Kisah in disadur dari karya seorang pujangga sekaligus guru spiritual, Fariduddin Attar.
Sekelompok
burung berkumpul dalam sebuah konferensi untuk membicarakan kehidupan
mereka yang dirasa tidak memuaskan. Walaupun hidup ini juga menawarkan
kebahagiaan, namun jauh di dalam hati, mereka merasakan sakit yang aneh
dan ketidakpuasan. Dari itu semua, kemudian mengerucut kepada hasrat
bersama akan kebutuhan adanya tokoh raja di antara mereka. Yaitu seekor burung yang lebih baik dalam segala hal, dari yang lainnya.
Seekor burung Hoopoe (burung Hud-hud), yang telah berkelana jauh ke seluruh dunia berkata bahwa mereka sudah memiliki raja, yaitu burung Simorgh (Phoenix, burung api), yang hidup di sebuah tempat yang sangat jauh (negerti Cina).
Burung hoopoe menawarkan diri untuk menunjukkan jalan menuju lokasi burung Simorgh. Namun sebelumnya ia memberi peringatan, "Perjalanan ini tidak akan mudah. Sangat jauh melewati daratan luas dan lautan dalam."
Pada awalnya semua burung yang sudah sangat merindukan akan adanya tokoh raja untuk mereka, bertekad tanpa ragu untuk melakukan perjalanan menemui sang Simorgh itu sesegera mungkin. Namun kemudian mereka mulai mempertimbangkan perkataan hoopoe selanjutnya, "Diri ini harus memiliki hati bak hati seekor singa." Tetapi mereka hanyalah burung.
Lebih dari itu, Hoopoe juga menjelaskan bahwa perjalanan ini akan menempuh tujuh lembah yang sulit -- Tujuh lembah ini adalah simbol dari tujuh hal yang akan ditempuh mereka, yaitu Pencarian (Quest), Cinta (Love), Pemahaman (Understanding), ketidakmelekatan (Detachment), Penyatuan (Unity), Kegalauan (Bewilderment), dan Kematian (Death). Di setiap lembah terdapat sangat banyak cobaan atau ujian yang akan dialami para pengelana.
Keteguhan hati sekelompok burung-burung ini mulai gentar. Satu per satu mulai mencari-cari alasan untuk membatalkan niat perjalanan mereka. -- Ini adalah simbol dari kecelaan manusia yang menghalangi manusia untuk melakukan perjalanan ke dalam (inner journey) dan menggapai pencerahan;
Dimulai dari burung nightingale (burung bulbul) menyatakan bahwa dirinya sangat mencintai bunga mawar melebihi kepeduliannya terhadap dirinya sendiri. Hal apa lagi yang diinginkannya? -- Hoopoe memberi peringatan kepada burung bulbul yang terlalu mengagumi tampilan eksterior segala sesuatu. Mekarnya mawar hanyalah sementara, yang dapat layu keesokan harinya. Mengapalah burung bulbul -- mengapalah manusia melekat pada kesenangan sesaat?
Burung beo yang sepanjang usianya hidup di dalam sangkar emas sangat mementingkan keamanannya dan takut untuk beranjak kemana pun. Hoopoe berseru, "Kau adalah budak rendah!"
Sama halnya dengan burung merak yang memiliki harga diri yang tinggi, ketakutan kehilangan satu helai pun bulu indahnya. Warna-warni bulunya adalah hasil lukisan pelukis terkenal dan ia merasa ditakdirkan hidup dalam keindahan dan glamour. Burung hoopoe mencaci si merak karena tidak memahami bahwa keindahan dunia itu hanyalah setetes air di samudera yang Maha Luas.
Lalu seekor bebek yang sudah merasa sangat suci karena kesehariannya hidup dekat air. Juga seekor ayam hutan yang merasa tujuan hidupnya sudah tercapai dengan menggali permata di dalam tanah. Kemudian burung elang yang sudah sangat puas hidupnya dengan bertengger di atas sarung tangan-kulit majikannya. Burung bangau pun sudah cukup dengan ikan-ikan yang dapat diperolehnya dengan mudah di laut. Dan burung hantu yang sudah sangat bangga akan emas hasil penggaliannya.
Yang terakhir adalah burung pipit, yang mengeluh akan tubuhnya yang sangat rapuh untuk diajak berkelana kemana pun. Alasan yang cukup masuk akal bagi sebagian, namun burung hoopoe tidak tergugah sama sekali dengan alasan si pipit, karena apa pun kondisi seseorang, tidaklah menjadi alasan untuk tidak melakukan perjalanan ini. Kesederhanaan yang ditunjukkan si burung pipit adalah kedok yang sangat baik untuk menutupi kesombongan dan keangkuhan.
Seekor burung tanpa nama maju ke hadapan hoopoe dan mengatakan bahwa dirinya telah puas akan kondisi spiritualnya saat ini, dan ia telah meraih tingkat kebijakan yang tinggi melalui proses pengorbanan diri, menuntut jawaban dari hoopoe mengapa ia harus berkelana melalui padang pasir luas, lautan dan pegunungan tinggi jauh dari rumah? Untuk pertanyaan ini hoopoe memberikan jawaban paling pedas dari semua yang telah ia berikan kepada burung-burung lain. Jika burung yang puas-diri itu tidak membebaskan dirinya dari kepuasan (penjara) semu, maka ia tidak akan dapat menggapai apa pun.
Banyak lagi burung mengajukan alasan-alasan mereka untuk tidak ikut. Akhirnya tinggallah yang tersisa yang memulai perjalanan panjang mereka.
---------------
Lembah-lembah yang disinggung oleh burung hoopoe adalah tingkatan ujian bagi para pengelana spiritual.
Pertama, adalah Lembah Pencarian (Valley of the Quest). Para pengelana, kita, diuji melalui perjuangan-keras dan rasa kecil-hati karena kerasnya perjuangan itu sendiri dan keterpaksaan untuk meninggalkan atau menanggalkan hal-hal yang tidak esensial dalam perjalanan ini. Lalu memurnikan hati kita untuk pertemuan suci yang akan kita hadapi.
Kedua, adalah Lembah Cinta (Valley of Love). Kita dipaksa membuang kelemahan dan kemurtadan, dan berteguh / komit kepada diri sendiri secara sungguh-sungguh untuk menggapai kepuasan hakiki jiwa kita - apa yang menjadi kebutuhan hakiki jiwa kita.
Di dalam lembah ketiga; Lembah Pemahaman (Valley of Understanding), kita ditempa untuk belajar memahami jalan spiritual yang paling pas/cocok/pantas/sesuai untuk masing-masing individu. Spiritual dan mystic bersifat individual. Kita tidak bisa hanya mengikuti dogma - yaitu hasil perjalanan orang lain. Kita sendirilah yang harus mengalaminya.
Di Lembah Ketidakmelekatan (Valley of Detachment), kita ditempa untuk melepaskan kebutuhan akan rasa ingin mengendalikan / menguasai (to be in control). Karena dalam tingkat ini, kita harus berdamai dengan realita kehidupan, menerima apa pun yang di hadapan dengan rasa syukur dan kerendahan hati. Di sini terjadi pelucutan ilusi dunia yang menyatakan bahwa kita adalah pusat dari dunia - dunia yang sempit. Apa pun yang kita miliki sesungguhnya bukan milik kita.
Menuju ke Lembah Penyatuan (Valley of Unity), para pengelana spiritual menyadari bahwa SEMUA adalah SATU. Bahwa apa pun usaha kita yang tampaknya dilakukan sendirian sesungguhnya dilakukan bersama Sang Pencipta, Tuhan. Bahwa jika pun ada batasan, maka batasan itu tak-berhingga di dalam Tuhan.
Selanjutnya adalah Lembah Kegalauan (Valley of Bewilderment), tempat kebingungan dan kepedihan. Dalam setiap kehidupan manusia ada masa-masa sedih dan kecewa, dimana kita merasa telah kehilangan arah. Ingin rasanya menyerah saja dan meninggalkan semua yang telah kita tempuh. Di sinilah kita membutuhkan kekuatan dan dorongan semangat dari sesama pengelana lainnya untuk tetap terus berada pada jalan ini menuju tujuan akhir; pencerahan.
Terdapat satu lagi lembah yang harus dilalui sebelum para pengelana bertemu sang burung agung, Simorgh. Dan lembah ini menyimpan ujian terberat dibandingkan semua lembah sebelumnya. Inilah Lembah Kematian (Valley of Death). Ini bukanlah hanya kematian dari diri yang palsu, tetapi juga kematian fisik sebenarnya. Di sini ada rasa kelelahan dari hidup panjang penuh drama, kepalsuan, dan trauma. Lalu tubuh ini melemah, kosong, yang tersisa hanyalah esensi suci diri ini. Kita akhirnya bertemu secara langsung dengan SESUATU yang kita cari sepanjang hidup ini.
---------------
Inilah perjalanan panjang yang dikicaukan oleh burung hoopoe di dalam konferensi para burung. Banyak dari pengelana berguguran sepanjang jalan. Namun pada akhirnya hanya tersisa tiga puluh burung yang sangat kelelahan, compang-camping dan tertatih-tatih, tiba di hadapan gerbang megah, tempat sang Maha Agung, Simorgh.
Mereka berbaris dengan tertib, melalui pemeriksaan oleh penjaga gerbang yang membacakan satu-per-satu catatan hidup mereka - perbuatan baik dan buruk yang telah mereka lakukan. Setelah itu, mereka dihantarkan berjalan ke hadapan Simorgh.
Para burung menyaksikan dalam rasa takjub yang tak terkira kala tabir ketaktahuan terakhir disingkap di hadapan mereka. Dan hadirlah cahaya dari segala cahaya - momen keajaiban yang diekspresikan dalam permainan kata bahasa Persia (si = tiga puluh, dan morgh = burung).
Mereka memahami makna sesungguhnya dari kerinduan mereka terhadap Simorgh. Dari pancaran wajah Simorgh yang berseri-seri mereka melihat wajah mereka sendiri! Terpesona, terpana, mereka menyadari bahwa merekalah Simorgh itu!
Simorgh adalah ketiga-puluh burung!
Simorgh adalah sebuah cermin keagungan - siapa pun yang hadir di hadapan kemegahannya, melihat diri mereka sendiri.
Perjalanan hidup mereka telah berakhir dengan termanifest-nya diri mereka yang sesungguhnya ke dalam Simorgh (diri mereka sendiri) seperti bayang-bayang yang sirna digantikan terangnya cahaya matahari.
---------------
"And I too cease: I have described the Way. Now you must act. There is no more to say."
(Dan saya pun berakhir: Saya telah menggambarkan Jalannya. Sekarang kau harus bertindak. Tidak ada lagi yang dapat diucapkan.)
~ Faraduddin Attar ~
Human Earth
Metafora sufistik
ReplyDeleteTerima kasih atas postingannya. Ternyata semua pejalan ruhani punya satu kesamaan, perjalanan menuju Tuhan hakekatnya adalah perjalanan ke dalam diri sendiri seperti kisah Bima mencari air kehidupan
ReplyDelete