Friday, May 15, 2020

VISI (kerinduan) Ibn Al-Arabi

"Jika engkau mencintai suatu wujud karena keindahannya, engkau tak lain kecuali mencintai Allah, karena dia adalah satu-satunya Wujud yang indah".
 
Syahadat adalah "Tidak ada tuhan dan tidak ada realitas absolut selain Allah. Tidak ada keindahan selain Dia. Kita tidak bisa melihat Tuhan itu sendiri, namun kita bisa melihatnya ketika dia memilih untuk mewahyukan diri melalui makhluk-makhluknya (Nizam), yang mengilhami rasa cinta di hati kita.
 
Ketika Al-Arabi sedang melaksanakan thawaf di Ka'bah, dia mengalami suatu peristiwa hebat yang meninggalkan pengaruh kuat dan lama terhadap dirinya; dia melihat seorang perempuan muda, yang bernama Nizam, dikelilingi cahaya surgawi dan dia sadar bahwa perempuan itu adalah titisan Sophia.
 
Aku sungguh melihat
Sang Kebenaran
Dalam realitas-realitas
Dalam nama-nama
Aku tidak melihat semuanya
Kecuali Aku
 
Puisi adalah untaian kata yang sarat makna, penuh nuansa pikiran dan hati yang kadang sulit ditebak. Maka ia memang bisa diberi makna ganda, eksoterik dan esoterik. Boleh jadi dalam puisi Ibnu Arabi memang sedang dicekam kerinduan yang membara terhadap seorang perempuan dalam arti secara fisik. Dengan kata lain kecintaan Ibnu Arabi kepadanya tidak hanya secara spiritual dan intelektual, namun juga secara fisik dan psikis. Katanya: “Jika saja tidak mengkhawatirkan jiwa-jiwa rendah yang selalu siap terhadap skandal dan hasrat kebencian, akan aku sebutkan pula di sini keindahan lahiriah sebagaimana jiwanya yang merupakan taman kedermawanan”.
 
“Kontempelasi terhadap Realitas tanpa dukungan formal adalah tidak mungkin, karena Tuhan, Sang Realitas, dalam Esensi-Nya terlampau jauh dari segala kebutuhan alam semesta. Maka bentuk dukungan formal yang paling baik adalah kontempelasi akan Tuhan dalam diri perempuan”. Dengan kata lain, merenungkan ke Ilahian, menurutnya, hanya dapat dicapai dengan merenungkan perempuan.
 
Ibnu Arabi mengatakan: “Jika anda mengetahui keadaan-keadaan kami berdua, niscaya anda mengerti satu tempat (maqam) yang tidak dapat dipahami akal pikiran. Ia adalah penyatuan sifat kasar (al qahr) dan kelembutan (al Luthf). Ini mengingatkan kita pada ucapan Abu Sa’id al Jazar : “Dengan cara apakah engkau mengetahui Tuhan?”. Jawabnya adalah dengan penyatuan dua hal yang berlawanan. Ini memang amat sulit untuk dipahami oleh akal, nalar”. Ya, ini pengalaman spritualitas yang menghanyutkan, sangat ruhaniah dan irrasional. Mungkinkah bahwa ini juga adalah gagasan Ibnu Arabi tentang penyatuan yin dan yang atau Maskulinitas dan Feminitas pada satu sisi, dan tentang “Ittihad” atau “Hulul” pada sisi yang lain? Tampaknya dia ingin mengatakan bahwa pengetahuan tentang ketuhanan (ma’rifah Ilahiyyah) hanya bisa ditempuh melalui kontempelasi pada diri perempuan. Atau, melalui perempuanlah Tuhan ditemukan dalam Wujud-Nya yang Maha Sempurna dan Maha Indah.
 
Mabuk cinta Ibnu Arabi kepada Sang Kekasih juga diungkapkan dengan menyebut realitas-realitas alam; burung-burung yang bernyanyi riang, mata rusa yang menatap tajam, sayap-sayap burung merak yang indah bagai pelangi, bunga-bunga yang mekar-mewangi, taman-taman yang teduh nan meriah bagai pelangi, puing-puing yang menggugah rindu dan mabuk kepayang, tempat-tempat persinggahan yang mengingatkan romantisme masa lalu, padang rumput yang terhampar menghijau, angin yang semilir sepoi-sepoi, musim semi yang penuh bunga warna-warni, mega yang berarak, tenang dan teduh, mata air yang mengalir, mata hari yang menghangatkan, rembulan yang bersinar lembut, senja yang temaram dan seterusnya. Dalam waktu yang sama dia juga mengutarakan isi hatinya yang kelu, merindu dan mencinta; air mata yang menetes satu-satu, pipi perempuan yang ranum, mata yang sendu, luka di relung-relung sanubari, hari-hari perpisahan yang menghancurkan kalbu, canda ria dan celoteh yang menggemaskan, keriangan yang meledak-ledak, pelukan tubuh yang menggairahkan, nyanyi sunyi yang mengiris dan lain-lain. Ini semua diungkapkan Ibnu Arabi dalam buku kompilasi puisi sufistiknya ini.
 
Kajian-kajian terhadap pemikiran dan gagasan filosofis Ibnu Arabi ini menunjukkan bahwa fenomena-fenomena alam semesta (kosmos) adalah “tajalliyyat” (Penyingkapan) Tuhan dalam alam semesta. Fenomena alam semesta dalam pandangannya adalah keindahan-keindahan yang menunjukkan Eksistensi Tuhan. “Tak ada pada alam semesta ini kecuali Tuhan. Segala selain Tuhan adalah ketiadaan hakiki”.
 
Dia menyatakan:
Hatiku telah siap menyambut
Segala realitas
Padang rumput bagi rusa
Kuil para Rahib
Rumah berhala-berhala
Ka’bah orang tawaf
Sabak-sabak Taurat
Lembaran al Qur’an
Aku mabuk Cinta
Kemanapun Dia bergerak
Di situ aku mencinta
Cinta kepada-Nya
Adalah agama dan keyakinanku
 
Pada akhirnya dia mengatakan: “tidak ada agama yang dipeluk manusia di manapun, setinggi agama yang dibangun di atas cinta dan kerinduan (al mahabbah wa al syauq).
 
Orang yang berpikiran romantis mungkin memahaminya dengan makna yang biasa dikenal, jenis cinta kuantitatif yang secara otomatis oleh pikirannya dikaitkan dengan kata-kata, “Itulah yang dimaksud Ibnu Arabi.” Bagi Sufi yang biasa menggunakan tema “cinta”, Sufisme hanyalah satu bagian, terbatas, dimana di baliknya, di bawah keadaan-keadaan biasa, tidak pernah dirambah oleh orang kebanyakan.
 
Dalam sebuah syair ia katakan:
 
“Bila engkau nyatakan transenden (murni), engkau telah membatasi Tuhan. Dan bila engkau nyatakan imanen (murni), maka engkau telah mendefinisikan Tuhan.”
 
Seluruh pengetahuan tentang ketuhanan (ma’rifat Ilahuyyah) hanya bisa ditempuh melalui kontempelasi pada eksistensi perempuan. Melalui permenungan atas Wujud Dia Yang Maha Sempurna, Maha Indah ditemukan.
 
Kekasih merinduiku
Berhasrat memandangku
Aku lebih merindui-Nya
jiwa kami gemetar
Dan keputusan bertemu menghalang
Aku perintih
dia merintih
(Ibnu Arobi)
diolah dari berbagai sumber - kriya.
 
@AOS

No comments:

Post a Comment