Monday, December 5, 2016

Matematika

(Sumber: www.storyofmathematics.com)

Kekaisaran Islam yang didirikan di Persia, Timur Tengah, Asia Tengah, Afrika Utara, Iberia, dan wilayah-wilayah India sejak abad 8 telah memberi sumbangsih signifikan bagi ilmu matematika. Mereka mampu menyerap dan memadukan perkembangan matematika Yunani dan India.

Konsekuensi dari larangan Islam terhadap pelukisan wujud manusia adalah meluasnya penggunaan pola-pola geometris rumit untuk mendekorasi bangunan mereka, mengangkat matematika sebagai bentuk seni. Bahkan, seiring waktu, para seniman Muslim menemukan beraneka bentuk simetri yang dapat dilukiskan pada permukaan 2-dimensi.

Beberapa contoh simetri rumit yang dipakai dalam dekorasi masjid.
Beberapa contoh simetri rumit yang dipakai dalam 
dekorasi masjid.
 
Al-Qur’an sendiri mendorong pengumpulan ilmu pengetahuan, dan Zaman Emas sains dan matematika Islam tumbuh subur sepanjang periode pertengahan dari abad 9 s/d 15. Baitul Hikmah dibangun di Baghdad sekitar tahun 810, dan dimulailah penerjemahan karya-karya besar matematika dan astronomi Yunani dan India ke dalam bahasa Arab.
Matematikawan terkemuka Persia Muhammad Al-Khwarizmi merupakan Direktur pertama Baitul Hikmah di abad 9, dan salah satu matematikawan Muslim awal terhebat. Barangkali sumbangsih terpenting Al-Khwarizmi bagi matematika adalah sokongan kuatnya terhadap sistem bilangan Hindu (1-9 dan 0), yang diakuinya memiliki kemampuan dan efisiensi untuk merevolusi matematika Islam (dan kelak Barat), dan segera diadopsi oleh seluruh dunia Islam, dan juga Barat kemudian.

Sumbangsih penting lain dari Al-Khwarizmi adalah aljabar, dan dia memperkenalkan metode dasar aljabar, “pereduksian” dan “penyeimbangan”, dan menyediakan keterangan lengkap tentang pemecahan persamaan polinomial hingga derajat kedua. Dengan begini, dia membantu menciptakan bahasa matematika abstrak kuat yang masih dipakai di seluruh dunia hari ini, dan memperkenankan cara lebih umum dalam menganalisa soal, daripada sekadar soal-soal spesifik yang dipikirkan oleh bangsa India dan China sebelumnya.

Matematikawan Persia abad 10, Muhammad Al-Karaji, memperluas aljabar lebih jauh lagi, membebaskannya dari warisan geometri, dan memperkenalkan teori kalkulus aljabar. Al-Karaji adalah orang pertama yang memakai metode pembuktian dengan induksi matematika untuk membuktikan temuannya, dengan membuktikan bahwa pernyataan pertama dalam serentetan pernyataan ananta adalah benar, dan kemudian membuktikan bahwa jika suatu pernyataan dalam rentetan tersebut benar maka pernyataan berikutnya juga benar.

Di antaranya, Al-Karaji memakai induksi matematika untuk membuktikan teorema binomial. Binomial adalah tipe ekspresi aljabar sederhana yang memiliki dua suku saja, hanya dioperasikan oleh penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pangkat bilangan bulat positif, contohnya (x + y)2. Koefisien-koefisien yang dibutuhkan saat binomial diperluas akan membentuk segitiga simetris, biasanya disebut Segitiga Pascal, dari nama matematikawan Prancis abad 17 Blaise Pascal, walau banyak matematikawan lain sudah mempelajarinya berabad-abad lebih dulu di India, Persia, China, dan Italia, termasuk Al-Karaji.

Teorema Binomial dapat dinyatakan sebagai:
(a + b)^n = a^n + na^{n-1}b^1 + \frac{n(n-1)}{2}a^{n-2}b^2 + ... + b^n
Koefisien yang dihasilkan dengan memperluas binomial bentuk (a + b)n dapat diperlihatkan dalam bentuk segitiga simetris:







Teorema Binomial dalam Segitiga Simetris
Teorema Binomial dalam Segitiga Simetris
Beberapa ratus tahun pasca Al-Karaji, Omar Khayyam (mungkin lebih dikenal sebagai pujangga dan penulis “Rubaiyat”, padahal tergolong matematikawan dan astronom penting) memperumum metode-metode India untuk ekstraksi akar pangkat dua dan pangkat tiga agar mencakup akar pangkat empat, pangkat lima, dan lebih tinggi lagi di awal abad 12. Dia melakukan analisa sistematis terhadap soal-soal pangkat tiga, menguak adanya beberapa jenis persamaan pangkat tiga yang berlainan. Meski berhasil memecahkan persamaan pangkat tiga, dan meski sering dikaitkan dengan pengenalan dasar-dasar geometri aljabar, dia tersendat oleh ketidakmampuannya dalam memisahkan aljabar dari geometri. Dan metode aljabar murni untuk solusi persamaan pangkat tiga harus menunggu 500 tahun kemudian, menanti matematikawan Italia del Ferro dan Tartaglia.

Trigonometri Bola Al-Tusi
Trigonometri Bola Al-TusiAstronom, ilmuwan, dan matematikawan Persia abad 13, Nasir Al-Din Al-Tusi, kiranya adalah orang pertama yang memperlakukan trigonometri sebagai disiplin matematika terpisah, berbeda dari astronomi. Bertumpu pada karya terdahulu buatan matematikawan Yunani seperti Menelaus dari Alexandria dan karya India berkenaan dengan fungsi sinus, dia memberikan penjelasan rinci pertama tentang trigonometri bola, termasuk membuat daftar enam kasus segitiga siku-siku dalam trigonometri bola. Salah satu sumbangsih pentingnya bagi matematika adalah rumus hukum terkenal, sinus segitiga bidang datar, a/(sin A) = b/(sin B) = c/(sin C), meski hukum sinus untuk segitiga bola sudah ditemukan lebih dulu oleh Abul Wafa Buzjani dan Abu Nasr Mansur dari Persia pada abad 10.

Matematikawan Muslim abad pertengahan lainnya yang layak dicatat meliputi:
  • Tsabit bin Qurra dari Arab (abad 9), mengembangkan rumus umum untuk penurunan bilangan-bilangan ramah, ditemukan ulang jauh kemudian oleh Fermat dan Descartes (bilangan ramah adalah sepasang bilangan di mana jumlahan pembagi salah satu bilangan sama dengan bilangan pasangan, contohnya pembagi 220 adalah 1, 2, 4, 5, 10, 11, 20, 22, 44, 55, dan 110, yang jumlahannya adalah 284; dan pembagi 284 adalah 1, 2, 4, 71, dan 142, yang jumlahannya adalah 220).
  • Matematikawan Arab Abul Hasan al-Uqlidisi (abad 10), menulis teks lestari paling awal yang menunjukkan kegunaan posisional bilangan Arab, terutama kegunaan desimal dibanding pecahan (misalnya 7,375 dibanding 7 3/8).
  • Ahli geometri Arab Ibrahim bin Sinan (abad 10), melanjutkan penyelidikan Archimedes terhadap luas dan volume, serta tangen lingkaran.
  • Ibnu al-Haytam, juga dikenal sebagai Alhazen, dari Persia (abad 11), selain karya rintisannya di bidang optik dan fisika, menunjukkan pangkal pertautan antara aljabar dan geometri, dan menemukan apa yang kini dikenal sebagai “persoalan Alhazen” (dia matematikawan pertama yang menderivasikan rumus untuk jumlah pangkat empat, dengan metode yang mudah diperumum).
  • Kamal al-Din al-Farisi dari Persia (abad 13), menerapkan teori belahan kerucut untuk memecahkan persoalan optik, serta menempuh penelitian dalam teori bilangan seperti bilangan ramah, faktorisasi, dan metode kombinatorial.
  • Ibnu al-Banna al-Marrakushi dari Maroko (abad 13), karyanya meliputi topik-topik seperti perhitungan akar pangkat dua dan teori pecahan berkelanjutan, serta penemuan pasangan bilangan ramah baru untuk pertama kalinya sejak zaman kuno (17.296 dan 18.416, kelak ditemukan ulang oleh Fermat) dan penggunaan pertama notasi aljabar sejak era Brahmagupta.
Seiring mencekiknya pengaruh Kekaisaran Utsmani Turki mulai abad 14 atau 15, matematika Islam mengalami kemandekan, dan perkembangan selanjutnya beralih ke Eropa.

Sumber: SainStory

1 comment: