Saturday, November 10, 2018

Apa yang Terjadi Di Pesantren Rumi?

'Janganlah engkau menghakimi ...' Tidak perlu menghakimi. Apa pun yang sedang terjadi, terimalah itu. Apa pun yang sedang dilakukan orang-orang lain, mereka harus melaluinya. Ada satu metode untuk semua kegilaan itu di sini, itu sangat metodologis. Engkau hanya tetap diam, tanpa menilai.

Suatu kali pernah terjadi:

Seorang mistikus Sufi besar, Jalaluddin Rumi, dulu tinggal dengan seratus muridnya di sebuah pesantren. Beberapa pelancong datang. Pesantren itu jauh dari kota mana pun, bahkan jauh dari jalanan mana pun, tetapi orang-orang menjadi tertarik - orang-orang yang penasaran bisa pergi ke mana saja: mereka (bahkan sudah) pergi ke bulan. Orang yang penasaran adalah orang yang ingin tahu, mereka bisa pergi ke mana saja. Mereka menjadi penasaran dan mereka pergi ke sana. Pesantren itu jauh dari kota-kota, di luar jalan raya, tetapi mereka mengatasi semua kesulitan dalam perjalanan dan mereka mencapai padang pasir. Pintu-pintu pesantrennya tidak tertutup - karena Rumi tidak pernah berpikir bahwa siapa pun akan datang dari jauh - sehingga mereka dapat melihat apa yang terjadi di dalam ...

Seseorang sedang tertawa dengan keras, liar, seseorang sedang menari, seseorang sedang bernyanyi, seseorang berdiri di atas kepalanya, orang-orang sedang melakukan seribu satu hal - dan Jalaluddin Rumi sedang duduk di tengah-tengah semuanya itu, hening, dengan mata tertutup.

Jadi mereka berpikir, 'Apa yang sedang terjadi? Apakah orang-orang ini sudah menjadi gila? Apa yang dilakukan orang-orang gila ini di sini? Dan apa yang sedang dilakukan pria itu? Dia hanya duduk, dengan mata tertutup. Dia seharusnya menghentikan orang-orang ini - itu berbahaya; mereka bisa melampaui batas.' Dan seseorang mengoceh seperti gila, dan seseorang sedang memukul tembok, dan segala sesuatunya sedang terjadi.

Para pelancong itu menjadi sangat takut. Mereka menjadi begitu takut sehingga mereka pergi. Tetapi setelah satu tahun, rasa ingin tahu menguasai mereka lagi dan mereka berpikir 'Kita harus pergi dan melihat apa yang sedang terjadi sekarang. Segala sesuatunya pasti telah semakin memburuk. Entah mereka pasti telah membunuh Jalaluddin Rumi, karena dia hanya duduk di tengah-tengahnya, atau mereka pasti telah bunuh diri ... pembunuhan pasti telah terjadi! 'Jadi mereka pergi lagi. (Kali ini) mereka tidak dapat mempercayainya: semua orang di pesantren sedang duduk dalam diam.

Hanya Jalaluddin Rumi yang sedang menari.

Tetapi ini adalah situasi yang lebih buruk karena mereka pikir setidaknya Rumi sebelumnya waras, sekarang dia juga menjadi gila. Tapi mereka kasihan pada pria itu. Mereka berpikir, 'Itu wajar - untuk berada di tengah-tengah orang-orang gila ini begitu lamanya, dia pasti sudah menjadi gila.' Mereka pergi.

Tetapi setelah satu tahun rasa ingin tahu kembali menguasai mereka dan mereka berpikir, 'Kita harus pergi dan melihat apa yang sedang terjadi sekarang.'

Jadi mereka pergi ke sana. Tidak ada seorang pun, hanya Jalaluddin Rumi yang duduk sendirian - seluruh kelompoknya telah menghilang. Sekarang ini sudah terlalu banyak. Apa yang terjadi? Mereka menjadi terlalu penasaran.

Mereka pergi kepada Jalaluddin Rumi dan mereka berkata, 'Kami ingin bertanya apa yang terjadi? Ke mana orang-orang gila itu? Apa yang telah terjadi pada mereka? Dan apa yang sedang engkau lakukan dengan duduk di sini sendirian?" 'Jadi, apa yang telah terjadi? Segala sesuatunya sudah berubah total.” Mereka berpikir, 'Sepertinya orang ini telah mengambil alih ketidakwarasan dari semua orang itu, sehingga mereka menjadi hening dan dia menari.'

Dan Jalaluddin Rumi berkata, 'Pekerjaannya sudah selesai. Sekarang mereka telah pergi ke dunia yang lebih luas untuk menemukan orang-orang gila lain - untuk membantu mereka. Pekerjaannya sudah selesai."

Lalu mereka bertanya "Mengapa engkau menari tahun lalu ketika kami datang?"

Rumi berkata, 'Aku menari karena aku begitu bahagia karena murid-muridku telah mencapainya. Hal itu berbahaya, sangat sulit untuk melepaskan kegilaan mereka, yang terkumpul selama berabad-abad, tetapi mereka benar-benar orang yang cakap. Aku senang, itu sebabnya aku menari. Sekarang mereka telah pergi mencari orang-orang gila lainnya. Sekarang mereka akan membuat seratus pesantren di seluruh dunia."

OSHO ~ Tao: Path Pathless, Vol 1, Ch 12

--------------------------------------------------

‘Judge ye not…’ There is no need to judge. Whatsoever is happening, accept it. Whatsoever people are doing, they have to go through it. There is a method to all this madness around here, it is very methodological. You just keep quite silent, nonjudging.

It happened once:

A great Sufi mystic, Jalaluddin Rumi, used to live with his one hundred disciples in a monastery. Few travellers came. The monastery was far away from any town, far away even from any roads, but people became interested – curious people can go anywhere: they go to the moon. Curious people are curious people, they can go anywhere. They became curious and they went there. It was far away from towns, off the road, but they took all the troubles of the journey and they reached the desert. The doors were not closed – because Rumi had never thought that anybody would come so far away – so they could watch what was happening inside…

Somebody was laughing loudly, madly, somebody was dancing, somebody was singing, somebody was standing on his head, people were doing a thousand and one things – and Jalaluddin Rumi was sitting just in the middle of it all, silent, with closed eyes.

So they thought, ’What is going on? Have these people gone mad? What are these lunatics doing here? And what is this man doing? He is simply sitting, with closed eyes. He should stop these people – it is dangerous; they may go beyond the limit.’ And somebody was raving like a maniac, and somebody was hitting the wall, and everything was going on.

They became very afraid. They became so afraid that they went away. But after one year curiosity took possession of them again and they thought ’We should go and see what is happening now.

Things must have gone worse. Either they must have killed that Jalaluddin Rumi by now, because he was just sitting in the middle of it, or they must have committed suicide… murders must have happened!’ So they went again. They could not believe it: they were all sitting silently.

Only Jalaluddin Rumi was dancing.

But this was a worse situation because they thought at least he had been sane, now he also was insane. But they took pity on the man. They thought, ’It is natural – just to be amidst these mad people for so long, he must have gone out of his mind.’ They went away.

But after one year curiosity again took possession of them and they thought, ’We must go and see what is happening now.’

So they went there. There was nobody, only Jalaluddin Rumi was sitting alone – the whole group had disappeared. Now it was too much. What happened? They became too curious.

They went to Jalaluddin Rumi and they said, ’We want to ask what happened? Where are those nuts? What happened to them? And what are you doing sitting here alone?’

’So what has happened then? Things have completely changed.’ They thought, ’It seems this man has taken the madness of all, so that they have become silent and he is dancing.’

And Jalaluddin Rumi said, ’The work is done. Now they have gone into the wider world to find other nuts – to help them. The work is complete.’

Then they asked ’Why were you dancing last year when we came?’

He said, ’I was dancing because I was so happy that my disciples had achieved. It was dangerous, it was very arduous to release their madnesses, accumulated down the centuries, but they were really capable people. I was happy, that’s why I was dancing. Now they have gone to find other mad people.

Now they will make a hundred monasteries all around the earth.’

OSHO ~ Tao: Path Pathless, Vol 1, Ch 12

Sumber: OSHO Indonesia

No comments:

Post a Comment