Partai Demokrat sedang menggelar Kongres II di Bandung pada 21-23 Mei ini. Kontestasi politik perebutan kursi ketua umum partai tersebut memanas. Setidaknya tiga calon kuat yang bakal bersaing dalam bursa posisi nomor satu di Partai Demokrat telah muncul sejak beberapa bulan terakhir: Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, dan Marzuki Alie.
Tentu saja, masing-masing calon memiliki keunggulan personal. Andi Mallarangeng terkesan lebih agresif dan berani mengambil resiko. Anas Urbaningrum mewakili karakter politisi muda yang santun, komunikatif, dan tidak temperamental. Sedang Marzuki Ali merupakan kader paling senior di antara yang lain.
Bagaimanakah peluang masing-masing kandidat? Salah satu data yang bisa menjadi acuan adalah survei LP3ES pada 7 April lalu, dengan responden survei para ketua cabang partai yang memiliki hak suara pada kongres di Bandung ini. Dari tiga kandidat, Anas Urbaningrum memiliki elektabilitas tertinggi, yakni 46%. Sedangkan Marzuki Alie memperoleh dukungan sebanyak 21%. Dan yang paling rendah adalah Andi Mallarangeng, hanya mendapat 2,1%.
Politik memang dapat berubah dalam hitungan detik. Pertimbangan pragmatis tentu yang paling utama. Akan tetapi, hasil survei itu setidaknya memberi gambaran tentang calon terkuat dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Dan dengan itu, kita dapat menganalisis kelayakan calon terkuat tersebut.
Tugas Besar
Di antara ukuran kelayakan calon Ketua Umum Partai Demokrat adalah mampu menjawab tantangan yang dihadapi oleh Partai Demokrat ke depan. Dalam hal ini, terdapat tiga tugas besar. Pertama institusionalisasi partai. Sejauh ini, pertumbuhan pesat Partai Demokrat sangat bergantung pada figur Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam jangka panjang, ketergantungan pada figur tentu tak baik bagi partai. Partai yang modern adalah partai yang secara kelembagaan kuat, tak bergantung pada karisma pemimpinnya. Jika ingin terus tampil dalam politik kepartaian Indonesia, Partai Demokrat harus menjadi partai yang solid secara institusional.
Kedua, penguatan budaya politik. Tertanamnya kultur politik yang santun, bersih, dan demokratis menjadi unsur penting bagi masa depan partai. Pengembangan budaya politik konstruktif merupakan cara tepat membangun citra. Sejauh ini, Partai Demokrat relatif mampu mengembangkan budaya politik tersebut, meski masih melekat pada figur-figur tertentu. Ke depan, budaya politik yang penuh integritas tersebut mesti terinstitusionalisasikan dalam aturan main di dalam partai.
Ketiga, kaderisasi. Partai yang kokoh dan mapan adalah partai yang berdiri di atas kaderisasi yang kontinu dan terstruktur. Selama ini, elite pimpinan Partai Demokrat banyak diisi oleh para politisi kawakan. Menggantungkan kejayaan pada segelintir elite senior adalah bunuh diri partai secara pelan-pelan. Regenerasi melalui kaderisasi yang baik menjadi keniscayaan.
Berharap pada Anas
Dengan mengacu pada kebutuhan Partai Demokrat ke depan tersebut, berharap pada Anas Urbaningrum adalah sebuah pertimbangan rasional. Anas Urbaningrum memenuhi kriteria ketua umum yang mampu menjawab tantangan Partai Demokrat di atas.
Sebagai politisi muda, Anas dikenal sebagai figur yang tenang, santun, dan bersih. Kiprahnya di Partai Demokrat selama ini membuktikan fakta itu. Sementara sebagai intelektual, Anas dikenal sebagai seorang cendekiawan cerdas dengan gagasan-gagasan yang matang, jernih, dan progresif. Himpunan Mahasiswa Islam dan Komisi Pemilihan Umum menjadi saksi bagi kiprah intelektualnya. Pendeknya, Anas Urbaningrum adalah muara pertemuan dua arus: politisi plus intelektual.
Lantas, bagaimanakah visi dan misi Anas sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat? Dalam deklarasinya sebagai calon ketua umum pada 15 April lalu, Anas dengan tegas mengusung agenda institusionalisasi partai. Baginya, demi masa depan partai, peran sentral SBY sebagai figur penting dalam Partai Demokrat harus ditransformasikan menjadi pelembagaan partai yang kuat.
Sebagai politisi, Anas berhasil mengembangkan budaya politik yang bersih, santun, dan akuntabel. Dan sebagai calon ketua umum, dengan lugas Anas menjanjikan pembangunan budaya politik kenegarawanan serta konsolidasi internal dan kaderisasi partai.
Merujuk pada jejak rekam politik Anas selama ini, tradisi politik yang dikembangkannya, serta mengacu pada hasil survei yang ada, maka Anas Urbaningrum adalah calon tepat Ketua Umum Partai Demokrat. Kehadiran Anas Urbaningrum di pucuk pimpinan tertinggi Partai Demokrat akan menjadi salah satu penentu masa depan Partai Demokrat.
Faktor SBY
Namun, faktor SBY dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat ini tak dapat diabaikan. SBY adalah figur sentral dalam Partai Demokrat, dan dalam banyak hal menjadi faktor penentu kebijakan partai. Munculnya Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu 2009 tak lepas dari karisma sosok SBY.
Sejumlah riset telah membuktikan kemajuan Partai Demokrat yang sangat bergantung pada figur SBY itu. Dan aspek figur ini memang menjadi karakteristik umum politik kepartaian Indonesia mutakhir, bukan khas Partai Demokrat. Sebagaimana ditegaskan oleh Mujani dan Liddle (2010), kepemimpinan masih menjadi faktor penting dalam politik kepartaian Indonesia di samping kampanye media.
Dengan demikian, konstelasi politik di Kongres II Partai Demokrat ini bisa cepat berubah jika SBY secara eksplisit memberikan dukungannya kepada salah satu calon. Demi masa depan Partai Demokrat, SBY selayaknya menahan diri untuk tidak menggunakan “politik restu” guna memenangkan salah satu calon. SBY harus menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang demokrat sejati, seperti yang jamak dikenal selama ini, dengan bersikap netral di dalam kongres.
Mekanisme demokrasi adalah satu-satunya cara terbaik menemukan siapa Ketua Umum Partai Demokrat mendatang. Kearifan dan kesiapan SBY untuk tidak menggunakan kekuatan restunya adalah modal politik tak ternilai bagi kejayaaan Partai Demokrat ke depan. Akhirnya, selamat berkongres Partai Demokrat!
Asmar Oemar Saleh
Advokat, Mantan Deputi III Bidang Penanggulangan Pelanggaran HAM, Meneg-HAM RI
Tentu saja, masing-masing calon memiliki keunggulan personal. Andi Mallarangeng terkesan lebih agresif dan berani mengambil resiko. Anas Urbaningrum mewakili karakter politisi muda yang santun, komunikatif, dan tidak temperamental. Sedang Marzuki Ali merupakan kader paling senior di antara yang lain.
Bagaimanakah peluang masing-masing kandidat? Salah satu data yang bisa menjadi acuan adalah survei LP3ES pada 7 April lalu, dengan responden survei para ketua cabang partai yang memiliki hak suara pada kongres di Bandung ini. Dari tiga kandidat, Anas Urbaningrum memiliki elektabilitas tertinggi, yakni 46%. Sedangkan Marzuki Alie memperoleh dukungan sebanyak 21%. Dan yang paling rendah adalah Andi Mallarangeng, hanya mendapat 2,1%.
Politik memang dapat berubah dalam hitungan detik. Pertimbangan pragmatis tentu yang paling utama. Akan tetapi, hasil survei itu setidaknya memberi gambaran tentang calon terkuat dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Dan dengan itu, kita dapat menganalisis kelayakan calon terkuat tersebut.
Tugas Besar
Di antara ukuran kelayakan calon Ketua Umum Partai Demokrat adalah mampu menjawab tantangan yang dihadapi oleh Partai Demokrat ke depan. Dalam hal ini, terdapat tiga tugas besar. Pertama institusionalisasi partai. Sejauh ini, pertumbuhan pesat Partai Demokrat sangat bergantung pada figur Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam jangka panjang, ketergantungan pada figur tentu tak baik bagi partai. Partai yang modern adalah partai yang secara kelembagaan kuat, tak bergantung pada karisma pemimpinnya. Jika ingin terus tampil dalam politik kepartaian Indonesia, Partai Demokrat harus menjadi partai yang solid secara institusional.
Kedua, penguatan budaya politik. Tertanamnya kultur politik yang santun, bersih, dan demokratis menjadi unsur penting bagi masa depan partai. Pengembangan budaya politik konstruktif merupakan cara tepat membangun citra. Sejauh ini, Partai Demokrat relatif mampu mengembangkan budaya politik tersebut, meski masih melekat pada figur-figur tertentu. Ke depan, budaya politik yang penuh integritas tersebut mesti terinstitusionalisasikan dalam aturan main di dalam partai.
Ketiga, kaderisasi. Partai yang kokoh dan mapan adalah partai yang berdiri di atas kaderisasi yang kontinu dan terstruktur. Selama ini, elite pimpinan Partai Demokrat banyak diisi oleh para politisi kawakan. Menggantungkan kejayaan pada segelintir elite senior adalah bunuh diri partai secara pelan-pelan. Regenerasi melalui kaderisasi yang baik menjadi keniscayaan.
Berharap pada Anas
Dengan mengacu pada kebutuhan Partai Demokrat ke depan tersebut, berharap pada Anas Urbaningrum adalah sebuah pertimbangan rasional. Anas Urbaningrum memenuhi kriteria ketua umum yang mampu menjawab tantangan Partai Demokrat di atas.
Sebagai politisi muda, Anas dikenal sebagai figur yang tenang, santun, dan bersih. Kiprahnya di Partai Demokrat selama ini membuktikan fakta itu. Sementara sebagai intelektual, Anas dikenal sebagai seorang cendekiawan cerdas dengan gagasan-gagasan yang matang, jernih, dan progresif. Himpunan Mahasiswa Islam dan Komisi Pemilihan Umum menjadi saksi bagi kiprah intelektualnya. Pendeknya, Anas Urbaningrum adalah muara pertemuan dua arus: politisi plus intelektual.
Lantas, bagaimanakah visi dan misi Anas sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat? Dalam deklarasinya sebagai calon ketua umum pada 15 April lalu, Anas dengan tegas mengusung agenda institusionalisasi partai. Baginya, demi masa depan partai, peran sentral SBY sebagai figur penting dalam Partai Demokrat harus ditransformasikan menjadi pelembagaan partai yang kuat.
Sebagai politisi, Anas berhasil mengembangkan budaya politik yang bersih, santun, dan akuntabel. Dan sebagai calon ketua umum, dengan lugas Anas menjanjikan pembangunan budaya politik kenegarawanan serta konsolidasi internal dan kaderisasi partai.
Merujuk pada jejak rekam politik Anas selama ini, tradisi politik yang dikembangkannya, serta mengacu pada hasil survei yang ada, maka Anas Urbaningrum adalah calon tepat Ketua Umum Partai Demokrat. Kehadiran Anas Urbaningrum di pucuk pimpinan tertinggi Partai Demokrat akan menjadi salah satu penentu masa depan Partai Demokrat.
Faktor SBY
Namun, faktor SBY dalam perebutan kursi Ketua Umum Partai Demokrat ini tak dapat diabaikan. SBY adalah figur sentral dalam Partai Demokrat, dan dalam banyak hal menjadi faktor penentu kebijakan partai. Munculnya Partai Demokrat sebagai partai pemenang pemilu 2009 tak lepas dari karisma sosok SBY.
Sejumlah riset telah membuktikan kemajuan Partai Demokrat yang sangat bergantung pada figur SBY itu. Dan aspek figur ini memang menjadi karakteristik umum politik kepartaian Indonesia mutakhir, bukan khas Partai Demokrat. Sebagaimana ditegaskan oleh Mujani dan Liddle (2010), kepemimpinan masih menjadi faktor penting dalam politik kepartaian Indonesia di samping kampanye media.
Dengan demikian, konstelasi politik di Kongres II Partai Demokrat ini bisa cepat berubah jika SBY secara eksplisit memberikan dukungannya kepada salah satu calon. Demi masa depan Partai Demokrat, SBY selayaknya menahan diri untuk tidak menggunakan “politik restu” guna memenangkan salah satu calon. SBY harus menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang demokrat sejati, seperti yang jamak dikenal selama ini, dengan bersikap netral di dalam kongres.
Mekanisme demokrasi adalah satu-satunya cara terbaik menemukan siapa Ketua Umum Partai Demokrat mendatang. Kearifan dan kesiapan SBY untuk tidak menggunakan kekuatan restunya adalah modal politik tak ternilai bagi kejayaaan Partai Demokrat ke depan. Akhirnya, selamat berkongres Partai Demokrat!
Asmar Oemar Saleh
Advokat, Mantan Deputi III Bidang Penanggulangan Pelanggaran HAM, Meneg-HAM RI
No comments:
Post a Comment