Berangkat dari sebuah pernyataan seorang ilmuwan Perancis Marquis de
Laplace pada awal abad ke-19, bahwa alam semesta bersifat deterministik.
Laplace menyarankan seharusnya ada seperangkat hukum-hukum ilmiah yang
akan terjadi dalam alam semesta, dengan cukup mengetahui keadaan lengkap
alam semesta pada satu waktu. Bahkan ia mengandaikan adanya hukum-hukum
serupa yang mengatur semua hal lain, termasuk tabiat manusia.
Hal ini mendorong seorang ilmuwan Jerman Werner Heisenberg untuk merumuskan asas ketidakpastiannya (1926 M) yang mempunyai implikasi yang sangat signifikan terhadap cara manusia memandang dunia.
Sebelum itu, seorang ilmuwan Jerman lain, Max Planck (1858-1947 M), mengemukakan Teori Kuantum (1900) yang menjelaskan laju pemancaran radiasi dari dalam benda panas dengan sangat memuaskan. Max Planck mengemukakan, bahwa cahaya, sinar-X dan gelombang-gelombang lain tidak dapat dipancarkan dengan laju sewenang-wenang (arbitrer), melainkan hanya dalam paket-paket tertentu yang disebutnya kuantum (jamak: kuanta). Lebih dari itu, tiap kuantum mempunyai kuantitas energi tertentu, yang makin besar dengan makin tingginya frekuensi, sehingga pada frekuensi yang cukup tinggi pemancaran sebuah kuantum tunggal menuntut energi yang lebih besar daripada yang tersedia. Jadi radiasi pada frekuensi tinggi akan dikurangi dan laju hilangnya energi benda itu akan terhingga.
Teori kuantum inilah yang kemudian berimplikasi pada lahirnya asas ketidakpastian Heisenberg. Menurut Heisenberg, untuk memprediksikan posisi dan kecepatan sebuah partikel di masa depan, orang harus mampu mengukur posisi dan kecepatannya di masa kini dengan tepat. Cara yang jelas adalah dengan menyinari partikel itu. Beberapa gelombang cahaya akan dihamburkan oleh partikel itu dan hamburannya ini akan menyatakan posisinya. Namun posisi suatu partikel tidak akan mampu ditetapkan dengan lebih tepat daripada jarak antara puncak gelombang cahaya. Jadi diperlukan cahaya dengan gelombang pendek agar lebih cermat dalam mengukur posisi partikel tersebut. Menurut hipotesis kuantum Planck, cahaya tidak dapat digunakan dengan kuantitas sewenang-wenang kecilnya; cahaya bisa digunakan dalam sekurang-kurangnya satu kuantum. Kuantum ini akan mengganggu partikel itu dan mengubah kecepatannya sehingga kecepatannya itu tidak bisa diprediksikan. Lebih dari itu makin tepat posisi suatu partikel diukur, makin pendek gelombang cahaya yang diperlukan. Hal ini akan mengakibatkan makin tinggi energi suatu kuantum tunggal, sehingga makin parah kecepatan partikel itu terganggu. Dengan kata lain, makin tepat posisi partikel itu diukur, maka makin kurang tepat pula untuk mengukur kecepatannya, demikian juga sebaliknya.
Heisenberg menunjukkan bahwa ketidakpastian posisi partikel kali ketidakpastian kecepatan kali massa partikel tidak pernah dapat lebih kecil daripada suatu kuantitas tertentu, yang disebut tetapan planck. Lagi pula batas ini tidak bergantung pada cara pengukuran posisi atau kecepatan partikel, atau pada tipe partikel: asas ketidakpastian Heisenberg adalah sifat mendasar yang tidak dapat dihindari dari dunia ini.
Asas ketidakpastian mengisyaratkan berakhirnya impian Laplace akan suatu teori sains, suatu model alam semesta yang sama sekali bersifat deterministik: pasti orang tidak dapat meramalkan masa depan peristiwa-peristiwa dengan eksak jika orang bahkan tidak dapat mengukur keadaan masa kini alam semesta dengan cermat. Hingga kemudian pada dasa warsa 1920-an Heisenberg, Erwin Schrödinger, dan Paul Dirac, mereka merumuskan kembali mekanika kuantum, yang didasarkan pada asas ketidakpastian. Dalam teori ini, partikel tidak lagi mempunyai posisi dan kecepatan yang terumus dengan baik dan terpisah, yang tidak dapat diamati. Sebagai gantinya, partikel itu mempunyai keadaan kuantum yang merupakan gabungan dari posisi dan kecepatan.
Pada umumnya mekanika kuantum tidak memprediksikan suatu hasil tunggal yang terpastikan untuk suatu pengamatan. Sebagai gantinya, mekanika kuantum memprediksikan sejumlah hasil yang berlainan yang mungkin dan mengatakan bagaimana peluang hasil ini benar-benar didapatkan. Dengan kata lain, jika orang melakukan pengukuran yang sama terhadap sejumlah besar sistem yang serupa, yang masing-masing berawal dengan cara yang sama, ia akan mendapatkan hasil pengukuran sebesar A dalam sejumlah kasus, B dalam sejumlah kasus lain, dan seterusnya. Orang dapat memprediksikan kira-kira berapa kali hasil itu akan A atau B, namun ia tidak dapat memprediksikan hasil khas dari suatu pengukuran. Oleh karena itu, mekanika kuantum mengemukakan suatu unsur ketidakpastian atau keacakan yang tidak dapat dihindari ke dalam sains. Teori ini mengalami kesuksesan yang luar biasa. Ia mendasari hampir semua sains dan teknologi modern. Hanya gravitas dan struktur skala besar alam semesta yang merupakan daerah-daerah sains fisika yang belum dimasuki mekanika kuantum.
Sumber: Dunia Kita
Hal ini mendorong seorang ilmuwan Jerman Werner Heisenberg untuk merumuskan asas ketidakpastiannya (1926 M) yang mempunyai implikasi yang sangat signifikan terhadap cara manusia memandang dunia.
Sebelum itu, seorang ilmuwan Jerman lain, Max Planck (1858-1947 M), mengemukakan Teori Kuantum (1900) yang menjelaskan laju pemancaran radiasi dari dalam benda panas dengan sangat memuaskan. Max Planck mengemukakan, bahwa cahaya, sinar-X dan gelombang-gelombang lain tidak dapat dipancarkan dengan laju sewenang-wenang (arbitrer), melainkan hanya dalam paket-paket tertentu yang disebutnya kuantum (jamak: kuanta). Lebih dari itu, tiap kuantum mempunyai kuantitas energi tertentu, yang makin besar dengan makin tingginya frekuensi, sehingga pada frekuensi yang cukup tinggi pemancaran sebuah kuantum tunggal menuntut energi yang lebih besar daripada yang tersedia. Jadi radiasi pada frekuensi tinggi akan dikurangi dan laju hilangnya energi benda itu akan terhingga.
Teori kuantum inilah yang kemudian berimplikasi pada lahirnya asas ketidakpastian Heisenberg. Menurut Heisenberg, untuk memprediksikan posisi dan kecepatan sebuah partikel di masa depan, orang harus mampu mengukur posisi dan kecepatannya di masa kini dengan tepat. Cara yang jelas adalah dengan menyinari partikel itu. Beberapa gelombang cahaya akan dihamburkan oleh partikel itu dan hamburannya ini akan menyatakan posisinya. Namun posisi suatu partikel tidak akan mampu ditetapkan dengan lebih tepat daripada jarak antara puncak gelombang cahaya. Jadi diperlukan cahaya dengan gelombang pendek agar lebih cermat dalam mengukur posisi partikel tersebut. Menurut hipotesis kuantum Planck, cahaya tidak dapat digunakan dengan kuantitas sewenang-wenang kecilnya; cahaya bisa digunakan dalam sekurang-kurangnya satu kuantum. Kuantum ini akan mengganggu partikel itu dan mengubah kecepatannya sehingga kecepatannya itu tidak bisa diprediksikan. Lebih dari itu makin tepat posisi suatu partikel diukur, makin pendek gelombang cahaya yang diperlukan. Hal ini akan mengakibatkan makin tinggi energi suatu kuantum tunggal, sehingga makin parah kecepatan partikel itu terganggu. Dengan kata lain, makin tepat posisi partikel itu diukur, maka makin kurang tepat pula untuk mengukur kecepatannya, demikian juga sebaliknya.
Heisenberg menunjukkan bahwa ketidakpastian posisi partikel kali ketidakpastian kecepatan kali massa partikel tidak pernah dapat lebih kecil daripada suatu kuantitas tertentu, yang disebut tetapan planck. Lagi pula batas ini tidak bergantung pada cara pengukuran posisi atau kecepatan partikel, atau pada tipe partikel: asas ketidakpastian Heisenberg adalah sifat mendasar yang tidak dapat dihindari dari dunia ini.
Asas ketidakpastian mengisyaratkan berakhirnya impian Laplace akan suatu teori sains, suatu model alam semesta yang sama sekali bersifat deterministik: pasti orang tidak dapat meramalkan masa depan peristiwa-peristiwa dengan eksak jika orang bahkan tidak dapat mengukur keadaan masa kini alam semesta dengan cermat. Hingga kemudian pada dasa warsa 1920-an Heisenberg, Erwin Schrödinger, dan Paul Dirac, mereka merumuskan kembali mekanika kuantum, yang didasarkan pada asas ketidakpastian. Dalam teori ini, partikel tidak lagi mempunyai posisi dan kecepatan yang terumus dengan baik dan terpisah, yang tidak dapat diamati. Sebagai gantinya, partikel itu mempunyai keadaan kuantum yang merupakan gabungan dari posisi dan kecepatan.
Pada umumnya mekanika kuantum tidak memprediksikan suatu hasil tunggal yang terpastikan untuk suatu pengamatan. Sebagai gantinya, mekanika kuantum memprediksikan sejumlah hasil yang berlainan yang mungkin dan mengatakan bagaimana peluang hasil ini benar-benar didapatkan. Dengan kata lain, jika orang melakukan pengukuran yang sama terhadap sejumlah besar sistem yang serupa, yang masing-masing berawal dengan cara yang sama, ia akan mendapatkan hasil pengukuran sebesar A dalam sejumlah kasus, B dalam sejumlah kasus lain, dan seterusnya. Orang dapat memprediksikan kira-kira berapa kali hasil itu akan A atau B, namun ia tidak dapat memprediksikan hasil khas dari suatu pengukuran. Oleh karena itu, mekanika kuantum mengemukakan suatu unsur ketidakpastian atau keacakan yang tidak dapat dihindari ke dalam sains. Teori ini mengalami kesuksesan yang luar biasa. Ia mendasari hampir semua sains dan teknologi modern. Hanya gravitas dan struktur skala besar alam semesta yang merupakan daerah-daerah sains fisika yang belum dimasuki mekanika kuantum.
Sumber: Dunia Kita
No comments:
Post a Comment