Tuesday, August 28, 2012

7 Kunci Kebahagiaan Sejati


Tujuan kehidupan adalah memperbesar kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan tujuan dari semua tujuan. Sebagian besar orang memiliki keyakinan bahwa kebahagiaan  berasal dari kesuksesan, kekayaan, kesehatan dan hubungan baik. Tentu saja ada tekanan sosial yang sangat besar untuk mempercayai bahwa tercapainya semua itu sama dengan tercapainya kebahagiaan. Namun, ini adalah sebuah kesalahan. Kesuksesan, kekayaan, kesehatan dan hubungan yang saling mengasihi merupakan “produk sampingan” kebahagiaan, bukan sumber kebahagiaan.

Semua orang pernah menemukan orang yang sangat tidak bahagia, bahkan setelah meraih kekayaan dan kesuksesan yang luar biasa. Kesehatan yang baik bisa saja dianggap sudah semestinya dan kemudian disia-siakan. Bahkan keluarga yang paling bahagia sekalipun bisa mendapati kebahagiaan hancur karena krisis yang terjadi secara tiba-tiba. Orang yang tidak bahagia tidaklah sukses, dan berapa pun jumlah uang atau pencapaian yang ada tidak akan bisa mengubahnya.

Maka mari kita alihkan pandangan kita dari tanda-tanda eksternal ke kebahagiaan batin, kebahagiaan yang ingin kita raih, tapi sulit dicapai. Berikut ini adalah tujuh kunci untuk mencapai kebahagiaan batin menurut Deepak Chopra :

1. Sadarilah Tubuh kita
Tubuh kita dan alam semesta adalah sebuah medan tunggal energi, informasi, dan kesadaran. Tubuh merupakan penghubung kita dengan komputer kosmis yang mengatur berbagai peristiwa yang tak terhingga secara bersamaan. Dengan mendengarkan dan merespon tubuh kita secara sadar, kita terhubung dengan medan kemungkinan tak terbatas, di mana perasaan alami yang ada di dalamnya adalah kedamaian, keselarasan dan kegembiraan.

Saat pikiran, tubuh dan jiwa selaras, kebahagiaan adalah hasil alaminya. Sebaliknya tanda-tanda tidak adanya keselarasan pada umumnya berupa ketidaknyamanan, rasa sakit, depresi, kekhawatiran dan penyakit. Ketidakbahagiaan merupakan tanda bahwa ketidakselarasan telah memasuki suatu tempat di dalam medan itu, entah itu pikiran, tubuh atau jiwa.

2. Temukan Penghargaan diri yang sesungguhnya
Penghargaan diri yang sejati tidak sama dengan memperbaiki citra diri. Citra diri berasal dari pemikiran orang lain tentang diri kita. Jati diri melampaui citra diri. Jati diri berada pada tingkat eksistensi yang terbebas dari opini baik dan buruk orang lain. Jati diri tidak memiliki rasa takut dan tak terhingga nilainya. Saat kita mengalihkan identitas dari citra diri ke jati diri, kita akan menemukan kebahagiaan yang tak akan bisa direngut siapapun.

Kita sering mendambakan persetujuan orang lain karena hal itu mengangkat citra diri kita. Di sisi lain kita takut akan ketidaksetujuan karena hal itu merendahkan citra diri kita. Kita mengacu pada objek (object referral) bukan mengacu pada diri (self referral) yang merupakan jati diri kita.

Mengarahkan rasa identitas menuju jati diri akan membuat kita bebas menciptakan kehidupan yang berkelimpahan, bersuka cita dan terpenuhi. Terikat dengan hal hal eksternal membuat kita terdampar di tingkat eksistensi yang dangkal. Kita tidak perlu hidup di dalamnya. Pada tingkat eksistensi yang lebih dalam, kita bisa mewujudkan keinginan  terbesar kita. Jati diri kita akan menciptakan berbagai situasi, keadaan dan hubungan dalam kehidupan kita.

3. Detoksifikasi hidup kita
Keadaan alami kita adalah saat sukacita, kedamaian dan pemenuhan secara spontan. Saat kita tidak mengalami keadaan ini, itu berarti terjadi kontaminasi di dalam diri atau pikiran kita. Kontaminasi bisa diakibatkan oleh emosi, kebiasaan, dan hubungan yang tidak sehat, selain zat beracun lainnya. Semua ini awalnya berakar dari pikiran sebagai dampak penkondisian. Untuk itu, solusi menghilangkan racun dalam kehidupan kita berada pada tingkat di mana pikiran kehilangan keadaan alaminya. Pengkondisian seperti ini dimulai pada tahap yang sangat dini.

Gejala pertamanya adalah emosi beracun seperti kemarahan, kegelisahan, rasa bersalah dan rasa malu. Seiring pertumbuhan seseorang, perasaan itu akan diikuti dengan penghargaan diri yang rendah, hubungan yang beracun, dan ketidakseimbangan gaya hidup. Untuk mendetoksifikasi kehidupan kita, kita perlu mempelajari cara merombak seluruh pengkondisian ini dengan cara :
  • Bertanggungjawablah. Berhenti merasa bersalah dan menyalahkan. Jika kita tidak bertanggung jawab artinya kita menyerahkan nasib kita ke tangan orang lain. Hilangkan kebutuhan untuk mengubah orang lain, ubahlah diri sendiri.
  • Amati perasaan. Mengamati artinya menyadari emosi kita, tapi tidak dimanipulasi olehnya. Cara terbaik untuk mengamati adalah dengan menemukan letak perasaan itu dalam tubuh kita. Menemukan perasaan dalam tubuh kita akan menghentikan ocehan mental dalam diri kita, yang membuat perasaan tersebut tetap ada.
  • Namailah perasaan kita. Namailah sensasi apapun yang kita rasakan dalam tubuh kita. Gunakan kata-kata yang sederhana seperti takut, marah, benci, frustasi, malu, bersalah, cemburu. Jangan gunakan kata-kata yang menghakimi seperti dikhianati, dikecewakan, dan disakiti. Menamai perasaan kita merupakan cara mengenali perasan yang sedang kita rasakan. Dengan mengenalinya dengan rendah hati dan jujur kita tidak tergoda untuk mengisahkan kembali cerita rumit dan panjang yang sering kita lakukan saat mengalami kekecewaan. Semua cerita itu berpusat pada satu hal yaitu masa lalu. Sensasi dan emosi kita menyangkut masa kini.
  • Ekspresikan perasaan. Emosi menjadi beracun ketika kita memendamnya. Mengekspresikan perasaan itu mengarah ke pelepasan, yang akan membersihkan tubuh dan pikiran kita.
  • Bebagilah tentang perasaan kita. Berbagilah dengan seseorang yang kita percayai mengenai perasaan dan seluruh proses yang kita lalui. Jangan hanya berkeluh kesah atau melihat kasus tersebut dari sudut pandang kita. Tujuan kita adalah mendapatkan gambaran yang benar, yang dapat diberikan oleh pendengar yang tepat.
  • Rayakan dan lanjutkan kehidupan. Dalam perayaan ini kita menegaskan bahwa kita berhak bebas dan bahagia. Kemudian kita melanjutkan hidup kita.
4. Berhentilah berusaha menjadi benar
Energi dalam jumlah yang besar akan tersedia begitu kita berhenti berusaha menjadi benar. Menjadi benar mengindikasikan bahwa orang lain salah. Semua hubungan akan rusak oleh konfrontasi antara benar dan salah. Hasilnya adalah begitu banyak penderitaan dan konflik di dunia. Berhenti berusaha menjadi benar bukan berarti kita tidak mempunyai sudut pandang. Namun kita bisa melupakan kebutuhan untuk mempertahankan sudut pandang kita. Dalam keadaan tanpa pertahanan diri, kita menemukan ketangguhan karena tidak ada lagi yang harus diserang. Kita semua merupakan kesadaran tunggal yang memiliki cara unik untuk merasakan dunia. Keutuhan adalah keadaan damai dan bahagia yang mendalam.

5. Berfokuslah pada saat ini
Jika kita berfokus pada saat ini, kehidupan kita akan terus menerus diperbaharui. Saat ini adalah satu-satunya waktu yang abadi. Tidak dapat hilang atau dilupakan. Oleh karena itu, kebahagiaan saat ini tidak akan bisa direngut dari kita. Kebahagiaan saat ini akan membebaskan kita dari perangkap waktu yang menghadirkan penderitaan melalui pikiran, perbandingan, evaluasi, dan analisis. Dengan hidup sepenuhnya pada saat ini, kita mengalami keabadian. Di dalam keabadian, kita menemukan jati diri kita.

6. Lihatlah dunia di dalam diri kita
Saat kita melihat dunia di dalam diri kita, tidak ada lagi hambatan eksternal menuju kebahagiaan. Dunia batin dan lahir merupakan cerminan satu sama lain. Keduanya berubah sesuai dengan tingkat kesadaran kita. Jika kita bergetar di tingkat rasa takut, dunia pemikiran dan emosi dalam diri kita dan dunia luar yang berbentuk peristiwa dan hubungan akan mencerminkan hal itu. Demikian halnya jika kesadaran kita bergetar di tingkat kasih sayang, kasih sayang akan hadir baik di dalam maupun di luar diri kita. Aliran kebahagiaan dan kelimpahan akan terwujud ketika kita mencapai tingkat jati diri tedalam.

Identitas kita sesungguhnya bukanlah dunia batin ataupun dunia lahir. Kitalah yang menciptakan pemikiran, perasaan, kenangan, emosi dan semua pengalaman subjektif yang secara simultan menciptakan dunia objektif yang sesuai dengan keadaan subjektif kita. Jika tidak menyukai apa yang terjadi di sekitar kita, jangan mencoba “memperbaikinya”.  Hal itu seperti memoles cermin dan berharap bisa mengubah pantulan yang terlihat di dalamnya. Untuk mengubah hal yang kita lihat, kita harus mengubah kesadaran kita.

7. Hiduplah untuk pencerahan
Mencari pencerahan sama dengan mencari jati diri. Pencerahan adalah keadaan eksistensi yang paling sadar sekaligus paling alami, karena dari situlah asal usul kita. Kita berasal dari sebuah tempat yang penuh kasih, kedamaian, dan kegembiraan mendalam. Saat kembali ke sana, kita akan merasakan bahwa kita bersatu dengan Tuhan. Pada saat itulah kita akan menyadari bahwa hasrat untuk merasakan kebahagiaan barulah sebuah awal. Hasrat terdalam kita adalah untuk meraih kebebasan yang muncul bersama pencerahan sempurna.

Sumber: Henkykuntarto’s Blog -Wellcome to my spiritual blog

1 comment: