Oleh: Michio Kaku
Teori quantum didasarkan pada ide bahwa semua kemungkinan peristiwa memiliki probabilitas untuk terjadi, tak peduli seberapa fantastik atau pandirnya peristiwa itu. Ini, pada gilirannya, terletak di jantung teori alam semesta berinflasi—ketika big bang awal terjadi, terdapat transisi quantum menuju status baru di mana alam semesta tiba-tiba berinflasi luar biasa besar. Keseluruhan alam semesta kita, kelihatannya, muncul dari lompatan—yang sangat tidak mungkin—quantum. Walaupun Adams menulis dengan bergurau, kita fisikawan menyadari bahwa bila kita bisa, dengan suatu cara, mengendalikan probabilitas-probabilitas ini, seseorang bisa melakukan perbuatan luar biasa yang tidak dapat dibedakan dari sulap. Tapi untuk saat ini, pengubahan probabilitas peristiwa berada jauh di luar jangkauan teknologi kita.
Saya terkadang mengajukan pertanyaan sederhana kepada mahasiswa Ph.D. kami di universitas, seperti misalnya, kalkulasikan probabilitas bahwa diri mereka akan tiba-tiba lenyap dan mewujud kembali (rematerialize) di sisi lain sebuah dinding batu bata. Menurut teori quantum, terdapat probabilitas kecil, namun dapat dikalkulasi, bahwa ini bisa terjadi. Atau, sebetulnya, bahwa kita akan lenyap di ruang tinggal rumah kita dan berakhir di Mars. Menurut teori quantum, seseorang pada prinsipnya dapat secara tiba-tiba mewujud kembali di planet merah tersebut. Tentu saja, probabilitasnya begitu kecil sehingga kita harus menanti lebih lama dari umur alam semesta. Alhasil, dalam kehidupan sehari-hari kita, kita bisa mengabaikan peristiwa seimprobabel itu. Tapi di level subatom, probabilitas semacam itu sangat krusial untuk keberfungsian alat elektronik, komputer, dan laser.
Teori quantum didasarkan pada ide bahwa semua kemungkinan peristiwa memiliki probabilitas untuk terjadi, tak peduli seberapa fantastik atau pandirnya peristiwa itu. Ini, pada gilirannya, terletak di jantung teori alam semesta berinflasi—ketika big bang awal terjadi, terdapat transisi quantum menuju status baru di mana alam semesta tiba-tiba berinflasi luar biasa besar. Keseluruhan alam semesta kita, kelihatannya, muncul dari lompatan—yang sangat tidak mungkin—quantum. Walaupun Adams menulis dengan bergurau, kita fisikawan menyadari bahwa bila kita bisa, dengan suatu cara, mengendalikan probabilitas-probabilitas ini, seseorang bisa melakukan perbuatan luar biasa yang tidak dapat dibedakan dari sulap. Tapi untuk saat ini, pengubahan probabilitas peristiwa berada jauh di luar jangkauan teknologi kita.
Saya terkadang mengajukan pertanyaan sederhana kepada mahasiswa Ph.D. kami di universitas, seperti misalnya, kalkulasikan probabilitas bahwa diri mereka akan tiba-tiba lenyap dan mewujud kembali (rematerialize) di sisi lain sebuah dinding batu bata. Menurut teori quantum, terdapat probabilitas kecil, namun dapat dikalkulasi, bahwa ini bisa terjadi. Atau, sebetulnya, bahwa kita akan lenyap di ruang tinggal rumah kita dan berakhir di Mars. Menurut teori quantum, seseorang pada prinsipnya dapat secara tiba-tiba mewujud kembali di planet merah tersebut. Tentu saja, probabilitasnya begitu kecil sehingga kita harus menanti lebih lama dari umur alam semesta. Alhasil, dalam kehidupan sehari-hari kita, kita bisa mengabaikan peristiwa seimprobabel itu. Tapi di level subatom, probabilitas semacam itu sangat krusial untuk keberfungsian alat elektronik, komputer, dan laser.