang yang mengikuti tafsir atau dogma dalam keyakinan mutlak tanpa mempertanyakan ini. Penganut agama juga mengacu pada satu set peraturan atau teks (Alkitab, Taurat, Quran dll) untuk memandu setiap tingkah laku mereka. Dalam dunia mereka Pencipta dilihat sebagai wujud laki-laki yang berkuasa, sendiri dalam mengatur kesadaran manusia yang memperhatikan setiap perbuatan dan menilai perbuatan masing masing kita. Dan beberapa orang  terpilih untuk berbicara atas kuasa ini untuk menentukan mana yang benar atau salah. Mereka percaya bahwa Pencipta akan melakukan segala sesuatu bagi mereka jika mereka memberikan yang terbaik, upah mereka akan naik ke surga ke tempat sukacita dan keindahan.

Spiritualis adalah orang yang menyadari bahwa masyarakat manusia adalah bagian dari evolusi yang terus berubah, sehingga ia harus terus mengatasi setiap kemungkinan yang membawa peluang baru. Karena setiap pengalaman hidup berisi pembelajaran, dengan keyakinan seperti ini orang lain tidak boleh menghalangi potensi perkembangan seseorang. Bagi Spiritualis, Sang Pencipta adalah Omnipresen/perwujudan semuaNya dalam penciptaan dan berada dalam setiap manusia dan segala sesuatu yang ada. Dalam rangka untuk kembali ke pemenuhan dari cahaya Pencipta, pembelajaran dari semua pelajaran harus dialami dengan segala kemungkinan pengalaman yang ada dan menyelesaikannya. Masing-masing harus mengembangkan diri sepenuhnya dan menyembuhkan melalui kesadaran akan kasih dalam diri.
Spiritualis adalah orang yang menyadari bahwa masyarakat manusia adalah bagian dari evolusi yang terus berubah, sehingga ia harus terus berusaha mengatasi setiap kemungkinan yang membawa peluang baru.
Para Agamawan percaya pada ‘Roh yang Satu,’ – penerimaan terhadap keyakinan tersebut sebagai ide yang universal bagi semua. Tetapi terhadap tembok dogma terorganisasi, pengalaman baru, kesadaran dan ajaran sering berbenturan dan beberapa wawasan baru dikecualikan. Meskipun orang dapat menyembah, belajar dan memperkuat pemikiran mereka, ketaatan terhadap peraturan dan mempertahanan keyakinan tetap menjadi tujuan mereka. Peperangan membela agama adalah untuk kebaikan mereka dan sebagai aktivitas pertobatan mereka. Ajaran tentang Ketakutan dan prasangka terhadap orang lain seringkali berhasil. Motto dari para agamawan mungkin, ‘Hanya kita yang mengetahui kebenaran’. Karena kepatuhan kaku mereka, mereka tetap tidak  akan merubah kepercayaan dan pemikiran mereka dan akan tetap tertutup rapat.

Spiritualis percaya pada ‘Kesatuan dari Roh’. Spiritualitas baru berlawanan dengan agama terorganisasi karena cenderung holistik daripada dualistik, incarnational daripada transendental, inklusif daripada patriarki, lingkungan daripada terpusat pada manusia dan demokratis daripada hirarkis. Ketika kita mengetahui bahwa jiwa manusia adalah bagian dari Pencipta, kita harus kembali mengingat bahwa semuanya akan membawa pada kehidupan penuh kasih. Percaya dan mengetahui bahwa pemisahan dari Sang Pencipta dari hanyalah sebuah ilusi. Maka kita memahami bahwa kami tidak pernah terpisah dari sang Pencipta karena memang kita adalah bagian diriNya. Spiritualis tidak akan membuat sebuah panduan kepercayaan kepada yang lain karena percaya bahwa Sang Pencipta meginginkan variasi pengalaman yang tak terbatas manusia dalam pencarian spiritualitas. Motto dari spiritualis kira kira begini, ‘Biarkan semua bunga mekar di masing-masing kebenaran dan keindahannya.

Juga dalam kehidupan kita sehari-hari, banyak dari kita yang berasumsi bahwa kekuasaan mencipta bersama dan penghormatan terhadap ciptaan dengan memilih untuk mengalami berbagai pengalaman di Bumi. Dan di dalam diri Sang Pencipta, dimana kita semua adalah bagianNya, hanya ada kesatuan cinta, maka kita akan melihat semua ini sebagai sebuah pengalaman dalam matriks ruang dan waktu dimana manusia didorong untuk mengalami dan melakukan segala kemungkinan. Dan pilihan jalan agama merupakan salah satu jalan dan pilihan lain adalah spiritualitas. Di rumah Bapa ada banyak rumah dan fokus pada kebaikan dan pengalaman dapat dipilih secara bebas untuk menyediakan setiap kemungkinan pertumbuhan. Tidak ada perjalanan satu orang lebih baik daripada yang lain karena semua jalan adalah potensi untuk membawa kita kepada pemenuhan Pencipta dan kasih.

Konsep Buddha tentang Jalan Tengah sangat sesuai dengan spiritualitas baru yang muncul saat ini. Berikut kutipan penulis yang tidak dikenal yang dirangkum dengan sangat baik. “Jalan tengah termasuk bagian yang berlawanan tanpa dikontrol oleh satu atau yang lain”. Sama sama bernilai – baik yang positif maupun negatif, yang tinggi maupun rendah. Spiritualitas baru yang selalu mencari wujud adalah tantangan bagi kesadaran setiap orang yang terpaku pada dikotomi agama kuno, atau reaksi terhadap tradisi agama. Dikotomi agama tradisional menjelaskan realitas sebagai yang benar dan yang salah, baik dan jahat, dengan belief system spesifik dan tertulis menentukan dengan jelas hal tersebut. Orang-orang yang mengambil sikap yang berlawanan terhadap pandangan ini beragumentasi bahwa tidak ada standar objektif, atau setidaknya dalam cara mereka biasanya mendefinisikan.

Sebaliknya spiritualitas baru menghindari untuk menghakimi mereka yang berlawanan dan mencari semua nilai dalam setiap pengalaman kehidupan. Ini dapat dimengerti karena apa yang ada adalah bagian dari Keseluruhan, dan oleh karena itu semuanya bermakna sebagai potensi belajar bagi kita manusia. Sebagian besar orang melihat apa yang salah atau jahat adalah tantangan bagi ego dan ketidaktahuan kita, yang mendorong kita menuju kasih dan pengertian. Ini bukan soal mengidentifikasi apa yang salah dan berusaha untuk menghancurkan, tetapi untuk mengetahui pelajaran apa yang sedang kita pelajari dari mereka. Yang disebut sisi negatif kehidupan ada sebagai cara untuk mengajarkan kita apa yang kita tidak bisa hindari untuk belajar. Dan jika kita sudah mempelajari apa yang harus dipelajari, negatifitas tersebut tidak lagi perlu hadir karena kita sudah mampu mengatasinya. Melalui belajar kita mampu memperluas kesadaran kita dan menjadi manfaat yang lebih besar bagi orang lain. Dengan demikian, jalan tengah adalah melihat makna segala sesuatu, semua orang dan semua pengalaman sebagai bermanfaat yang diperlukan sebagai bagian dari pemenuhan kehidupan.

Mary Mageau adalah penulis, guru rohani  yang mengajar di banyak kelas meditasi dan pembangunan spiritual di  Australia

No comments:

Post a Comment