Pada zaman klasik, Aristoteles meyakini bahwa keadaan alami suatu
benda adalah rihat (diam). Suatu benda bergerak hanya apabila didorong
oleh suatu forsa (gaya) atau impuls (dorongan). Aristoteles pun meyakini
bahwa sebuah benda berat akan jatuh lebih cepat daripada benda yang
lebih ringan, karena tarikan ke arah bumi lebih besar. Semua hukum ini
diyakini kebenarannya tanpa perlu sebuah pengecekan melalui pengamatan.
Semuanya dihasilkan hanya dengan pemikiran murni semata. Berbeda ketika
revolusi ilmiah terjadi, dimana sebuah hukum dapat dinyatakan benar
apabila telah didukung dengan hasil pengamatan secara langsung.
Dewasa ini gagasan kita mengenai gerak suatu benda berasal sari Galileo dan Newton. Galileo dalam sebuah percobaannya: menggelindingkan bola-bola yang memiliki bobot berlainan pada sepanjang lereng yang rata. Peristiwa ini serupa dengan jatuhnya benda berat secara vertikal, namun lebih mudah diamati karena kecepatannya lebih rendah. Percobaan ini menunjukkan bahwa tiap bola bertambah kecepatannya dengan laju yang sama, baik bola yang berat ataupun yang lebih ringan. Tentu saja sebuah batu akan jatuh bebas lebih cepat dari bulu, hal ini karena bulu diperlambat oleh gesekan udara. Akan tetapi jika kita menjatuhkan dua batu yang berbeda beratnya―benda yang resistans udaranya tidak besar―mereka akan jatuh dengan laju yang sama. Hukum ini kemudian dikenal sebagai teori Ekuivalensi, yaitu bahwa percepatan (akselerasi) menciptakan gaya (force) dan bahwa massa suatu benda, yang diukur dengan berat benda tersebut di bumi, harus sama dengan massa yang diperoleh dari peristiwa tumbukan benda itu dengan benda-benda lain di manapun di alam semesta, atau manakala ia mengalami percepatan oleh suatu gaya.
Hasil percobaan Galileo menjadi pijakan bagi lahirnya hukum gaya berat (gravitasi) Newton. Pada tahun 1687 Isaac Newton menerbitkan bukunya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, sebuah karya tunggal paling penting yang pernah diterbitkan dalam sains fisika. Dalam buku itu Newton mengemukakan hukum gaya gravitasi semesta. Hukum ini menyatakan bahwa “dua benda yang terpisah oleh jarak tertentu cenderung tarik menarik dengan gaya (kekuatan) alamiah yang sebanding dengan massa (ukuran jumlah zat atau berat) masing-masing benda dan juga berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya”
Hukum kedua Newton adalah hukum gerak dalam mekanika. Hukum ini pada dasarnya menyatakan hubungan antara gaya dan gerak yang menempatkan keduanya sebagai suatu hubungan sebab akibat. Di sini gaya dikaitkan dengan kekuatan mendorong atau menarik yang berperan sebagai ‘penyebab’ perubahan gerak sebuah benda. Atau lebih terinci lagi, gaya adalah penyebab perubahan besar kecepatan (laju) dan arah gerak (arah kecepatan) benda. Hukum Newton kedua ini menyatakan bahwa “besarnya perubahan gerak benda, yang secara pengukuran disebut ‘percepatan’ berbanding terbalik dengan massa benda itu dan berbanding lurus dengan gaya penyebabnya”.
Jadi secara fisika hukum ini menyatakan bahwa benda yang massanya lebih besar (atau lebih berat) enggan sekali mengubah keadaan geraknya semula, sedangkan yang jauh lebih kecil massanya memperlihatkan prilaku yang lebih luwes. Dengan demikian benda yang massanya besar sekali, bila semula berada dalam keadaan diam, cenderung untuk tetap berada dalam keadaan diam.
Dengan kedua teori di atas maka menjadi jelas mengapa semua benda di atas bumi ini tertarik ke bumi (teori gravitas Newton) dan mengapa jatuhnya harus ke permukaan bumi (hukum gerak Newton). Dan berdasarkan dua teori ini pula Newton berhasil meramalkan garis edar bumi, bulan dan planet dengan ketepatan yang tinggi berdasar pada hukum gravitasnya serta berpijak pada tiga hukum kepler mengenai orbit planet, yang diumumkan antara tahun 1609 dan 1619 M, meski belum sempurna.
Mengenai waktu, Newton masih memiliki keyakinan yang sama dengan Aristoteles bahwa waktu itu mutlak. Sehingga ketika teori perambatan cahaya yang dikemukakan oleh fisikawan Inggris James Clerk Maxwell, yang meramalkan bahwa gelombang radio dan cahaya haruslah merambat pada suatu kecepatan tetap tertentu (sedangkan teori Newton telah membuang semua gagasan tentang keadaan rihat), maka orang harus bertanya, relatif terhadap apakah kecepatan cahaya ini diukur? Oleh karena itu maka disarankan akan adanya ‘eter’ yang ada di mana-mana, bahkan dalam ruang kosong sekalipun. Gelombang cahaya harus bergerak melewati eter itu seperti gelombang suara melalui udara, dan kecepatannya haruslah relatif terhadap eter. Jika demikian, maka dapat diramalkan bahwa ketika bumi sedang bergerak melalui eter sepanjang garis edarnya mengitari matahari, kecepatan cahaya yang diukur dalam arah gerakan bumi lewat eter (ketika bergerak ke arah sumber cahaya) haruslah lebih tinggi daripada kecepatan cahaya dengan gerakan tegak lurus. Namun dalam sebuah penelitian pada tahun 1887, yang dilakukan dengan sangat seksama oleh Albert Michelson dan Edward Morley pada Case School of Applied Science di Cleveland, ketika mereka membandingkan kecepatan cahaya dalam arah gerakan bumi dengan kecepatan cahaya dalam arah tegak lurus gerakan bumi, mereka sangat terkejut ketika menjumpai bahwa besarnya sama.
Seorang fisikawan dari Belanda, Hendrik Lorentz, melakukan penelitian lanjutan. Memang beberapa tahun setelah eksprimen Michelson-Morley (antara tahun 1887 M dan 1905 M), ada beberapa usaha yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk menjelaskan hasil eksprimen itu. Hingga pada penemuan besar Albert Einstein yang ia tulis dalam sebuah makalah termasyhur pada tahun 1905 M. Einstein mengemukakan bahwa seluruh gagasan eter itu tidak perlu, asal orang bersedia meninggalkan gagasan bahwa waktu itu mutlak.
Teori Relativitas Khusus, demikian nama teori Einstein ini. Teori ini berdasarkan pada dua asas, yaitu: pertama, semua hukum fisika (sains) harus tetap terhadap pengamat lembam, yakni yang diam atau bergerak dengan kecepatan tetap. Kedua, kecepatan rambat cahaya dalam ruang hampa nilainya selalu tetap sekitar 300.000 kilometer per detik dan tak bergantung pada gerak sumber pemancar cahaya itu maupun gerak si pengamat. Asas kedua di atas menghapus seluruh gagasan bahwa waktu itu mutlak. Akan tetapi, waktu, menurut Einstein adalah sebuah besaran relatif, artinya tidak bergantung pada keadaan gerak pengamat. Juga yang tak kalah terkenalnya adalah persamaan Einstein: E=mc2 (dengan E energi, m massa dan c laju rambat cahaya), serta hukum yang mengatakan bahwa tidak ada benda yang dapat melaju melebihi kecepatan cahaya, karena kesetaraan energi dan massa dimana energi yang dimiliki suatu objek akan menambah massanya yang disebabkan oleh gerakannya.
Teori relativitas khusus Einstein sangat berhasil dalam menjelaskan bahwa kecepatan cahaya tampak sama bagi semua pengamat, seperti yang ditunjukkan dalam eksperimen Michelson-Morley serta dalam menjelaskan apa yang terjadi bila benda bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya. Akan tetapi teori ini tidak konsisten dengan teori gravitasi Newton, yang mengatakan bahwa benda-benda saling bertarikan dengan forsa yang bergantung pada jarak antara benda-benda itu. Ini berarti bila orang menggerakkan salah satu benda itu, forsa pada benda yang lain akan berubah dalam sekejap. Atau dengan kata lain, efek gravitasi haruslah merambat dengan kecepatan tak tehingga, bukannya dangan kecepatan cahaya atau lebih rendah, seperti diisyaratkan oleh teori relativitas khusus. Dengan melihat permasalahan ini, dan berkat usaha kerasnya, akhirnya pada tahun 1915 Einstein mengemukakan gagasannya yang kemudian dikenal sebagai Teori Relativitas Umum.
Dalam teori barunya, Einstein mengemukakan sebuah gagasan yang revolusioner. Ia mengatakan: “hadirnya medan gaya berat di alam ini sebagai akibat melengkungnya ruang-waktu”. Menurut Einstein, gravitas bukanlah forsa seperti forsa-forsa yang lain, melainkan suatu akibat dari fakta bahwa ruang-waktu tidak datar atau melengkung oleh penyebaran massa dan energi di dalamnya. Hal ini kemudian berlaku juga pada garis edar bumi dan planet-planet dalam mengitari matahari.
Berbeda dari teori gaya berat Newton yang meramalkan bahwa garis edar planet di bawah pengaruh gaya berat matahari sehingga berbentuk elips sempurna, teori relativitas umum Einstein memprediksikan bahwa garis edar planet-planet berbentuk elips bergeser disebabkan oleh melengkungnya ruang-waktu di sekitar matahari. Artinya, benda seperti bumi dan planet-planet tidak dipaksa bergerak menurut garis edar yang melengkung oleh suatu forsa yang disebut gravitas; melainkan benda-benda itu mengikuti sesuatu yang paling mendekati suatu lintasan lurus dalam ruang yang melengkung. Lintasan lurus itu disebut geodesik. Suatu geodesik adalah jalan terpendek (atau terpanjang) antara dua titik yang berdekatan.
Khusus bagi planet Merkurius, teori relativitas umum Einstein memprediksikan sudut geser sebesar 43,03 detik busur tiap satu abad. Dengan demikian, teori relativitas umum Einstein berhasil memecahkan teka teki yang membingungkan para ilmuwan astronomi selama kurang lebih 66 tahun dalam usaha mereka untuk memahami ketidakcocokan hasil pengamatan mereka terhadap teori gaya berat Newton.
Hukum-hukum gerak Newton mengakhiri gagasan posisi mutlak dalam ruang. Teori relativitas Einstein membuang gagasan waktu mutlak. Sekarang ruang dan waktu merupakan kuantitas-kuantitas dinamis: bila suatu benda bergerak, atau suatu forsa bekerja, kelengkungan ruang dan waktu akan dipengaruhi dan selanjutnya struktur ruang-waktu itu mempengaruhi cara benda itu bergerak dan forsa bekerja. Ruang dan waktu tidak hanya mempengaruhi, tetapi juga dipengaruhi oleh semua yang terjadi dalam alam semesta ini. Ruang dan waktu adalah hal yang harus selalu diperhitungkan dalam peristiwa apapun dalam alam semesta ini.
SUMBER: Dunia Kita
Dewasa ini gagasan kita mengenai gerak suatu benda berasal sari Galileo dan Newton. Galileo dalam sebuah percobaannya: menggelindingkan bola-bola yang memiliki bobot berlainan pada sepanjang lereng yang rata. Peristiwa ini serupa dengan jatuhnya benda berat secara vertikal, namun lebih mudah diamati karena kecepatannya lebih rendah. Percobaan ini menunjukkan bahwa tiap bola bertambah kecepatannya dengan laju yang sama, baik bola yang berat ataupun yang lebih ringan. Tentu saja sebuah batu akan jatuh bebas lebih cepat dari bulu, hal ini karena bulu diperlambat oleh gesekan udara. Akan tetapi jika kita menjatuhkan dua batu yang berbeda beratnya―benda yang resistans udaranya tidak besar―mereka akan jatuh dengan laju yang sama. Hukum ini kemudian dikenal sebagai teori Ekuivalensi, yaitu bahwa percepatan (akselerasi) menciptakan gaya (force) dan bahwa massa suatu benda, yang diukur dengan berat benda tersebut di bumi, harus sama dengan massa yang diperoleh dari peristiwa tumbukan benda itu dengan benda-benda lain di manapun di alam semesta, atau manakala ia mengalami percepatan oleh suatu gaya.
Hasil percobaan Galileo menjadi pijakan bagi lahirnya hukum gaya berat (gravitasi) Newton. Pada tahun 1687 Isaac Newton menerbitkan bukunya yang berjudul Philosophiae Naturalis Principia Mathematica, sebuah karya tunggal paling penting yang pernah diterbitkan dalam sains fisika. Dalam buku itu Newton mengemukakan hukum gaya gravitasi semesta. Hukum ini menyatakan bahwa “dua benda yang terpisah oleh jarak tertentu cenderung tarik menarik dengan gaya (kekuatan) alamiah yang sebanding dengan massa (ukuran jumlah zat atau berat) masing-masing benda dan juga berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara keduanya”
Hukum kedua Newton adalah hukum gerak dalam mekanika. Hukum ini pada dasarnya menyatakan hubungan antara gaya dan gerak yang menempatkan keduanya sebagai suatu hubungan sebab akibat. Di sini gaya dikaitkan dengan kekuatan mendorong atau menarik yang berperan sebagai ‘penyebab’ perubahan gerak sebuah benda. Atau lebih terinci lagi, gaya adalah penyebab perubahan besar kecepatan (laju) dan arah gerak (arah kecepatan) benda. Hukum Newton kedua ini menyatakan bahwa “besarnya perubahan gerak benda, yang secara pengukuran disebut ‘percepatan’ berbanding terbalik dengan massa benda itu dan berbanding lurus dengan gaya penyebabnya”.
Jadi secara fisika hukum ini menyatakan bahwa benda yang massanya lebih besar (atau lebih berat) enggan sekali mengubah keadaan geraknya semula, sedangkan yang jauh lebih kecil massanya memperlihatkan prilaku yang lebih luwes. Dengan demikian benda yang massanya besar sekali, bila semula berada dalam keadaan diam, cenderung untuk tetap berada dalam keadaan diam.
Dengan kedua teori di atas maka menjadi jelas mengapa semua benda di atas bumi ini tertarik ke bumi (teori gravitas Newton) dan mengapa jatuhnya harus ke permukaan bumi (hukum gerak Newton). Dan berdasarkan dua teori ini pula Newton berhasil meramalkan garis edar bumi, bulan dan planet dengan ketepatan yang tinggi berdasar pada hukum gravitasnya serta berpijak pada tiga hukum kepler mengenai orbit planet, yang diumumkan antara tahun 1609 dan 1619 M, meski belum sempurna.
Mengenai waktu, Newton masih memiliki keyakinan yang sama dengan Aristoteles bahwa waktu itu mutlak. Sehingga ketika teori perambatan cahaya yang dikemukakan oleh fisikawan Inggris James Clerk Maxwell, yang meramalkan bahwa gelombang radio dan cahaya haruslah merambat pada suatu kecepatan tetap tertentu (sedangkan teori Newton telah membuang semua gagasan tentang keadaan rihat), maka orang harus bertanya, relatif terhadap apakah kecepatan cahaya ini diukur? Oleh karena itu maka disarankan akan adanya ‘eter’ yang ada di mana-mana, bahkan dalam ruang kosong sekalipun. Gelombang cahaya harus bergerak melewati eter itu seperti gelombang suara melalui udara, dan kecepatannya haruslah relatif terhadap eter. Jika demikian, maka dapat diramalkan bahwa ketika bumi sedang bergerak melalui eter sepanjang garis edarnya mengitari matahari, kecepatan cahaya yang diukur dalam arah gerakan bumi lewat eter (ketika bergerak ke arah sumber cahaya) haruslah lebih tinggi daripada kecepatan cahaya dengan gerakan tegak lurus. Namun dalam sebuah penelitian pada tahun 1887, yang dilakukan dengan sangat seksama oleh Albert Michelson dan Edward Morley pada Case School of Applied Science di Cleveland, ketika mereka membandingkan kecepatan cahaya dalam arah gerakan bumi dengan kecepatan cahaya dalam arah tegak lurus gerakan bumi, mereka sangat terkejut ketika menjumpai bahwa besarnya sama.
Seorang fisikawan dari Belanda, Hendrik Lorentz, melakukan penelitian lanjutan. Memang beberapa tahun setelah eksprimen Michelson-Morley (antara tahun 1887 M dan 1905 M), ada beberapa usaha yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk menjelaskan hasil eksprimen itu. Hingga pada penemuan besar Albert Einstein yang ia tulis dalam sebuah makalah termasyhur pada tahun 1905 M. Einstein mengemukakan bahwa seluruh gagasan eter itu tidak perlu, asal orang bersedia meninggalkan gagasan bahwa waktu itu mutlak.
Teori Relativitas Khusus, demikian nama teori Einstein ini. Teori ini berdasarkan pada dua asas, yaitu: pertama, semua hukum fisika (sains) harus tetap terhadap pengamat lembam, yakni yang diam atau bergerak dengan kecepatan tetap. Kedua, kecepatan rambat cahaya dalam ruang hampa nilainya selalu tetap sekitar 300.000 kilometer per detik dan tak bergantung pada gerak sumber pemancar cahaya itu maupun gerak si pengamat. Asas kedua di atas menghapus seluruh gagasan bahwa waktu itu mutlak. Akan tetapi, waktu, menurut Einstein adalah sebuah besaran relatif, artinya tidak bergantung pada keadaan gerak pengamat. Juga yang tak kalah terkenalnya adalah persamaan Einstein: E=mc2 (dengan E energi, m massa dan c laju rambat cahaya), serta hukum yang mengatakan bahwa tidak ada benda yang dapat melaju melebihi kecepatan cahaya, karena kesetaraan energi dan massa dimana energi yang dimiliki suatu objek akan menambah massanya yang disebabkan oleh gerakannya.
Teori relativitas khusus Einstein sangat berhasil dalam menjelaskan bahwa kecepatan cahaya tampak sama bagi semua pengamat, seperti yang ditunjukkan dalam eksperimen Michelson-Morley serta dalam menjelaskan apa yang terjadi bila benda bergerak dengan kecepatan mendekati cahaya. Akan tetapi teori ini tidak konsisten dengan teori gravitasi Newton, yang mengatakan bahwa benda-benda saling bertarikan dengan forsa yang bergantung pada jarak antara benda-benda itu. Ini berarti bila orang menggerakkan salah satu benda itu, forsa pada benda yang lain akan berubah dalam sekejap. Atau dengan kata lain, efek gravitasi haruslah merambat dengan kecepatan tak tehingga, bukannya dangan kecepatan cahaya atau lebih rendah, seperti diisyaratkan oleh teori relativitas khusus. Dengan melihat permasalahan ini, dan berkat usaha kerasnya, akhirnya pada tahun 1915 Einstein mengemukakan gagasannya yang kemudian dikenal sebagai Teori Relativitas Umum.
Dalam teori barunya, Einstein mengemukakan sebuah gagasan yang revolusioner. Ia mengatakan: “hadirnya medan gaya berat di alam ini sebagai akibat melengkungnya ruang-waktu”. Menurut Einstein, gravitas bukanlah forsa seperti forsa-forsa yang lain, melainkan suatu akibat dari fakta bahwa ruang-waktu tidak datar atau melengkung oleh penyebaran massa dan energi di dalamnya. Hal ini kemudian berlaku juga pada garis edar bumi dan planet-planet dalam mengitari matahari.
Berbeda dari teori gaya berat Newton yang meramalkan bahwa garis edar planet di bawah pengaruh gaya berat matahari sehingga berbentuk elips sempurna, teori relativitas umum Einstein memprediksikan bahwa garis edar planet-planet berbentuk elips bergeser disebabkan oleh melengkungnya ruang-waktu di sekitar matahari. Artinya, benda seperti bumi dan planet-planet tidak dipaksa bergerak menurut garis edar yang melengkung oleh suatu forsa yang disebut gravitas; melainkan benda-benda itu mengikuti sesuatu yang paling mendekati suatu lintasan lurus dalam ruang yang melengkung. Lintasan lurus itu disebut geodesik. Suatu geodesik adalah jalan terpendek (atau terpanjang) antara dua titik yang berdekatan.
Khusus bagi planet Merkurius, teori relativitas umum Einstein memprediksikan sudut geser sebesar 43,03 detik busur tiap satu abad. Dengan demikian, teori relativitas umum Einstein berhasil memecahkan teka teki yang membingungkan para ilmuwan astronomi selama kurang lebih 66 tahun dalam usaha mereka untuk memahami ketidakcocokan hasil pengamatan mereka terhadap teori gaya berat Newton.
Hukum-hukum gerak Newton mengakhiri gagasan posisi mutlak dalam ruang. Teori relativitas Einstein membuang gagasan waktu mutlak. Sekarang ruang dan waktu merupakan kuantitas-kuantitas dinamis: bila suatu benda bergerak, atau suatu forsa bekerja, kelengkungan ruang dan waktu akan dipengaruhi dan selanjutnya struktur ruang-waktu itu mempengaruhi cara benda itu bergerak dan forsa bekerja. Ruang dan waktu tidak hanya mempengaruhi, tetapi juga dipengaruhi oleh semua yang terjadi dalam alam semesta ini. Ruang dan waktu adalah hal yang harus selalu diperhitungkan dalam peristiwa apapun dalam alam semesta ini.
SUMBER: Dunia Kita
No comments:
Post a Comment