OSHO, APAKAH TUHAN ITU?
Prem Sukavi, TUHAN bukan seseorang/satu individu. Hal itu adalah salah satu kesalahpahaman terbesar, dan ia telah berlaku begitu lamanya sehingga ia telah menjadi hampir satu fakta. Bahkan jika satu kebohongan diulang terus-menerus selama berabad-abad pasti tampaknya seolah-olah itu adalah kebenaran.
Tuhan adalah kehadiran, bukan seseorang. Oleh karenanya semua ibadah adalah kebodohan belaka. Ke-penuh-doa-an diperlukan, bukan doa. Tidak ada seorang pun untuk didoakan; tidak ada kemungkinan dialog mana pun antara engkau dan Tuhan. Dialog itu mungkin hanya antara dua orang, dan Tuhan bukanlah seseorang tetapi satu kehadiran - seperti keindahan, seperti sukacita.
Tuhan hanya berarti ketuhanan. Karena fakta inilah Buddha menolak keberadaan Tuhan.
Dia ingin menekankan bahwa Tuhan adalah satu sifat, satu pengalaman - seperti cinta. Engkau tidak bisa berbicara kepada cinta, engkau bisa menjalaninya. Engkau tidak perlu menciptakan kuil cinta, engkau tidak perlu membuat patung cinta, dan membungkuk ke patung-patung itu akan menjadi omong kosong belaka. Dan itulah yang telah terjadi di gereja-gereja, di kuil-kuil, di masjid-masjid.
Manusia telah hidup dengan anggapan ini bahwa Tuhan adalah seseorang, dan kemudian dua malapetaka telah terjadi melaluinya. Salah satunya adalah apa yang disebut orang religius, yang menganggap Tuhan berada di suatu tempat di atas langit dan engkau harus memujinya untuk membujuknya. Untuk memberikan bantuan kepadamu, untuk membantumu memenuhi keinginanmu, untuk membuat ambisi-ambisimu berhasil, untuk memberimu kekayaan dari dunia ini DAN dari dunia akhirat. Dan ini adalah pemborosan waktu dan energi belaka.
Dan di kutub yang berlawanan orang-orang yang melihat kebodohan dari semua itu menjadi atheis; mereka mulai mengingkari keberadaan Tuhan. Mereka benar dalam satu hal, tetapi mereka juga salah. Mereka mulai menyangkal tidak hanya kepribadian dari Tuhan, mereka mulai menyangkal bahkan pengalaman akan Tuhan.
Orang teis (yang percaya Tuhan sebagai individu) salah, orang ateis (yang tidak percaya Tuhan) salah, dan manusia membutuhkan satu pandangan baru sehingga dia bisa dibebaskan dari kedua penjara itu.
Tuhan adalah pengalaman terakhir dari keheningan, dari keindahan, dari kebahagiaan, suatu keadaan dari perayaan batin. Begitu engkau mulai melihat Tuhan sebagai ketuhanan, akan ada perubahan radikal dalam pendekatanmu. Maka doa tidak berlaku lagi; meditasi menjadi benar.
Martin Buber berkata doa adalah dialog; kemudian di antara engkau dan Tuhan ada hubungan "Aku-Engkau" - dualitasnya tetap ada. Buddha berada jauh lebih dekat dengan kebenaran: engkau hanya menjatuhkan semua ocehan dari pikiran, engkau menyelinap keluar dari pikiran seperti ular menyelinap keluar dari kulit lamanya. Engkau menjadi sangat hening. Tidak ada pertanyaan tentang dialog apa pun, tidak ada pertanyaan tentang monolog apa pun juga. Kata-kata telah lenyap dari kesadaranmu. Tidak ada keinginan untuk meminta pertolongan, tidak ada ambisi yang harus dipenuhi.
Orang berada sekarang dan di sini. Dalam ketenangan itu, dalam keteduhan itu, engkau menjadi sadar akan satu sifat bercahaya dari semesta. Lalu pepohonan dan gunung-gunung dan sungai-sungai dan orang-orang semuanya dikelilingi oleh aura yang halus. Mereka semua memancarkan kehidupan, dan itu adalah satu kehidupan dalam berbagai bentuk. Mekarnya satu semesta/ kehidupan dalam jutaan bentuk, dalam jutaan bunga.
Pengalaman INILAH Tuhan. Dan itu adalah hak lahir dari setiap orang, karena entah engkau mengetahuinya atau tidak, engkau sudah menjadi bagian darinya. Satu-satunya kemungkinan adalah engkau mungkin tidak mengenalinya atau engkau mungkin mengenalinya.
Perbedaan antara orang yang tercerahkan dan orang yang tidak tercerahkan itu bukan kualitasnya - keduanya benar-benar mirip. Hanya ada satu perbedaan kecil: bahwa orang yang tercerahkan itu sadar; dia mengenali tersebarnya keseluruhan, merasuknya keseluruhan, bergetar, berdenyut.
Dia mengenali detak jantung alam semesta. Dia menyadari bahwa alam semesta tidak mati, alam semesta itu hidup.
Kegairahan hidup ini adalah Tuhan!
Orang yang tidak tercerahkan itu tertidur, tertidur dan penuh dengan mimpi-mimpi. Mimpi-mimpi itu berfungsi sebagai penghalang; mereka tidak mengizinkannya untuk melihat kebenaran dari kenyataannya sendiri. Dan, tentu saja, ketika engkau bahkan tidak sadar akan kenyataanmu sendiri, bagaimana engkau bisa menjadi sadar akan kenyataan orang lain? Pengalaman pertama harus terjadi di dalam dirimu. Setelah engkau melihat cahaya di dalam dirimu, engkau akan dapat melihatnya di mana-mana.
Tuhan harus dibebaskan dari semua konsep tentang kepribadian (bahwa Tuhan itu satu pribadi/seseorang). Kepribadian adalah penjara. Tuhan harus dibebaskan dari bentuk tertentu mana pun; hanya kemudian dia bisa memiliki semua bentuknya. Dia harus dibebaskan dari nama tertentu apa pun, sehingga semua nama menjadi miliknya.
Kemudian seseorang HIDUP dalam doa - dia tidak berdoa, dia tidak pergi ke kuil, ke gereja.
Di mana pun ia duduk, ia penuh dengan doa, apa pun yang dilakukannya penuh dengan doa, dan dalam ke-penuh-doa-an itu ia menciptakan kuilnya. Dia selalu bergerak dengan kuilnya mengelilinginya. Di mana pun dia duduk, tempat itu menjadi suci, apa pun yang disentuhnya menjadi emas. Jika dia diam maka diamnya adalah emas; jika dia berbicara maka nyanyiannya adalah emas. Jika dia sendirian maka kesendiriannya adalah Ilahi; jika dia berhubungan maka hubungannya adalah Ilahi.
Hal yang mendasar, yang paling diperlukan adalah untuk menjadi sadar akan inti terdalammu sendiri, karena itulah rahasia seluruh semesta. Di situlah di mana Upanishads menjadi sangat penting.
Mereka tidak berbicara tentang Tuhan, mereka berbicara tentang ketuhanan. Mereka tidak peduli tentang doa. Seluruh penekanan mereka adalah pada meditasi.
Meditasi memiliki dua bagian: awal dan akhir. Awalnya disebut dhyana dan akhirnya disebut samadhi. Dhyana adalah benihnya, samadhi adalah mekarnya. Dhyana berarti menjadi sadar akan semua kerja dari pikiranmu, semua lapisan dari pikiranmu – ingatanmu, keinginanmu, pemikiranmu, mimpimu - menjadi sadar akan semua yang berlangsung di dalam dirimu. Dhyana adalah kesadaran, dan samadhi adalah ketika kesadaran telah menjadi begitu dalam, begitu kuat, begitu total sehingga ia menjadi seperti api dan memusnahkan seluruh pikiran dan semua fungsinya. Ia memusnahkan pemikiran-pemikiran, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi, harapan-harapan, mimpi-mimpi. Ia memusnahkan semua hal yang memenuhi pikiran.
Samadhi adalah keadaan ketika kesadaran ada di sana, tetapi tidak ada sesuatu pun yang harus disadari di dalam dirimu; penyaksi ada di sana, tetapi tidak ada sesuatu pun yang harus disaksikan.
Mulailah dengan dhyana, dengan meditasi, dan akhirilah dengan samadhi, dalam suka cita, dan engkau akan tahu apa itu Tuhan. Hal ini bukan hipotesis/dugaan, ini adalah satu pengalaman. Engkau harus MENJALANINYA - itulah satu-satunya cara untuk mengetahuinya.
OSHO ~ I am That, Chpt 2
---
OSHO, WHAT IS GOD?
Prem Sukavi,
GOD is not a person. That is one of the greatest misunderstandings, and it has prevailed so long that it has become almost a fact. Even if a lie is repeated continuously for centuries it is bound to appear as if it is a truth.
God is a presence, not a person. Hence all worshipping is sheer stupidity. Prayerfulness is needed, not prayer. There is nobody to pray to; there is no possibility of any dialogue between you and God. Dialogue is possible only between two persons, and God is not a person but a presence - like beauty, like joy. God simply means godliness. It is because of this fact that Buddha denied the existence of God.
He wanted to emphasize that God is a quality, an experience - like love. You cannot talk to love, you can live it. You need not create temples of love, you need not make statues of love, and bowing down to those statues will be just nonsense. And that's what has been happening in the churches, in the temples, in the mosques.
Man has lived under this impression of God as a person, and then two calamities have happened through it. One is the so-called religious man, who thinks God is somewhere above m the sky and you have to praise him. to persuade him to confer favors on you, to help you to fulfill your desires, to make your ambitions succeed, to give you the wealth of this world AND of the other world. And this is sheer wastage of time and energy. And on the opposite pole the people who saw the stupidity of it all became atheists; they started denying the existence of God. They were right in a sense, but they were also wrong. They started denying not only the personality of God, they started to deny even the experience of God.
The theist is wrong, the atheist is wrong, and man needs a new vision so that he can be freed from both the prisons.
God is the ultimate experience of silence, of beauty, of bliss, a state of inner celebration. Once you start looking at God as godliness there will be a radical change in your approach. Then prayer is no more valid; meditation becomes valid.
Martin Buber says prayer is a dialogue; then between you and God there is an "I-thou" relationship - the duality persists. Buddha is far closer to the truth: you simply drop all chattering of the mind, you slip out of the mind like a snake slipping out of the old skin. You become profoundly silent. There is no question of any dialogue, no question of any monologue either. Words have disappeared from your consciousness. There is no desire for which favors have to be asked, no ambition to be fulfilled.
One is now and here. In that tranquility, in that calmness, you become aware of a luminous quality to existence. Then the trees and the mountains and the rivers and the people are all surrounded with a subtle aura. They are all radiating life, and it is one life in different forms. The flowering of one existence in millions of forms, in millions of flowers.
THIS experience is God. And it is everybody's birthright, because whether you know it or not you are already part of it. The only possibility is you may not recognize it or you may recognize it.
The difference between the enlightened person and the unenlightened person is not of quality - they both are absolutely alike. There is only one small difference: that the enlightened person is aware; he recognizes the ultimate pervading the whole, permeating the whole, vibrating, pulsating.
He recognizes the heartbeat of the universe. He recognizes that the universe is not dead, it is alive.
This aliveness is God!
The unenlightened person is asleep, asleep and full of dreams. Those dreams function as a barrier; they don't allow him to see the truth of his own reality. And, of course, when you are not even aware of your own reality, how can you be aware of the reality of others? The first experience has to happen within you. Once you have seen the light within you will be able to see it everywhere.
God has to be freed from all concepts of personality. Personality is a prison. God has to be freed from any particular form; only then he can have all the forms. He has to be freed from any particular name so that all the names become his.
Then a person LIVES in prayer - he does not pray, he does not go to the temple, to the church.
Wherever he sits he is prayerful, whatsoever he is doing is prayerful, and in that prayerfulness he creates his temple. He is always moving with his temple surrounding him. Wherever he sits the place becomes sacred, whatsoever he touches becomes gold. If he is silent then his silence is golden; if he speaks then his song is golden. If he is alone his aloneness is divine; if he relates then his relating is divine.
The basic, the most fundamental thing is to be aware of your own innermost core, because that is the secret of the whole existence. That's where the Upanishads are tremendously important.
They don't talk about a God, they talk about godliness. They don t bother about prayer. their whole emphasis is on meditation. Meditation has two parts: the beginning and the end. The beginning is called dhyana and the end is called samadhi. Dhyana is the seed, samadhi is the flowering. Dhyana means becoming aware of all workings of your mind, all the layers of your mind - your memories, your desires, your thoughts, dreams - becoming aware of all that goes on inside you.
Dhyana is awareness, and samadhi is when the awareness has become so deep, so profound, so total that it is like a fire and it consumes the whole mind and all its functionings. It consumes thoughts, desires, ambitions, hopes, dreams. It consumes the whole stuff the mind is full of.
Samadhi is the state when awareness is there, but there is nothing to be aware inside you; the witness is there, but there is nothing to be witnessed.
Begin with dhyana, with meditation, and end in samadhi, in ecstasy, and you will know what God is.
It is not a hypothesis, it is an experience. You have to LIVE it - that is the only way to know it.
OSHO ~ I am That, Chpt 2
Sumber: OSHO Indonesia
Prem Sukavi, TUHAN bukan seseorang/satu individu. Hal itu adalah salah satu kesalahpahaman terbesar, dan ia telah berlaku begitu lamanya sehingga ia telah menjadi hampir satu fakta. Bahkan jika satu kebohongan diulang terus-menerus selama berabad-abad pasti tampaknya seolah-olah itu adalah kebenaran.
Tuhan adalah kehadiran, bukan seseorang. Oleh karenanya semua ibadah adalah kebodohan belaka. Ke-penuh-doa-an diperlukan, bukan doa. Tidak ada seorang pun untuk didoakan; tidak ada kemungkinan dialog mana pun antara engkau dan Tuhan. Dialog itu mungkin hanya antara dua orang, dan Tuhan bukanlah seseorang tetapi satu kehadiran - seperti keindahan, seperti sukacita.
Tuhan hanya berarti ketuhanan. Karena fakta inilah Buddha menolak keberadaan Tuhan.
Dia ingin menekankan bahwa Tuhan adalah satu sifat, satu pengalaman - seperti cinta. Engkau tidak bisa berbicara kepada cinta, engkau bisa menjalaninya. Engkau tidak perlu menciptakan kuil cinta, engkau tidak perlu membuat patung cinta, dan membungkuk ke patung-patung itu akan menjadi omong kosong belaka. Dan itulah yang telah terjadi di gereja-gereja, di kuil-kuil, di masjid-masjid.
Manusia telah hidup dengan anggapan ini bahwa Tuhan adalah seseorang, dan kemudian dua malapetaka telah terjadi melaluinya. Salah satunya adalah apa yang disebut orang religius, yang menganggap Tuhan berada di suatu tempat di atas langit dan engkau harus memujinya untuk membujuknya. Untuk memberikan bantuan kepadamu, untuk membantumu memenuhi keinginanmu, untuk membuat ambisi-ambisimu berhasil, untuk memberimu kekayaan dari dunia ini DAN dari dunia akhirat. Dan ini adalah pemborosan waktu dan energi belaka.
Dan di kutub yang berlawanan orang-orang yang melihat kebodohan dari semua itu menjadi atheis; mereka mulai mengingkari keberadaan Tuhan. Mereka benar dalam satu hal, tetapi mereka juga salah. Mereka mulai menyangkal tidak hanya kepribadian dari Tuhan, mereka mulai menyangkal bahkan pengalaman akan Tuhan.
Orang teis (yang percaya Tuhan sebagai individu) salah, orang ateis (yang tidak percaya Tuhan) salah, dan manusia membutuhkan satu pandangan baru sehingga dia bisa dibebaskan dari kedua penjara itu.
Tuhan adalah pengalaman terakhir dari keheningan, dari keindahan, dari kebahagiaan, suatu keadaan dari perayaan batin. Begitu engkau mulai melihat Tuhan sebagai ketuhanan, akan ada perubahan radikal dalam pendekatanmu. Maka doa tidak berlaku lagi; meditasi menjadi benar.
Martin Buber berkata doa adalah dialog; kemudian di antara engkau dan Tuhan ada hubungan "Aku-Engkau" - dualitasnya tetap ada. Buddha berada jauh lebih dekat dengan kebenaran: engkau hanya menjatuhkan semua ocehan dari pikiran, engkau menyelinap keluar dari pikiran seperti ular menyelinap keluar dari kulit lamanya. Engkau menjadi sangat hening. Tidak ada pertanyaan tentang dialog apa pun, tidak ada pertanyaan tentang monolog apa pun juga. Kata-kata telah lenyap dari kesadaranmu. Tidak ada keinginan untuk meminta pertolongan, tidak ada ambisi yang harus dipenuhi.
Orang berada sekarang dan di sini. Dalam ketenangan itu, dalam keteduhan itu, engkau menjadi sadar akan satu sifat bercahaya dari semesta. Lalu pepohonan dan gunung-gunung dan sungai-sungai dan orang-orang semuanya dikelilingi oleh aura yang halus. Mereka semua memancarkan kehidupan, dan itu adalah satu kehidupan dalam berbagai bentuk. Mekarnya satu semesta/ kehidupan dalam jutaan bentuk, dalam jutaan bunga.
Pengalaman INILAH Tuhan. Dan itu adalah hak lahir dari setiap orang, karena entah engkau mengetahuinya atau tidak, engkau sudah menjadi bagian darinya. Satu-satunya kemungkinan adalah engkau mungkin tidak mengenalinya atau engkau mungkin mengenalinya.
Perbedaan antara orang yang tercerahkan dan orang yang tidak tercerahkan itu bukan kualitasnya - keduanya benar-benar mirip. Hanya ada satu perbedaan kecil: bahwa orang yang tercerahkan itu sadar; dia mengenali tersebarnya keseluruhan, merasuknya keseluruhan, bergetar, berdenyut.
Dia mengenali detak jantung alam semesta. Dia menyadari bahwa alam semesta tidak mati, alam semesta itu hidup.
Kegairahan hidup ini adalah Tuhan!
Orang yang tidak tercerahkan itu tertidur, tertidur dan penuh dengan mimpi-mimpi. Mimpi-mimpi itu berfungsi sebagai penghalang; mereka tidak mengizinkannya untuk melihat kebenaran dari kenyataannya sendiri. Dan, tentu saja, ketika engkau bahkan tidak sadar akan kenyataanmu sendiri, bagaimana engkau bisa menjadi sadar akan kenyataan orang lain? Pengalaman pertama harus terjadi di dalam dirimu. Setelah engkau melihat cahaya di dalam dirimu, engkau akan dapat melihatnya di mana-mana.
Tuhan harus dibebaskan dari semua konsep tentang kepribadian (bahwa Tuhan itu satu pribadi/seseorang). Kepribadian adalah penjara. Tuhan harus dibebaskan dari bentuk tertentu mana pun; hanya kemudian dia bisa memiliki semua bentuknya. Dia harus dibebaskan dari nama tertentu apa pun, sehingga semua nama menjadi miliknya.
Kemudian seseorang HIDUP dalam doa - dia tidak berdoa, dia tidak pergi ke kuil, ke gereja.
Di mana pun ia duduk, ia penuh dengan doa, apa pun yang dilakukannya penuh dengan doa, dan dalam ke-penuh-doa-an itu ia menciptakan kuilnya. Dia selalu bergerak dengan kuilnya mengelilinginya. Di mana pun dia duduk, tempat itu menjadi suci, apa pun yang disentuhnya menjadi emas. Jika dia diam maka diamnya adalah emas; jika dia berbicara maka nyanyiannya adalah emas. Jika dia sendirian maka kesendiriannya adalah Ilahi; jika dia berhubungan maka hubungannya adalah Ilahi.
Hal yang mendasar, yang paling diperlukan adalah untuk menjadi sadar akan inti terdalammu sendiri, karena itulah rahasia seluruh semesta. Di situlah di mana Upanishads menjadi sangat penting.
Mereka tidak berbicara tentang Tuhan, mereka berbicara tentang ketuhanan. Mereka tidak peduli tentang doa. Seluruh penekanan mereka adalah pada meditasi.
Meditasi memiliki dua bagian: awal dan akhir. Awalnya disebut dhyana dan akhirnya disebut samadhi. Dhyana adalah benihnya, samadhi adalah mekarnya. Dhyana berarti menjadi sadar akan semua kerja dari pikiranmu, semua lapisan dari pikiranmu – ingatanmu, keinginanmu, pemikiranmu, mimpimu - menjadi sadar akan semua yang berlangsung di dalam dirimu. Dhyana adalah kesadaran, dan samadhi adalah ketika kesadaran telah menjadi begitu dalam, begitu kuat, begitu total sehingga ia menjadi seperti api dan memusnahkan seluruh pikiran dan semua fungsinya. Ia memusnahkan pemikiran-pemikiran, keinginan-keinginan, ambisi-ambisi, harapan-harapan, mimpi-mimpi. Ia memusnahkan semua hal yang memenuhi pikiran.
Samadhi adalah keadaan ketika kesadaran ada di sana, tetapi tidak ada sesuatu pun yang harus disadari di dalam dirimu; penyaksi ada di sana, tetapi tidak ada sesuatu pun yang harus disaksikan.
Mulailah dengan dhyana, dengan meditasi, dan akhirilah dengan samadhi, dalam suka cita, dan engkau akan tahu apa itu Tuhan. Hal ini bukan hipotesis/dugaan, ini adalah satu pengalaman. Engkau harus MENJALANINYA - itulah satu-satunya cara untuk mengetahuinya.
OSHO ~ I am That, Chpt 2
---
OSHO, WHAT IS GOD?
Prem Sukavi,
GOD is not a person. That is one of the greatest misunderstandings, and it has prevailed so long that it has become almost a fact. Even if a lie is repeated continuously for centuries it is bound to appear as if it is a truth.
God is a presence, not a person. Hence all worshipping is sheer stupidity. Prayerfulness is needed, not prayer. There is nobody to pray to; there is no possibility of any dialogue between you and God. Dialogue is possible only between two persons, and God is not a person but a presence - like beauty, like joy. God simply means godliness. It is because of this fact that Buddha denied the existence of God.
He wanted to emphasize that God is a quality, an experience - like love. You cannot talk to love, you can live it. You need not create temples of love, you need not make statues of love, and bowing down to those statues will be just nonsense. And that's what has been happening in the churches, in the temples, in the mosques.
Man has lived under this impression of God as a person, and then two calamities have happened through it. One is the so-called religious man, who thinks God is somewhere above m the sky and you have to praise him. to persuade him to confer favors on you, to help you to fulfill your desires, to make your ambitions succeed, to give you the wealth of this world AND of the other world. And this is sheer wastage of time and energy. And on the opposite pole the people who saw the stupidity of it all became atheists; they started denying the existence of God. They were right in a sense, but they were also wrong. They started denying not only the personality of God, they started to deny even the experience of God.
The theist is wrong, the atheist is wrong, and man needs a new vision so that he can be freed from both the prisons.
God is the ultimate experience of silence, of beauty, of bliss, a state of inner celebration. Once you start looking at God as godliness there will be a radical change in your approach. Then prayer is no more valid; meditation becomes valid.
Martin Buber says prayer is a dialogue; then between you and God there is an "I-thou" relationship - the duality persists. Buddha is far closer to the truth: you simply drop all chattering of the mind, you slip out of the mind like a snake slipping out of the old skin. You become profoundly silent. There is no question of any dialogue, no question of any monologue either. Words have disappeared from your consciousness. There is no desire for which favors have to be asked, no ambition to be fulfilled.
One is now and here. In that tranquility, in that calmness, you become aware of a luminous quality to existence. Then the trees and the mountains and the rivers and the people are all surrounded with a subtle aura. They are all radiating life, and it is one life in different forms. The flowering of one existence in millions of forms, in millions of flowers.
THIS experience is God. And it is everybody's birthright, because whether you know it or not you are already part of it. The only possibility is you may not recognize it or you may recognize it.
The difference between the enlightened person and the unenlightened person is not of quality - they both are absolutely alike. There is only one small difference: that the enlightened person is aware; he recognizes the ultimate pervading the whole, permeating the whole, vibrating, pulsating.
He recognizes the heartbeat of the universe. He recognizes that the universe is not dead, it is alive.
This aliveness is God!
The unenlightened person is asleep, asleep and full of dreams. Those dreams function as a barrier; they don't allow him to see the truth of his own reality. And, of course, when you are not even aware of your own reality, how can you be aware of the reality of others? The first experience has to happen within you. Once you have seen the light within you will be able to see it everywhere.
God has to be freed from all concepts of personality. Personality is a prison. God has to be freed from any particular form; only then he can have all the forms. He has to be freed from any particular name so that all the names become his.
Then a person LIVES in prayer - he does not pray, he does not go to the temple, to the church.
Wherever he sits he is prayerful, whatsoever he is doing is prayerful, and in that prayerfulness he creates his temple. He is always moving with his temple surrounding him. Wherever he sits the place becomes sacred, whatsoever he touches becomes gold. If he is silent then his silence is golden; if he speaks then his song is golden. If he is alone his aloneness is divine; if he relates then his relating is divine.
The basic, the most fundamental thing is to be aware of your own innermost core, because that is the secret of the whole existence. That's where the Upanishads are tremendously important.
They don't talk about a God, they talk about godliness. They don t bother about prayer. their whole emphasis is on meditation. Meditation has two parts: the beginning and the end. The beginning is called dhyana and the end is called samadhi. Dhyana is the seed, samadhi is the flowering. Dhyana means becoming aware of all workings of your mind, all the layers of your mind - your memories, your desires, your thoughts, dreams - becoming aware of all that goes on inside you.
Dhyana is awareness, and samadhi is when the awareness has become so deep, so profound, so total that it is like a fire and it consumes the whole mind and all its functionings. It consumes thoughts, desires, ambitions, hopes, dreams. It consumes the whole stuff the mind is full of.
Samadhi is the state when awareness is there, but there is nothing to be aware inside you; the witness is there, but there is nothing to be witnessed.
Begin with dhyana, with meditation, and end in samadhi, in ecstasy, and you will know what God is.
It is not a hypothesis, it is an experience. You have to LIVE it - that is the only way to know it.
OSHO ~ I am That, Chpt 2
Sumber: OSHO Indonesia
No comments:
Post a Comment