Tuesday, November 27, 2018
The Power of Now
Tuesday, November 20, 2018
Apa Kata Tiga Saintis Besar Ini Tentang Tuhan?

Fisikawan besar mekanika quantum kebangsaan Amerika, Richard P. Feynman (11 Mei 1918-15 Februari 1988), mengatakan bahwa “Aku tidak percaya bahwa sains dapat membuktikan bahwa Tuhan itu tidak ada; aku pikir, itu memang tidak mungkin. Dan jika tidak mungkin, maka bukankah suatu kepercayaan (a belief) kepada sains dan suatu kepercayaan kepada suatu Tuhan (yakni suatu Tuhan biasa dalam agama-agama) adalah suatu kemungkinan yang konsisten?”/1/
Maksud Feynman jelas bahwa sains dan agama-agama sama-sama percaya pada kemungkinan adanya Tuhan. Orang beragama percaya pada keberadaan Tuhan; dan kita tahu, kepercayaan itu (selama belum didukung bukti-bukti) berada dalam wilayah kemungkinan; dan para saintis tidak bisa membuktikan Tuhan itu tidak ada, artinya para saintis juga membuka diri juga pada kemungkinan Tuhan itu ada. Jadi, sains dan agama-agama, dalam hal ini, konsisten satu sama lain. Dengan Feynman menyatakan hal ini, jelas kita tidak bisa menggolongkan sang fisikawan agung ini sebagai seorang ateis. Kecuali jika anda meragukan keaslian ucapan Feynman yang saya telah kutip ini! Apakah dia seorang agnostik, saya ragu menjawabnya.
Menurut Richard P. Feynman dalam buku yang sama, sains dan agama bertemu pada ranah moralitas atau etika. Dalam ranah moral dan ranah sains orang mengajukan sebuah pertanyaan yang sama, yakni “Jika aku melakukan hal ini, maka apa yang akan terjadi?” Dalam dunia agama, pertanyaan ini mendorong orang untuk bertindak secara bermoral sedemikian rupa untuk menghasilkan banyak kebajikan; dalam dunia sains, pertanyaan ini mendorong para saintis untuk menguji pertanyaan-pertanyaan mereka lewat eksperimen-eksperimen. Dengan kata lain, persoalan “sebab dan akibat” sama-sama digumuli oleh para etikus dan para saintis; dan dalam rangka menjawab persoalan ini sains dan etika bertemu./2/ Jadi, tidak ada alasan untuk menyatakan bahwa sains dan etika tidak bisa bertemu untuk berdialog.
Biografi dan Pemikirannya Thomas Aquinas
St. Thomas Aquinas, salah satu tokoh filsafat barat pada abad pertengahan, dilahirkan di Lombardy, Rossa Sicca, daerah di kerajaan Napels, Italia pada tahun 1225 M (ada sumber yang menyebutkan pada tahun 1224 M). Dia berasal dari keluarga keturunan bangsawan, Kaisar Frederick I dan Henry VI. Thomas Aquinas terlahir dari pasangan Pangeran Landulf, keturunan Aquino dan Theodora, seorang Countest of Teano. Keluarganya merupakan penganut agama Khatolik yang taat. Latar belakang ini ikut menentukan latar belakang pendidikan dan tujuan hidupnya.
Thomas Aquinas yang juga dikenal dengan nama Italia yaitu Thomaso d’Aquino, ketika berumur lima tahun (sekitar tahun 1257), Thomass Aquinas mulai belajar di Biara Benedictus di Monte Cassino hingga dia berusia lima belas tahun. Setelah selama sepuluh tahun belajar di Monte Casssino sebagai pendidikan dasar guna menjadi seorang biarawan, dia melanjutkan memperdalam ilmu bahasa di negara lain dengan beralih menjadi seorang Ordo Dominikan. Hal ini pada mulanya ditentang oleh keluarganya yang merupakan penganut Khatolik yang taat, namun tekat bulatnya pada akhirnya mampu meluluhkan hati kedua orang tuanya sehingga dia mendapatkan restu dari keduanya dan ressmi menjadi salah seorang anggota Ordo Dominikan tepat pada tahun 1245.
Monday, November 19, 2018
Tuhan Sudah Mati (Bagian 2, selesai)
Zarathustra berkata,
Jauh!
Dia sendiri telah melarikan diri
Temanku yang terakhir, satu-satunya
Musuh terbesarku,
Yang tidak aku ketahui,
Dewa algojoku.
Tidak! Kembalilah
Dengan semua siksaanmu!
Untuk yang terakhir dari semua yang kesepian
Oh, kembalilah!
Semua air mataku mengalir
Arah mereka kepadamu;
Dan nyala akhir hatiku -
Menyala untukmu!
Oh, kembalilah,
Tuhanku yang tidak diketahui! Sakitku!
Kebahagiaanku yang terakhir!
Kata-kata ini terlihat hampir gila: “Tuhanku yang tidak diketahui! Sakitku! Kebahagiaanku yang terakhir! Ah, kembalilah!”
Tuhan Sudah Mati (Bagian 1)
Jawaban OSHO:
Narayana, dia harus menyatakan itu, karena Tuhan sudah mati. Tuhan yang telah disembah selama ribuan tahun telah mati; bukan Tuhan yang sebenarnya, tetapi Tuhan yang telah diciptakan oleh pikiran manusia - Tuhan yang ada di kuil-kuil dan masjid-masjid dan gereja-gereja dan sinagog-sinagog, Tuhan dari kitab Perjanjian Lama, Dewa dari kitab Veda. Manusia telah tumbuh (lebih dewasa) melampaui konsep-konsep itu.
Nietzche hanya menyatakan satu fakta. Tentu saja, dia sama terkejutnya seperti orang lain. Dia sendiri belum siap menerimanya. Bahkan, seumur hidupnya dia berjuang untuk menerimanya. Dia mencoba meyakinkan dirinya sendiri dengan mengatakan bahwa Tuhan benar-benar mati, tetapi hal itu sulit bagi pria malang itu. Itu akan sulit bagi siapa pun. Dan dia adalah seorang pria dari baja; dia bukan pria biasa, dia benar-benar pria yang kuat, tapi tetap saja itu terlalu banyak. Dia harus sangat menderita karena dialah yang pertama kali mendeklarasikannya, dan untuk menjadi seorang perintis itu selalu bahaya. Dia mengalami gangguan saraf. Bagian terakhir dari hidupnya adalah dalam keadaan gila. Dia mempertaruhkan banyak untuk deklarasi ini.
Apakah Tuhan Itu?
Prem Sukavi, TUHAN bukan seseorang/satu individu. Hal itu adalah salah satu kesalahpahaman terbesar, dan ia telah berlaku begitu lamanya sehingga ia telah menjadi hampir satu fakta. Bahkan jika satu kebohongan diulang terus-menerus selama berabad-abad pasti tampaknya seolah-olah itu adalah kebenaran.
Tuhan adalah kehadiran, bukan seseorang. Oleh karenanya semua ibadah adalah kebodohan belaka. Ke-penuh-doa-an diperlukan, bukan doa. Tidak ada seorang pun untuk didoakan; tidak ada kemungkinan dialog mana pun antara engkau dan Tuhan. Dialog itu mungkin hanya antara dua orang, dan Tuhan bukanlah seseorang tetapi satu kehadiran - seperti keindahan, seperti sukacita.
Tuhan hanya berarti ketuhanan. Karena fakta inilah Buddha menolak keberadaan Tuhan.
Dia ingin menekankan bahwa Tuhan adalah satu sifat, satu pengalaman - seperti cinta. Engkau tidak bisa berbicara kepada cinta, engkau bisa menjalaninya. Engkau tidak perlu menciptakan kuil cinta, engkau tidak perlu membuat patung cinta, dan membungkuk ke patung-patung itu akan menjadi omong kosong belaka. Dan itulah yang telah terjadi di gereja-gereja, di kuil-kuil, di masjid-masjid.
Saturday, November 17, 2018
Meister Eckhart: Sang Mistikus Jerman
Wednesday, November 14, 2018
Usia Lanjut
Tidak ada awal dan tidak ada akhir.
Mengapa itu harus sebaliknya dengan manusia? - manusia bukan pengecualian. Dalam gagasan menjadi luar biasa ini, dalam merasa menjadi lebih istimewa daripada hewan-hewan lain dan pepohonan dan burung-burung, manusia telah menciptakan nerakanya sendiri, rasa takutnya. Gagasan bahwa kita adalah makhluk luar biasa, kita adalah manusia, telah menciptakan sebuah kerenggangan antara dirimu dan semesta. Kerenggangan itu menyebabkan semua ketakutan dan kesengsaraanmu, menyebabkan kegelisahan dan kecemasan yang tidak perlu di dalam dirimu.
Monday, November 12, 2018
Akal dan Jiwa (Bagian III)
Tampaklah bahwa teori dualis tersebut jatuh ke dalam perangkap pencarian akan substansi (akal) untuk menjelaskan apa sebenarnya konsep abstrak itu, bukan obyek. Dorongan untuk mereduksi konsep abstrak menjadi sesuatu tampak jelas sepanjang sejarah sains dan filsafat, yang diilustrasikan melalui konsep-konsep kacau semacam phlogiston, teori cairan panas, eter yang bersinar terang dan daya-kehidupan. Dalam semua kasus ini, fenomena yang bersatu membutuhkan penjelasan dalam kaitannya dengan energi atau bidang yang abstrak semacam itu.
Akal dan Jiwa (Bagian II)
Akal dan Jiwa (Bagian I)
Menurut Wikipedia, akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah. Kelanjutannya bisa Anda baca di http://id.wikipedia.org/wiki/Akal.
Meskipun pengertian akal di wikipedia tersebut menurut saya sudah cukup bagus, namun masih banyak hal ruang kosong yang bisa diisi dengan berbagai macam pertanyaan di sana. Pertanyaan tentang apa itu akal tidak pernah basi. Sudah dan selalu diperdebatkan oleh teolog dan filosof sejak lama. Namun dewasa ini studi tentang akal telah masuk dalam wilayah sains, melalui psikologi dan psikoanalisis. Dan lebih belakangan lagi masuk dalam riset otak, penghitungan dan apa yang disebut ‘kecerdasan artifisial‘. Hanya akal yang memiliki pengalaman langsunglah yang diasosiasikan dengan otak. Secara sederhana, akal menempati otak. Namun tak seorangpun menegaskan bahwa Tuhan, atau jiwa yang telah pergi, memiliki otak. Apakah akal yang benar-benar terpisah dari alam fisik memiliki makna? Apakah akal dapat hidup sesudah mati?
Saturday, November 10, 2018
Apakah Kesadaran Nilainya Lebih Tinggi dari Pada Cinta?
Misalnya, setiap nilai ada dalam banyak tingkat; setiap nilai adalah tangga dari banyak anak tangga.
Cinta adalah nafsu - anak tangga terendah, yang menyentuh neraka; dan cinta juga doa - anak tangga tertinggi, yang menyentuh surga. Dan di antara keduanya ada banyak tingkat yang mudah dilihat.
Dalam nafsu, cinta hanya satu persen; sembilan puluh sembilan persen adalah hal-hal lain: kecemburuan, pembesaran ego, kepemilikan, kemarahan, seksualitas. Nafsu lebih bersifat fisik, lebih bersifat kimia; ia tidak memiliki sesuatu yang lebih dalam dari itu. Nafsu itu sangat dangkal, bahkan tidak sedalam kulit.
Apa yang Terjadi Di Pesantren Rumi?

Suatu kali pernah terjadi:
Seorang mistikus Sufi besar, Jalaluddin Rumi, dulu tinggal dengan seratus muridnya di sebuah pesantren. Beberapa pelancong datang. Pesantren itu jauh dari kota mana pun, bahkan jauh dari jalanan mana pun, tetapi orang-orang menjadi tertarik - orang-orang yang penasaran bisa pergi ke mana saja: mereka (bahkan sudah) pergi ke bulan. Orang yang penasaran adalah orang yang ingin tahu, mereka bisa pergi ke mana saja. Mereka menjadi penasaran dan mereka pergi ke sana. Pesantren itu jauh dari kota-kota, di luar jalan raya, tetapi mereka mengatasi semua kesulitan dalam perjalanan dan mereka mencapai padang pasir. Pintu-pintu pesantrennya tidak tertutup - karena Rumi tidak pernah berpikir bahwa siapa pun akan datang dari jauh - sehingga mereka dapat melihat apa yang terjadi di dalam ...
Seseorang sedang tertawa dengan keras, liar, seseorang sedang menari, seseorang sedang bernyanyi, seseorang berdiri di atas kepalanya, orang-orang sedang melakukan seribu satu hal - dan Jalaluddin Rumi sedang duduk di tengah-tengah semuanya itu, hening, dengan mata tertutup.
Buddha dan Cerita yang Indah Tentang Kematian
Wanita itu bergegas dengan membawa mayat anaknya. Buddha memandang wanita itu, mengatakan kepada wanita itu untuk menempatkan anak wanita itu di hadapan Buddha dan berkata kepadanya, “Ya, Aku akan menghidupkan kembali dia, tetapi engkau harus memenuhi satu syarat.”
Wanita itu berkata, “Aku siap untuk memberikan bahkan hidupku. Katakanlah kondisi apapun dan aku akan memenuhinya.”
Buddha berkata, “Ini adalah kondisi yang sederhana, Aku tidak pernah meminta kepada seseorang persyaratan besar, hanya persyaratan kecil, ini adalah hal yang sangat sederhana. Engkau hanya perlu pergi ke kota dan membawa beberapa biji mustard. Hanya ingat satu hal: Biji mustard haruslah berasal dari sebuah rumah yang dimana tidak seseorang pun pernah mati disana.”
OSHO Terkasih, Bagaimana Gagasanmu Tentang Surga?
Mereka bersifat psikologis.
Untuk menjalani kehidupan spontanitas, kebenaran, cinta dan keindahan adalah hidup di surga.
Untuk hidup dalam kemunafikan, kebohongan dan kompromi, untuk hidup sesuai dengan orang lain, adalah hidup di neraka.
Hidup dalam kebebasan adalah surga, dan hidup dalam perbudakan adalah neraka.
Engkau dapat menghias sel penjaramu dengan indah, tetapi tidak ada bedanya, itu masih sel penjara.
Dan itulah yang dilakukan orang-orang, mereka terus mendekorasi sel penjara mereka. Mereka memberinya nama-nama yang indah, mereka terus melukisnya, memasang foto-foto baru di dinding, mengatur perabotan dengan cara baru, membeli lebih banyak barang - tetapi mereka tinggal di penjara.
Dalam Pertanyaan "Siapakah aku"? Apakah Maksudnya "Aku"? Apakah Itu Berarti Esensi Kehidupan?
Siapakah Aku?" Engkau tidak menunggu jawaban. Pikiranmu akan menyediakan banyak jawaban; semua jawaban itu harus ditolak. Pikiranmu akan berkata, "Engkau adalah esensi kehidupan. Engkau adalah jiwa yang kekal. Kamu Ilahi," dan seterusnya dan seterusnya. Semua jawaban itu harus ditolak: NETI NETI - orang harus terus berkata, "Bukan ini atau itu."
Ketika Engkau menyangkal semua jawaban yang mungkin pikiran dapat sediakan dan rancang, ketika pertanyaan itu tetap benar-benar tidak dapat dijawab, keajaiban terjadi: tiba-tiba pertanyaan itu juga menghilang. Ketika semua jawaban telah ditolak, pertanyaannya tidak memiliki alat penopang, tidak ada pendukung di dalam untuk berdiri lagi. Ini hanya roboh , itu ambruk, itu menghilang.
Agama Sesungguhnya Tidak Ada Hubungannya dengan Perang ...
Agama-agama terorganisir telah menciptakan banyak perang - sama seperti yang telah dilakukan oleh para politikus. Nama mereka mungkin berbeda... para politikus berperang demi sosialisme, demi komunisme, demi fasisme, demi nazisme; dan agama-agama terorganisir berperang demi Tuhan, demi cinta, demi konsep mereka tentang kebenaran. Dan jutaan orang telah terbunuh disebabkan perang antara Kristen dan Muslim, antara Kristen dan Yahudi, antara Muslim dan Hindu, antara Hindu dan Buddhis. Agama yang sesungguhnya tidak ada hubungannya dengan perang, agama yang sesungguhnya berhubungan dengan pencarian akan kedamaian. Namun agama-agama terorganisir tidak tertarik pada kedamaian - mereka hanya tertarik untuk menjadi lebih berpengaruh, lebih dominan.
Aku mengutuk agama-agama terorganisir sama seperti aku mengutuk para politikus - keduanya tidak lain hanyalah urusan politik. Jadi ketika Aku mengatakan kepadamu bahwa orang-orang "beragama" sebaiknya dihormati, dihargai - para politikus sebaiknya pergi menemui mereka untuk meminta saran, meminta pendapat - yang aku maksudkan bukanlah orang-orang dari agama-agama terorganisir; yang aku maksudkan adalah individu-individu "beragama." Dan seorang individu "beragama" bukanlah seorang Hindu, bukanlah seorang Kristen, bukanlah seorang Muslim. Bagaimana mungkin ia bisa menjadi seorang Hindu, bisa menjadi seorang Kristen, bisa menjadi seorang Muslim? Tuhan sendiri bukanlah Hindu, bukanlah Muslim, bukanlah Kristen. Dan seseorang yang telah mengetahui sesuatu yang Ilahi, menjadi terwarnai dengan sifat-sifat ke-Ilahian, menjadi semerbak dengan aroma Ketuhanan.
Thursday, November 8, 2018
Ilmu Pengetahuan tentang Keajaiban: Persepsi versus Realitas

oleh Deepak Chopra
Dalam ambisinya menjelaskan setiap aspek dunia alami, ilmu pengetahuan modern hampir tidak melewatkan satu pun masalah. Namun, beberapa misteri sangat sulit sehingga menantang metode ilmiah. Sulit membayangkan eksperimen yang bisa menjelaskan apa yang terjadi sebelum ruang dan waktu muncul, misalnya. Tapi ada dua misteri yang selama puluhan tahun diabaikan karena prasangka. Pertama adalah hakikat kesadaran, dan yang kedua adalah realitas fenomena yang secara longgar dikategorikan sebagai mistis atau supernatural.
Namun kini, dengan munculnya ilmu kesadaran yang berkembang pesat, dipenuhi dengan banyak teori, perdebatan, dan kontroversi, mungkin sudah saatnya kita mencoba memecahkan berbagai fenomena pinggiran, terutama keajaiban, yang selama ini dianggap sebagai wilayah takhayul, kecerobohan, atau bahkan penipuan. (Ini adalah posisi keras dari para skeptis vokal, meskipun pengaruh mereka terhadap praktik ilmu pengetahuan terlalu kecil untuk dibahas di sini.)
Tidak Ada yang Kebetulan — Segalanya Bermakna

Kata “sinkronisitas” menjadi populer untuk menggambarkan kebetulan-kebetulan yang tampaknya muncul begitu saja tanpa sebab…
Misalnya, Anda tiba-tiba teringat nama seseorang, dan beberapa menit kemudian orang itu menelepon Anda. Anda ingin membaca sebuah buku tertentu, dan tanpa Anda beritahu siapa pun, seorang teman tiba-tiba membawakan buku itu untuk Anda. Sinkronisitas didefinisikan sebagai kebetulan bermakna, yang membedakannya dari kebetulan biasa yang tak bermakna, seperti melihat jenis mobil yang sama berhenti di lampu merah.
Friday, November 2, 2018
Apakah Ilmu Pengetahuan dan Spiritualitas saling Bertentangan Satu sama Lain?
Mari saya mulai dengan mengatakan bahwa pemahaman saya tentang Tuhan “bisa dianggap sesuai dengan paradigma ilmiah” Saya tidak pernah berpikir bahwa sains dan spiritualitas adalah saling eksklusif, atau saling bertentangan satu sama lain.
Apa yang diberitahukan CWG kepada saya adalah menambahkan “sedikit informasi” yang sebelumnya tidak saya miliki dalam pemikiran saya … dan dialog itu tidak membatasi informasinya pada apa yang sepenuhnya dipahami oleh umat manusia, tetapi mengajak saya untuk meluaskan imajinasi saya untuk melihat kemungkinan bahwa mungkin ada sesuatu tentang Tuhan dan tentang Kehidupan yang belum sepenuhnya dipahami oleh manusia … pemahaman yang dapat mengubah segalanya.
Saya pikir satu-satunya perbedaan antara apa yang dikatakan dalam CWG kepada saya tentang Tuhan dan apa yang ilmu pengetahuan katakan kepada kita tentang alam semesta adalah bahwa CWG ( secara lebih luas lagi, Spiritualitas Baru) mengatakan bahwa proses kehidupan telah (dan terus berlanjut) yang secara sadar diciptakan oleh kekuatan dan sumber kebijaksanaan, kesadaran diri, dan niat menuju yang saya gambarkan dalam satu kata sebagai Cinta.
Saya telah sampai pada kesimpulan bahwa energi yang saya rasakan sebagai cinta adalah Esensi utama, atau Energi Murni, yang Tidak Terpisahkan yang bagi beberapa orang (termasuk saya sendiri,) menyebutnya sebagai Tuhan. Saya percaya bahwa Esensi Inti atau Energi Murni ini bertindak dengan maksud dan tujuan – tujuan dan maksud dari setiap elemen yang mampu dipilih oleh kesadaran … dan bahwa tujuan atau tujuan gabungan atau kolaboratif dari Keseluruhan adalah apa yang kita sebut sebagai Tuhan dalam Tindakan.