Ada dua aliran mistik di dunia: yang satu menempatkan Tuhan sebagai
yang pertama dan kebenaran sebagai yang kedua; kategori kedua dari
mistik menempatkan kebenaran sebagai yang pertama dan Tuhan sebagai yang
kedua.
Kedua sikap itu benar, keduanya dapat menuntunmu ke tujuan akhir, tetapi yang lebih kusukai adalah kebenaran sebagai yang pertama dan Tuhan sebagai yang kedua.
Buddha, Lao Tzu, Mahavira, setuju denganku - dan ini adalah ketiga mistik terbesar yang pernah ada. Muhammad, Yesus, Krishna - mereka milik tradisi yang lain; Tuhan adalah yang pertama, kebenaran itu sekunder.
Mengapa Buddha, Lao Tzu dan Mahavira bersikeras bahwa kebenaran adalah kualitas tertinggi. Setelah pengalaman selama dua puluh lima abad, dapat dikatakan bahwa mereka benar, desakan mereka benar, karena ketika engkau menempatkan Tuhan sebagai yang pertama, Tuhan menjadi satu kepercayaan. Alih-alih menciptakan para pencari engkau menciptakan orang yang percaya.
Jika engkau menempatkan kebenaran terlebih dahulu maka tidak ada pertanyaan tentang kepercayaan; engkau harus bertanya, engkau harus menyelidiki. Jika Tuhan yang pertama maka imam sangat penting - gereja, kuil, doktrin, kitab suci, tradisi.
Jika kebenaran yang pertama maka engkau sebagai individu adalah yang paling penting, yang lainnya menjadi sekunder.
Kepercayaan dapat diberikan oleh orang lain kepadamu. Kebenaran tidak bisa diberikan, engkau harus menemukannya sendiri.
Dan keajaiban dari penemuan itu begitu besar sehingga hal itu seharusnya tidak boleh dilewatkan. Kepercayaan itu menghancurkan semua petualangannya.
Jika seseorang mengatakan Himalaya itu indah dan engkau percaya pada mereka maka tidak perlu pergi ke Himalaya. Atau engkau bisa mendapatkan album foto-foto yang indah dari Himalaya, tetapi sebuah album, bagaimanapun indahnya, bukanlah kenyataan dari Himalaya.
Engkau tidak akan merasakan keharuman itu, engkau tidak akan merasakan kesejukan itu, engkau tidak akan diliputi oleh misteri itu, puncak-puncak murni itu yang hening. Sebuah foto tidak bisa memberimu semua itu, sebuah foto itu sangat datar. Itu hanya bisa memberimu beberapa gagasan.
Kebenaran harus menjadi yang pertama. Mulailah pertanyaanmu tentang apakah kebenaran itu, dan engkau akan menemukan Tuhan pada akhirnya, karena Tuhan adalah kebenaran dari kehidupan sehingga engkau tidak dapat melewatkan Tuhan.
Tetapi ketika engkau menemukannya sendiri hal itu akan membebaskan engkau. Pengalaman itu sendiri sudah cukup untuk membawa engkau ke dunia yang sama sekali berbeda, dari waktu menuju kekekalan, dari yang terlihat menuju yang tidak terlihat, dari yang diketahui menuju yang tidak dapat diketahui.
Kebenaran adalah yang pertama, lalu Tuhan. Kebenaran adalah perjalanannya, Tuhan adalah pencapaiannya.
OSHO ~ Going All The Way, A Darshan Dairy, Chpt 11
---
There have been two schools of mystics in the world: one puts god first and truth second; the second category of mystics puts truth first and god second.
Both attitudes are right, both can lead you to the ultimate goal, but my preference is for truth to be the first thing and god the second.
Buddha, Lao Tzu, Mahavira, agree with me -- and these are the three greatest mystics ever. Mohammed, Jesus, Krishna -- they belong to the other tradition; god is first, truth is secondary.
Why did Buddha, Lao Tzu and Mahavira insist on truth being the suprememost quality. After twenty-five centuries of experience it can be said that they were right, their insistence was right, because when you put god first, god becomes a belief. Instead of creating enquirers you create believers.
If you put truth first then there is no question of belief; you have to enquire, you have to explore. If god is first then the priest becomes very important -- the church, the temple, the doctrine, the scripture, the tradition.
If truth is first then you as an individual are the most important, everything else becomes secondary.
Belief can be given by others to you. Truth cannot be given, you have to discover it yourself.
And the magic of discovery is so great that it should not be missed. Believing destroys all adventure.
If somebody says the Himalayas are beautiful and you believe them then there is no need to go to the Himalayas. Or you can acquire an album of beautiful photographs of the Himalayas but an album, howsoever beautiful, is not the reality of the Himalayas.
You will not feel that fragrance, you will not feel that coolness, you will not be overwhelmed by that mystery, those virgin peaks that silence. A picture cannot give you all that, a picture is very flat. It can only give you some idea.
Truth should be first. Start your enquiry for what truth is and you will find god in the end, because god is the truth of existence so you cannot miss god.
But when you find on your own it will liberate you. That very experience is enough to transport you to a totally different world, from time to eternity, from the visible to the invisible, from the known to the unknowable .
Truth is first, then is god. Truth is the journey, god is the realisation of it.
OSHO ~ Going All The Way, A Darshan Dairy, Chpt 11
Sumber: OSHO FB
Kedua sikap itu benar, keduanya dapat menuntunmu ke tujuan akhir, tetapi yang lebih kusukai adalah kebenaran sebagai yang pertama dan Tuhan sebagai yang kedua.
Buddha, Lao Tzu, Mahavira, setuju denganku - dan ini adalah ketiga mistik terbesar yang pernah ada. Muhammad, Yesus, Krishna - mereka milik tradisi yang lain; Tuhan adalah yang pertama, kebenaran itu sekunder.
Mengapa Buddha, Lao Tzu dan Mahavira bersikeras bahwa kebenaran adalah kualitas tertinggi. Setelah pengalaman selama dua puluh lima abad, dapat dikatakan bahwa mereka benar, desakan mereka benar, karena ketika engkau menempatkan Tuhan sebagai yang pertama, Tuhan menjadi satu kepercayaan. Alih-alih menciptakan para pencari engkau menciptakan orang yang percaya.
Jika engkau menempatkan kebenaran terlebih dahulu maka tidak ada pertanyaan tentang kepercayaan; engkau harus bertanya, engkau harus menyelidiki. Jika Tuhan yang pertama maka imam sangat penting - gereja, kuil, doktrin, kitab suci, tradisi.
Jika kebenaran yang pertama maka engkau sebagai individu adalah yang paling penting, yang lainnya menjadi sekunder.
Kepercayaan dapat diberikan oleh orang lain kepadamu. Kebenaran tidak bisa diberikan, engkau harus menemukannya sendiri.
Dan keajaiban dari penemuan itu begitu besar sehingga hal itu seharusnya tidak boleh dilewatkan. Kepercayaan itu menghancurkan semua petualangannya.
Jika seseorang mengatakan Himalaya itu indah dan engkau percaya pada mereka maka tidak perlu pergi ke Himalaya. Atau engkau bisa mendapatkan album foto-foto yang indah dari Himalaya, tetapi sebuah album, bagaimanapun indahnya, bukanlah kenyataan dari Himalaya.
Engkau tidak akan merasakan keharuman itu, engkau tidak akan merasakan kesejukan itu, engkau tidak akan diliputi oleh misteri itu, puncak-puncak murni itu yang hening. Sebuah foto tidak bisa memberimu semua itu, sebuah foto itu sangat datar. Itu hanya bisa memberimu beberapa gagasan.
Kebenaran harus menjadi yang pertama. Mulailah pertanyaanmu tentang apakah kebenaran itu, dan engkau akan menemukan Tuhan pada akhirnya, karena Tuhan adalah kebenaran dari kehidupan sehingga engkau tidak dapat melewatkan Tuhan.
Tetapi ketika engkau menemukannya sendiri hal itu akan membebaskan engkau. Pengalaman itu sendiri sudah cukup untuk membawa engkau ke dunia yang sama sekali berbeda, dari waktu menuju kekekalan, dari yang terlihat menuju yang tidak terlihat, dari yang diketahui menuju yang tidak dapat diketahui.
Kebenaran adalah yang pertama, lalu Tuhan. Kebenaran adalah perjalanannya, Tuhan adalah pencapaiannya.
OSHO ~ Going All The Way, A Darshan Dairy, Chpt 11
---
There have been two schools of mystics in the world: one puts god first and truth second; the second category of mystics puts truth first and god second.
Both attitudes are right, both can lead you to the ultimate goal, but my preference is for truth to be the first thing and god the second.
Buddha, Lao Tzu, Mahavira, agree with me -- and these are the three greatest mystics ever. Mohammed, Jesus, Krishna -- they belong to the other tradition; god is first, truth is secondary.
Why did Buddha, Lao Tzu and Mahavira insist on truth being the suprememost quality. After twenty-five centuries of experience it can be said that they were right, their insistence was right, because when you put god first, god becomes a belief. Instead of creating enquirers you create believers.
If you put truth first then there is no question of belief; you have to enquire, you have to explore. If god is first then the priest becomes very important -- the church, the temple, the doctrine, the scripture, the tradition.
If truth is first then you as an individual are the most important, everything else becomes secondary.
Belief can be given by others to you. Truth cannot be given, you have to discover it yourself.
And the magic of discovery is so great that it should not be missed. Believing destroys all adventure.
If somebody says the Himalayas are beautiful and you believe them then there is no need to go to the Himalayas. Or you can acquire an album of beautiful photographs of the Himalayas but an album, howsoever beautiful, is not the reality of the Himalayas.
You will not feel that fragrance, you will not feel that coolness, you will not be overwhelmed by that mystery, those virgin peaks that silence. A picture cannot give you all that, a picture is very flat. It can only give you some idea.
Truth should be first. Start your enquiry for what truth is and you will find god in the end, because god is the truth of existence so you cannot miss god.
But when you find on your own it will liberate you. That very experience is enough to transport you to a totally different world, from time to eternity, from the visible to the invisible, from the known to the unknowable .
Truth is first, then is god. Truth is the journey, god is the realisation of it.
OSHO ~ Going All The Way, A Darshan Dairy, Chpt 11
Sumber: OSHO FB
No comments:
Post a Comment