Thursday, October 11, 2012

Tidak ada Waktu Kecuali Waktu ini


Tidak ada waktu kecuali waktu ini. Tidak ada moment kecuali momen ini. Hanya ada “sekarang”. Waktu yang kita sadari ada sebenarnya adalah khayalan dan imajinasi kita, kontruksi dalam pikiran kita, yang dalam realitas tertinggi sebenarnya tidak ada. Segala yang pernah terjadi, sedang terjadi, dan yang akan terjadi, semua terjadi saat ini juga.

Waktu bukanlah sesuatu yang berkelanjutan, itu hanyalah unsur relativitas yang hadir secara vertikal, bukan horizontal. Jadi bukan batas waktu yang terentang dari  beberapa titik batas hingga beberapa titik batas di alam semesta ini, melainkan sesuatu yang “atas dan bawah”. Kita bisa membayangkan sebuah gelendong yang mewakili saat abadi dari sekarang, dimana setiap lembaran kertas berada satu diatas yang lainnya. Inilah unsur unsur waktu. Setiap unsur terpisah dan berjarak, namun masing masing berada serempak bersama yang lain. Semua kertas itu serempak berada pada gelendong tadi. Sebanyak yang akan ada, sebanyak yang pernah ada.

Kitalah yang sebenarnya bergerak, bukan waktu. Waktu tidak punya gerakan, yang ada adalah sebuah momentum. Ilmu pengetahuan telah membuktikan hal ini secara matematis. Jika kita bergerak cukup jauh dan cukup cepat, kita akan tertarik kembali ke Bumi dan mengawasi diri kita sendiri sedang tinggal landas. Ini memperlihatkan bahwa waktu bukan gerakan, namun kutub yang melaluinya kita bergerak. Suatu saat kita akan menyadari bahwa Bumi tidak hanya berputar, tapi juga terbang. Kita akan melihat bahwa bumi bergerak melalui ruang angkasa mengelilingi matahari.

Jadi kita lihat bukanlah waktu yang melewati , namun benda bendalah yang melewatinya dan bergerak di dalamnya, medan statis yang kita sebut ruang. Waktu adalah cara kita menghitung gerakan gerakan itu. Para ilmuwan memahami hubungan ini dan karenanya sering mengkaitkannya dengan kesinambungan ruang-waktu.

Einstein dan rekan2nya menyadari bahwa waktu adalah kontruksi mental, sebuah konsep relasional. “Waktu” adalah apa yang relatif terhadap ruang diantara benda, jadi seandainya alam semesta ini melebar, maka bumi membutuhkan waktu yang “lebih lama”  untuk berputar mengelilingi matahari, karena lebih banyak ruang yang ditempuhnya.

Einstein juga berteori bahwa seandainya bukan “waktu” yang bergerak, melainkan dirinyalah yang sedang bergerak melewati ruang pada tingkat tertentu, maka ia cuma tinggal mengubah jumlah ruang diantara benda, atau mengubah tingkat kecepatan yang dengannya ia bergerak melewati ruang dari benda yang satu ke benda yang lain, untuk mengubah waktu. Teori umum relatifitas ini meluaskan pemahaman abad modern tentang adanya korelasi ruang dan waktu.

Kita selalu  berada di tempat kesinambungan ruang-waktu dimana kita secara sadar tidak menyadari peristiwa itu. Kita tidak tahu itu telah terjadi dan kita tidak ingat masa depan kita. Inilah sifat alpa yang merupakan rahasia waktu, dan justru inilah yang membuatnya mungkin bagi kita untuk “memainkan” permainan kehidupan yang besar ini.

Manusia adalah makhluk ilahi, yang sanggup memiliki lebih dari satu pengalaman pada “waktu” yang sama, dan mampu membagi diri kedalam diri yang berbeda selagi kita memilihnya. Kita dapat menjalani kehidupan yang sama berkali kali, dalam cara  yang berbeda beda. Dan kita juga bisa menjalani kehidupan pada “waktu” yang berbeda pada kesinambungan itu. Jadi selagi kita menjadi dirikita, disini, pada saat ini, kita juga bisa, pernah menjadia beberapa diri kita yang lain dalam “waktu-waktu” dan “tempat-tempat” yang lain(Paralell Universe).

Manusia adalah suatu makhluk proporsi ilahi yang tidak terbatas. Sebagian diri kita memilih mengenal diri kita sendiri sebagaimana identitas yang kita alami saat ini. Namun sama sekali bukan batasan dari jati diri kita, walaupun kita mengiranya demikian.

Kita sedang menggunakan semua kehidupan, seluruhnya dari begitu banyak kehidupan, untuk menjadi dan memutuskan siapa diri kita yang sesungguhnya, untuk memilih sekaligus menciptakan siapa dirikita sesungguhnya, untuk mengalami dan memenuhi gagasan yang sekarang tentang diri kita.

Kita telah menarik orang, peristiwa dan situasi kehidupan kepada kita sebagai sarana yang dengannya kita membentuk versi teragung dan visi terbesar yang pernah kita miliki tentang diri kita. Proses penciptaan ini berlanjut dan berlanjut terus, tak pernah berkesudahan, dan berlapis lapis. Semuanya itu sedang terjadi “sekarang juga”  dan pada banyak tahap.

Dalam realitas yang linear itu kita hanya melihat pengalaman sebagai masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Kita membayangkan bahwa kita hanya memiliki satu kehidupan, atau boleh jadi banyak kehidupan, namun pastilah hanya satu  saja pada satu saat. Tapi bagaimana seandainya “waktu” itu tidak ada? Maka kita akan menjalani “semua kehidupan” itu sekaligus. Dan memang demikianlah adanya. Kita sedang menjalani kehidupan ini, kehidupan yang baru kita wujudkan sekarang ini, dalam masa lalu kita, masa sekarang, masa depan kita, semuanya sekaligus.

Agak sulit bagi kita untuk memainkan permainan kehidupan ini seandainya kita memiliki kesadaran penuh tentang apa yang sedang terjadi secara keseluruhan, bahkan seandainya bisa, maka permainan itu sudah berakhir. Prosesnya bergantung pada proses yang sedang dirampungkannya, seperti apa adanya, termasuk kurangnya seluruh kesadaran kita itu pada tahap ini.

Jadi sebaiknya kita syukuri proses ini dan terima sebagai karunia terbesar dari Sang Pencipta Terbaik. Rangkulah proses itu, dan bergeraklah melewatinya disertai rasa damai serta kebijaksanaan dan kegembiraan. Gunakan proses itu, lalu ubahlah dari sesuatu yang kita pikul menjadi seauatu yang kita lakukan, sebagai sarana pencipta pengalaman yang paling mengagumkan dari Seluruh Waktu, yaitu pemenuhan Diri Ilahi kita.

Putuskan siapa diri kita, kita ingin menjadi siapa, dan lakukan segalanya  sebatas kemampuan kita untuk menjadi orang seperti itu. Gunakan waktu sebagai kerangka, dalam pemahaman kita yang terbatas itu, yang diatasnya kita menempatkan konstruksi ide ide kita yang paling besar. Setiap orang sedang menciptakan segala sesuatu yang sedang dialami saat ini, lihatlah kesempurnaan dari setiap proses.

Semuanya itu mengandung kebenaran tunggal :
HANYA ADA SATU KITA

Sumber: Henkykuntarto’s Blog -Wellcome to my spiritual blog

No comments:

Post a Comment