Wednesday, May 30, 2012

Filsafat Sains : Sumber Segala Kemajuan

Apa rahasia kesuksesan sains dalam memahami dunia kita? Ternyata ada hubungannya dengan mutu penjelasannya, demikian kata David Deutsch.

Selama ribuan generasi, kita berada dalam kegelapan. Leluhur kita menatap langit malam, bertanya-tanya apakah bintang itu, menggunakan mata dan otak yang tidak ada bedanya secara anatomis dengan yang kita miliki sekarang. Dalam setiap bidang lainpun, mereka mencoba mengamati dunia dan memahaminya. Sering mereka menemukan pola sederhana di alam, namun ketika mereka mencoba menemukan realitas apa yang ada di baliknya, mereka gagal hampir sepenuhnya. Di saat zaman Pencerahan, mereka salah percaya kalau kita mendapat pengetahuan ini dari bukti-bukti inderawi kita atau membacanya dari Kitab Alam dengan melakukan pengamatan, doktrin yang disebut empirisme.

Tapi sains membutuhkan lebih dari sekedar empirisme. Penjelasan baru membutuhkan kreativitas. Untuk menafsirkan titik di langit sebagai bola putih panas berukuran jutaan kilometer, kita harus memiliki gagasan terlebih dahulu. Hal itu terjadi lewat tebak-tebakan – namun tebakan biasanya menghasilkan kesalahan, itu mengapa pengamatan mendasar dalam sains, walau tidak seperti yang dipandang oleh empirisme. Manfaat utamanya adalah membedakan antara teori yang telah ditebak sebelumnya lewat penyusunan, penggabungan, pengubahan dan penambahan gagasan yang telah ada.

Pengamatan membedakan antara tebakan yang benar dan yang salah. Tebakan yang tidak dapat diuji sudah pasti tidak ilmiah. Tapi tebakan yang diuji walaupun salah, belum tentu tebakan yang  ilmiah, tetapi tebakan yang benar sudah pasti ilmiah. Ambil contoh mitos Yunani tentang asal usul musim dingin. Mitos ini, walaupun salah, adalah penjelasan. Ia juga dapat diuji: bila musim dingin disebabkan oleh kesedihan Demeter, maka ia harusnya terjadi serentak di seluruh Bumi. Bila bangsa Yunani purba tahu kalau musim panas terjadi di Australia di saat Demeter sangat sedih (musim dingin di Eropa), mereka dapat menyimpulkan kalau penjelasan mereka salah.

Tapi penjelasan tersebut dapat ditafsirkan ulang. Bisa saja Demeter menggunakan udara dari Australia saat menangis sehingga salju turun di Yunani. Dengan cara ini, mitos bisa dicocok-cocokkan dengan realitas. Akibatnya, teori Demeter tidak membantu kemajuan, bahkan tidak ada kemajuan sama sekali. Ia adalah teori yang buruk.

Teori yang baik adalah teori yang tidak dapat atau sulit ditafsirkan dengan cara lain (hard-to-vary explanations). Teori kemiringan sumbu memenuhi syarat ini. Sains adalah usaha untuk menemukan teori yang tidak dapat dicocologikan. Ia memburu teori yang tidak dapat ditafsirkan dengan cara lain. Dengan cara inilah sains maju, berbeda dengan mitos yang statis.

Solusi selalu memunculkan pertanyaan baru. Kadang pertanyaan yang muncul lebih banyak dari jawaban yang diperoleh. Ini juga yang menjadi sebab mengapa sains harus selalu mencari penjelasan yang lebih baik dan semakin sulit dicocologikan. Itulah, metode ilmiah. Seperti dikatakan Richard Feynman: “Sains adalah apa yang telah kita pelajari untuk tidak membohongi diri sendiri.” Karena kepastiannya untuk dapat diuji secara eksperimental, tindakan memperoleh penjelasan baru dapat mengendalikan kemajuan objektif bahkan dalam bidang non ilmiah. Inilah apa yang telah terjadi di zaman Pencerahan. Walaupun para perintis era tersebut tidak melakukannya dengan sempurna, hal itu tetap menjadi semangat zaman ini. Itulah sumber segala kemajuan.


Referensi
David Deutsch, 2011. The Source of all Progress. New Scientist, 23 April 2011, hal. 30-31
Bacaan lanjut:
David Deutsch. 2011. The Beginning of Infinity.

Sumber: FaktaIlmiah.com

No comments:

Post a Comment