Sumber:http://old.richarddawkins.net/articles/4047-god-vs-science-a-debate-between-richard-dawkins-and-francis-collins
Diterjemahkan oleh TACU
Sains modern dan agama sama-sama
bermaksud menjelaskan cara alam semesta bekerja. Yang tersebut pertama
menjelaskan melalui materi (natural) dan kedua melalui hal gaib
(supernatural). Sejak beberapa abad yang lalu kemajuan sains mendorong
gerakan ateisme (anti-Tuhan) yang menolak keberadaan Tuhan samasekali.
Sebaliknya agama bersikukuh pada kehadiran Tuhan.
Segelintir orang beragama lantas
kasak-kusuk dengan gerakan kreasionisme. Gerakan itu selalu dipecundangi
bersama-sama atau terpisah oleh kalangan ateis dan ilmuwan beragama
dalam setiap kesempatan. Ateis dan ilmuwan beragama sekubu dalam melawan
kreasionisme. Tapi apa jadinya bila keduanya dihadapkan satu-sama lain
untuk membahas sains dan ketuhanan?
Berikut ini terjemahan perdebatan wakil kedua pihak sekubu tentang sains dan ketuhanan (bukan membahas sains dan agama).
Kubu ateis diwakili oleh zoolog Richard Dawkins. Ia ilmuwan biologi
yang termasyhur sebagai penutur fasih teori evolusi, dan kemudian
ateisme. Dawkins dikenal sebagai ilmuwan jurubicara ateis. Buku terbaru
Dawkins berjudul God Delusion termasuk laris-manis di dunia.
Lawan debat Dawkins adalah
genetikawan Francis Collins, yang kini jadi ilmuwan jurubicara kaum
beragama. Collins pernah menjadi Director of the National Human Genome
Research Institute. Ia memimpin 2.400 berbagai bangsa untuk memetakan
tiga milyar gen. Pada usia 27 tahun ia masuk Kristen dari sebelumnya
ateis. Dua tahun yang lalu ia menulis buku The Language of God: A Scientist Presents Evidence for Belief.
Sekalipun beragama, Collins cenderung berpihak pada deisme daripada mendukung teisme.
Deisme berpendapat bahwa Tuhan ada di luar Alam-Semesta dan tidak
campur-tangan pada kehidupan sehari-hari manusia. Ada pun teisme
(landasan teologi sebagian besar Samawi) berpendapat bahwa Tuhan hadir dan turun-tangan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dengan mengabulkan doa.
Kedua ilmuwan kelas kakap dipertemukan oleh majalah TIME di Time & Life Building, New York City pada November 2006 untuk membahas perbedaan pendapat mereka.
Berikut ini terjemahan perdebatan mereka. Selamat menikmati!
TIME: Professor Dawkins, benarkah
apabila seseorang benar-benar memahami sains, maka Tuhan merupakan
halusinasi, sebagaimana judul buku Anda?
DAWKINS: Pertanyaan itu tentang
apakah ada pencipta adi-gaib, Tuhan, adalah salah satu yang paling
penting, yang kita harus jawab. Saya kira ini adalah pertanyaan ilmiah.
Jawaban saya adalah tidak.
TIME: Dr. Collins, Anda percaya bahwa sains cocok dengan keyakinan Kristen.
COLLINS: Ya. Keberadaan Tuhan, bisa
benar atau tidak. Tapi menyebutnya sebagai pertanyaan ilmiah berdampak
pada perkakas keilmuan yang dapat memberi jawaban. Menurut hemat saya,
Tuhan tidak bisa sepenuhnya menyatu dengan Alam, dan oleh karena itu di
luar jangkauan sains untuk mengukurnya.
TIME: Stephen Jay Gould, paleontolog
Harvard, terkenal dengan pendapat bahwa agama dan sains dapat hidup
bersama, karena mereka berada di kawasan terpisah, kotak yang kedap.
Kalian berdua sepertinya tidak setuju ya?
COLLINS: Gould mendirikan tembok
imajiner antara dua cara pandang yang tidak pernah ada sepanjang hidup
saya. Karena, pada pokoknya, saya percaya percaya pada kekuatan kreatif
Tuhan untuk membawa semua hal ke kehidupan, saya mendapati bahwa
mempelajari alam adalah kesempatan untuk mengamati kemegahan,
keanggunan, kecanggihan ciptaan Tuhan.
DAWKINS: Saya kira ruang pemisah
Gould murni politis untuk mengambil hati orang beragama moderat agar
memihak sains. Tapi itu adalah pepesan kosong. Banyak tempat di mana
agama tidak terbuka terhadap pemeriksaan ilmiah. Setiap kepercayaan
terhadap mukjizat bertentangan lansung tidak sekadar pada fakta-fakta
ilmiah tetapi juga pada semangat sains.
TIME: Professor Dawkins, Anda
berpendapat bahwa teori evolusi Darwin berdampak lebih daripada sekadar
melawan suratan dalam Kitab Suci.
DAWKINS: Ya. Selama berabad-abad argumen paling tangguh tentang kehadiran Tuhan di dunia nyata adalah: argument from design
(argumen berdasarkan rancangan), yakni sosok hidup sedemikian cantik
dan anggun dan sedemikian gamblang berguna, mereka hanya mungkin dibuat
oleh sejenis perancang cerdas. Tapi Darwin menyajikan penjelasan yang
lebih bersahaja. Penjelasan dia adalah lambat-laun, perbaikan bertahap
mulai dari awal yang sangat sederhana dan berlangsung dalam langkah
kecil ke yang lebih kompleks, lebih anggun, lebih pas sifat-sifatnya.
Setiap langkah tidaklah terlalu musykil bagi kita untuk menerimanya,
tapi ketika Anda rapel seluruh langkah jutaan tahun itu, Anda dapatkan
sosok ini sebagai monster yang musykil, seperti otak manusia dan
hutan-hujan tropis. [Kecenderungan berpikir rapelan] terus-menerus
berasumsi bahwa karena sesuatu itu rumit, Tuhan-lah yang semestinya
mengerjakannya.
COLLINS: Saya tidak melihat pemahaman
dasar Professor Dawkins tentang evolusi tidak setia pada [kepercayaan
bahwa] Tuhanlah yang mengerjakannya.
TIME: Memangnya di mana Dia?
COLLINS: Dengan berada di luar alam,
Tuhan juga berada di luar ruang-waktu. Sebab itulah, pada saat
penciptaan Alam-Semesta. Tuhan juga menghidupkan evolusi, dengan
sepenuhnya paham bagaimana hasilnya, juga bahkan termasuk percakapan
kita ini. Gagasan bahwa Dia dapat melihat ke masa depan dan juga memberi
kita roh dan kehendak bebas (free-will) untuk membawa kemauan kita
sendiri menjadi bisa diterima sepenuhnya.
DAWKINS: Saya kira itu luar-biasa
janggal. Jika Tuhan berminat menciptakan kehidupan dan manusia, aneh
sekali bahwa Dia mesti memilih jalan melingkar dengan menunggu sepuluh
milyar tahun sebelum kehidupan muncul dan kemudian masih menunggu empat
milyar tahun lagi sampai kalian, manusia, mampu berdoa dan berdosa dan
segala hal yang diminati orang-orang beragama.
COLLINS: Siapakah kita sampai bisa
mempertanyakan bahwa cara itu aneh? Saya tidak berpikir bahwa kehendak
Tuhanlah yang membuat upayanya terlihat aneh buat kita. Apabila
memungkinkan Dia memperlihatkan keagungannya, yang harus kita cari tanpa
terpaksa, apakah tidak masuk akal bagi Dia untuk memakai mekanisme
evolusi tanpa harus pamer tanda-tanda yang mencolok untuk menyingkapkan
peran Dia dalam penciptaan?
TIME: Buku Anda berdua menyarankan
bahwa apabila konstanta semesta, sekitar enam di Alam-Semesta kita,
tidak tercapai pada angka yang sekarang, maka kiranya kehidupan menjadi
tidak mungkin ada. Dr. Collins, bisa Anda beri contoh?
COLLINS: Konstanta gravitasi, jika
tidak berhenti pada angka sekarang di seratus juta juta, maka
pengembangan Alam-Semesta setelah Ledakan Besar tidak bakal tiba pada
kondisi yang memungkinkan kehidupan muncul. Ketika Anda melihat pada
bukti itu, sangat sulit menerima gagasan bahwa hal itu hanya kebetulan.
Tapi kalau Anda bersedia peduli pada kemungkinan satu perancang, hal ini
merupakan penjelasan yang lebih bisa diterima, penjelasan untuk sejenis
peristiwa yang luarbiasa musykil-katakanlah, kehadiran kita.
DAWKINS: Orang yang percaya pada
Tuhan menyimpulkan bahwa haruslah ada tombol adiluhung yang mengatur
setengah lusin konstanta agar bisa tepat. Persoalannya adalah, karena
suatu hal sangat musykil bisa terjadi, kita perlu Tuhan untuk
menjelaskannya. Tapi Tuhan semacam itu lebih musykil lagi. Fisikawan
datang dengan penjelasan lain. Salah satunya menyatakan bahwa keenam
konstanta itu tidak bebas berubah-ubah. Sejumlah teori penyatuan
akhirnya bisa memperlihatkan bahwa konstanta-konstanta itu terkunci
dalam saling-kait. Hal itu memangkas hal-hal ganjil seolah sekedar
muncul untuk mengisi tempat yang sudah disediakan. Penjelasan lain
adalah multiversi alam-semesta (multiverse) yang menyatakan
bahwa boleh jadi Alam-Semesta tempat tinggal kita hanya satu dari sekian
banyak alam-semesta. Sebagian besar alam-semesta lain tidak akan
mengandung kehidupan karena konstata gravitasinya salah atau konstanta
ini-itu salah. Tapi, sebagaimana bertambahnya jumlah Alam-Semesta,
keganjilan pun menggunung pada pendapat bahwa satu dari sekian banyak
Alam-Semesta sengaja disetel agar pas.
COLLINS: Ini adalah pilihan yang
menarik. Kecuali punya penyelesaian teoretik, yang saya kira tidak ada,
dengan kata lain Anda mau bilang ada trilyunan Alam-Semesta pararel di
luar sana yang tidak bisa kita amati sekarang ataukah mau bilang ada
satu rencana. Saya mendapati pendapat tentang kehadiran Tuhan yang
merencanakan, lebih menarik daripada mengelembungkan semua multiverse
ini. Jadi Silet-Occam-Occam kata kamu, harus memilih penjelasan yang
paling sederhana dan lugas-membimbing saya untuk lebih percaya pada
Tuhan daripada multiverse, yang kelihatannya lebih susah dibayangkan.
DAWKINS: Saya menerima bahwa mungkin ada hal yang jauh lebih agung dan lebih sulit diterima daripada yang kita mampu bayangkan.
Apa yang tidak saya pahami adalah mengapa Anda menyertakan kemusykilan
dan sebelumnya Anda tidak menerima bahwa Anda menjilat ludah sendiri
dengan merumuskan sesuatu sebagai musykil, menimpakan semua pada
kemunculan kata “Tuhan”.
COLLINS: Tuhan saya tidaklah musykil
bagi saya. Dia tidak perlu kisah penciptaan atau menyetel sesuatu. Tuhan
adalah jawaban untuk segala pertanyaan: “Bagaimana semestinya sesuatu
muncul”.
DAWKINS: Saya kira itulah sumber
segala kemalasan berpikir. Adalah pertanyaan besar sains yang
rendah-hati untuk menemukan apa yang sekarang ini dianggap musykil.
Sekarang, Dr Collins bilang bahwa, “Baiklah, Tuhan melakukannya. Dan
Tuhan tidak perlu penjelasan karena Tuhan ada di luar semuanya.” Wah,
benar-benar pengelakan yang luar-biasa dari tanggungjawab untuk
menjelaskan. Ilmuwan tidak melakukan hal itu. Para ilmuwan bilang, “Kita
sedang meneliti hal itu. Kita sedang bertungkus-lumus memahaminya.”
COLLINS: Tentu saja sains semestinya
terus mencari apakah kita dapat bukti tentang multiverse yang mungkin
menjelaskan mengapa Alam-Semesta seperti sekarang adanya. Tapi saya
keberatan pada pendapat bahwa segala sesuatu yang berada di luar alam,
ditendang dari percakapan. Itu adalah pemiskinan wawasan seputar
pertanyaan yang kita, manusia, ajukan, seperti “Mengapa saya ada”, “Apa
yang terjadi setelah kita mati”, “Adakah Tuhan”. Kalau Anda menolak
menerima peran itu, Anda akan mentok pada kemungkinan nol untuk
kehadiran Tuhan, lantaran meyakinkan Anda yang mengandalkan bukti. Tapi
jika pikiran Anda terbuka tentang apakah bisa Tuhan hadir, Anda dapat
menuju pada sisi-sisi Alam-Semesta yang konsisten dengan kesimpulan itu.
DAWKINS: Bagi saya, pendekatan yang
tepat adalah dengan mengatakan bahwa kita luarbiasa tidak tahu tentang
masalah-masalah ini. Kita perlu menelitinya. Tapi tiba-tiba saja
menyatakan bahwa jawabannya adalah Tuhan-bagi saya sepertinya tiba
waktunya mengakhiri diskusi ini.
TIME: Apakah jawabannya adalah Tuhan?
DAWKINS: Bisa jadi ada sesuatu yang luarbiasa agung dan tak terpahami dan di luar jangkauan pemahaman kita sekarang ini.
COLLINS: Ya itulah Tuhan.
DAWKINS: Betul. Tapi bisa jadi ada
milyaran Tuhan. Bisa Tuhan versi orang Mars atau penduduk di [bintang]
Alpha Centauri. Peluang Tuhan seperti itu, Yahweh, Tuhan Yesus,
luarbiasa kecil-setidaknya, tugas Andalah memperlihatkan mengapa
berpikir bahwa masalahnya adalah itu tadi.
TIME: Kitab Kejadian mendorong
penganut Kristen Protestan konservatif menolak evolusi dan bersikukuh
bahwa usia Bumi hanya 6.000 tahun.
COLLINS: Ada sejumlah orang beragama
yang menafsirkan secara sangat apa adanya Kitab Kejadian I dan II, yang
tidak cocok, maaf, dengan pengetahuan kita tentang umur Alam-Semesta
atau bagaimana kehidupan saling-kait satu sama lain. Santo Agustinus
menulis bahwa pada dasarnya tidaklah mungkin memahami apa yang
disuratkan pada Kitab Kejadian. Kitab itu dimaksudkan untuk memerikan
siapa Tuhan, siapa kita, dan kaitan kita terhadap Tuhan. Agustinus
terang-terangan menyatakan perlawanan pada pemahaman picik yang
mempertaruhkan keyakinan kita pada hal-hal yang kelihatannya tolol.
Kalau Anda ke luar dari penafsiran picik itu, apa yang tersurat dalam
Kitab Suci sangat setia pada Ledakan Besar.
DAWKINS: Fisikawan sedang meneliti
Ledakan Besar, dan suatu hari mereka akan atau tidak akan memahaminya.
Tapi, apa yang baru saja disampaikan oleh Dr Collins-eh boleh saya
panggil Anda Francis saja?
COLLINS: Oh, silakan Richard.
DAWKINS: Apa yang Francis baru
katakan tentang Kitab Kejadian, tentu saja, hanya segumpil pendapat yang
bertentangan antara dia dan rekan-rekannya yang fundamentalis.
COLLINS: Ah, ini sih tidak pribadi. Ini sih umum. [Tertawa.]
DAWKINS: … Rasanya tidak pantas aku
masuk [dalam perdebatan ini] kecuali untuk meyarankan bahwa dia telah
menyelamatkan dirinya dari banyak masalah seandainya cukup berhenti
membuang waktu dengan mereka. Ngapain sih ngurusin badut-badut itu?
COLLINS: Richard, aku kira kita tidak
sedang berdialog tentang sains dan agama untuk mempersonakan sejumlah
orang dengan nama tertentu. Hal itu memancing semakin banyak perlawanan.
Ateis seringkali muncul dengan sombong dalam hal-hal ini, dan
mempersonakan keyakinan hanya sebagai sesuatu yang goblok bakal tidak
membantu apa-apa dalam masalah kamu.
TIME: Dr. Collins, Hari Kiamat adalah
argumen pokok dalam keyakinan Kristiani, namun, bersama perawan yang
melahirkan dan keajaiban kecil lain, secara telak merusak metode ilmiah,
yang bergantung pada konsistensi hukum-hukum alam?
COLLINS: Kalau kamu bersedia menjawab
ya kepada Tuhan yang ada di luar alam, makan tidak ada yang berlawanan
dengan Tuhan yang jarang-jarang memilih campur-tangan di dunia nyata
daam bentuk mukjizat. Jika Tuhan menciptakan hukum-hukum alam, mengapa
dia tidak bisa melanggarnya ketika memang sedang diperlukan? Dan jika
kamu menerima gagasan bahwa Kristus juga Tuhan, seperti saya, maka
kedatangannya pada hari akhir, hal ini tidaklah sesuatu yang melompat
dari logika.
TIME: Lha, bukankah sifat utama keajaiban itu mencampakkan ilmu?
COLLINS: Nggak semua sih. Kalau kamu
satu kubu dengan saya, tempat di mana sains dan agama saling berkawan
baik dalam penelitian yang dianggap sebagai mukjizat.
DAWKINS: Jika ada sesuatu ibarat
membanting pintu di hadapan penyelidikan yang membangun, itulah yang
disebut mukjizat. Bagi orang-orang yang hidup di Abad Pertengahan, radio
terlihat sebagai mukjizat. Apa yang menurut sains sekarang termasuk
mukjizat mirip seperti orang Abad Pertengahan melihat Boeing 747.
Francis ngotot menyatakan hal seperti “Dari pemahaman orang beragama.”
Sekali kamu berposisi sebagai orang beragama, maka sontak kamu akan
mendapati diri kehilangan skeptisisme alami dan kredibilitas
ilmiah-benar-benar ilmiah. Mohon maaf aku sedemikian berterus-terang.
COLLINS: Richard, sebenarnya aku sih
setuju pada bagian pertama pernyatanmu. Tapi aku jadi tertantang pada
pernyataan bahwa naluri ilmiahku jadi kurang tajam dibanding dirimu.
Perbedaannya adalah bahwa dugaanku tentang kemungkinan adanya Tuhan dan
kemudian adigaib tidaklah nol seperti kamu.
TIME: Dr. Collins, Anda memerikan bahwa moralitas manusia bukan hanya rahmat Tuhan tapi juga pertanda jelas bahwa Dia ada.
COLLINS: Ada banyak bidang penelitian
yang muncul dalam 30 – 40 tahun terakhir-salah satuhnya sosiobiologi
atau psikologi evolusioner-terkait dengan dari mana asal moral kita dan
mengapa kita menghargai ide welas-asih, dan menempatkan jawaban pada
adaptasi perilaku untuk melestarikan gen-gen kita. Tapi jika kamu
percaya, dan Richard cukup fasih dalam hal ini, seleksi alam terjadi
pada tingkat individu, bukan kelompok, sehingga mengapa seseorang
mempertaruhkan DNAnya untuk melakukan kebajikan pada orang lain untuk
menolong orang lain yang menutup kemungkinan peluang dia berketurunan?
Pastilah, kita mencoba menolong keluarga kita sendiri karena mereka
punya DNA yang sama dengan kita. Atau, tolong seseorang dengan harapan
mereka akan menolong kita di kemudian hari. Tapi ketika kamu melihat
pada apa yang kita terima sebagai ungkapan welas-asih yang paling kuat,
hal itu tidak bertumpu pada kaitan kekerabatan atau balas-budi. Contoh
ekstrim adalah Oskar Schindler yang mempertaruhkan hidupnya untuk
menyelamatkan ribuan Yahudi dari kamar gas. Sikap ini berlawanan dengan
upaya penyelamatan gennya. Kita melihat versi yang kurang dramatis
setiap hari. Banyak dari kita mengira hal ini datang dari Tuhan-terutama
sejak keadilan dan moralitas adalah dua dari sekian sifat yang paling
kita lekatkan pada Tuhan.
DAWKINS: Aku boleh mulai dengan
perumpamaan? Banyak orang tahu bahwa hasrat birahi terkait dengan
penyebaran gen. Hubungan seks di alam cenderung untuk reproduksi dan
dengan itulah semakin banyak salinan genetik. Tapi dalam masyarakat
modern, banyak hubungan seks melibatkan alat kontrasepsi, dirancang
sedemikian rupa menghindari reproduksi. Welas-asih boleh jadi punya
asal-usul yang mirip dengan nafsu gasang. Di masa prasejarah kita, kita
kiranya hidup dalam keluarga besar, dikelilingi saudara yang
keinginannya perlu kita dukung karena punya gen yang sama. Sekarang kita
hidup di kota besar. Kita tidak tinggal di antara saudara atau juga
orang-orang yang akan selalu mendukung kemauan kita. Tidak masalah sih.
Sebagaimana orang yang berhubungan seks dengan alat kontrasepsi, yang
tidak berkeinginan untuk beranak, tidaklah terlintas dalam benak kita
bahwa alasan untuk melakukan kebajikan bertumpu pada fakta bahwa leluhur
purba kita tinggal dalam kelompok-kelompok kecil. Tapi bagiku, lebih
masuk-akal itulah asal keinginan bermoral, keinginan berbuat baik.
COLLINS: Evolusi dapat menjelaskan
sejumlah fitur hukum moral, tapi tak mampu menjelaskan mengapa bisa
menjadi hal-hal yang menentukan. Jikalau ini sepenuhnya hasil proses
evolusi, maka memang tidak ada hal yang baik dan buruk. Tapi buat saya
urusannya lebih daripada itu. Hukum moral adalah alasan mengenai
kehendak Tuhan-tidak sekedar Tuhan yang menata gerak Alam-Semesta, tapi
Tuhan yang peduli pada kehidupan manusia, karena kita unik dibanding
oknum-oknum lain untuk mengembangkan sejenis pertimbangan moral. Apa
yang tadi kamu katakan menegaskan bahwa di luar pikiran manusia, yang
diatur oleh proses-proses evolusioner, baik dan buruk tidak ada artinya.
Kamu setuju pada pernyataan ini?
DAWKINS: Bahkan pertanyaan yang kamu
ajukan saja tak ada apa-apanya bagiku. Baik dan buruk-saya tidak percaya
ada di luar sana, di manapun, sesuatu yang disebut baik dan buruk.
COLLINS: Aku pikir itulah perbedaan mendasar di antara kita. Aku senang kita menemukannya.
TIME: Dr. Collins, saya tahu Anda
mendukung percobaan transplantasi sel organ sebagai eksperimen. Tapi
bukankah ada fakta yang memperlihatkan bahwa agama menyebabkan beberapa
orang menolaknya menimbulkan kesan bahwa agama menghalangi sains
menolong kehidupan?
COLLINS: Pertama-tama saya
peringatkan bahwa saya berbicara sebagai pribadi dan bukan sebagai
perwakilan lembaga negara pemerintah AS. Kesan bahwa orang beragama
sepakat menolak penelitian transplantasi sel tidak tercatat dalam jajak
pendapat. faktanya, banyak orang yang berlatarbelakang agama yang kuat
berpikir bahwa percobaan itu dapat didukung secara moral.
TIME: Tapi, itu kan memperkuat
argumen pribadi dengan keyakinan agama atau ayat-ayat suci ketimbang
akal, bagaimana tanggapan para ilmuwan?
COLLINS: Agama tidak melawan akal.
Agama bertumpu kuat-kuat pada akal, tapi dengan sejumlah tambahan
pahala. Jadi diskusi-diskusi antara ilmuwan dan orang beragama terjadi
sejak dulu. Tapi, baik ilmuwan maupun orang beragama selalu berbeda
prinsip secara presisi. Para ilmuwan dapat menyelimuti pendapat mereka
dengan ide-ide profesional. Dan keagamaan yang sejati dan murni
adalah ketika kamu dapat berpikir bahwa air spiritual nan bening,
dituangkan ke dalam vas bunga bernama manusia, dan kadang-kadang prinsip-prinsip bajik agama dapat menyimpang dan perbedaan pun mengeras.
DAWKINS: Menurut hemat saya, pertanyaan moral seperti pada penelitian transplantasi sel pada pokoknya adalah apakah muncul penderitaan.
Dalam kasus ini jelas tidak ada yang menderita. Embrio tidak punya
sistem syaraf. Tapi bukan itu isu yang diangkat ke publik. Isunya
adalah, Apakah Mereka Manusia? Jika Anda seorang moralis absolut, Anda
akan bilang, “Sel-sel itu adalah manusia, dan oleh karena itu mereka
berhak atas sejumlah perlakuan moral khusus.” Moralis absolut tidak
selalu datang dari agama, tetapi biasanya sih begitu. Kita menjagal
binatang non-manusia di rumah jagal, dan mereka punya sistem syaraf dan
menderita. Orang beragama tidak terlalu peduli pada penderitaan mereka.
COLLINS: Memangnya manusia punya perbedaan moral yang tajam dibandingkan sapi?
DAWKINS: Manusia punya tanggungjawab moral karena mampu berpikir.
TIME: Apakah Anda berdua punya kesimpulan?
COLLINS: Saya cuma mau menyampaikan
bahwa selama lebih daripada seperempat abad, sebagai ilmuwan dan orang
beragama, saya samasekali tidak menemukan benturan antara sepakat dengan
Richard dalam praktik atas apa yang ia simpulkan mengenai alam, dan
juga menyatakan bahwa saya masih bisa menerima dan memeluk kemungkinan
bahwa ada jawaban-jawaban yang tidak bisa dijawab oleh sains tentang
Alam-pertanyaan tentang MENGAPA, alih-alih BAGAIMANA. Saya tertarik pada
MENGAPA. Saya menemukan banyak jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu
pada agama. Hal itu tidak merusak kemampuan saya berpikir sebagai ilmuwan.
DAWKINS: Pikiranku tidak tertutup
sebagaimana kamu sering bilang Francis. Pikiranku sih terbuka pada
hal-hal paling menakjubkan serba-kemungkinan di masa depan, yang bahkan
tidak pernah saya dan kamu bayangkan. Saya skeptis pada gagasan bahwa
seberapa menakjubkan pun penemuan dalam sains di masa depan, hal itu
akan menjadi bagian sejarah agama yang didambakan oleh orang-orang.
Ketika kita mulai dan membahas tentang asal-usul Alam Semesta dan
konstanta-konstanta fisika, aku jelaskan bahwa apa yang aku pikir
sebagai alasan masuk-akal melawan perancang adigaib. Tapi kelihatannya
hal itu merupakan gagasan yang penting. Bisa dibantah-tapi paling tidak
agung dan cukup besar untuk dihormati. Aku sih tidak melihat dewa-dewi
di Gunung Olimpus atau kelahiran dan kematian Yesus di salib sebagai hal
yang berharga untuk dihormati. Ide-ide itu terlihat picik. Jikalau
Tuhan ada, maka dia jauh lebih besar dan jauh lebih sulit dipahami
daripada yang pernah diajarkan oleh teolog semua agama.
No comments:
Post a Comment