Sekarang, kosmologi bukan lagi sekadar teori-teori
spekulatif tentang asal-usul, evolusi, komposisi, dan struktur alam
semesta ini. Ia sudah merupakan ilmu pengetahuan yang didukung beragam
hasil observasi astronomis, juga hasil-hasil eksperimen fisika yang
berkaitan. Bahkan, sebagian kalangan ahli kosmologi mengatakan, saat ini
adalah eranya kosmologi presisi, yaitu era ketika data-data astronomis
melimpah dengan tingkat kepresisian yang semakin tinggi.
Banyak hasil observasi yang mendukung teori-teori
yang diajukan. Ada juga yang mengentakkan para ilmuwan, alam semesta ini
belum sepenuhnya terpahami. Bahkan mendorong mereka untuk terus
menformulasikan aturan-aturan atau teori-teori yang memerikan alam
semesta ini.
Salah satu teori yang diajukan untuk menjelaskan alam semesta ini adalah model kosmologi big bang. Model kosmologi ini pertama kali diajukan seorang ilmuwan Rusia, A. A. Friedmann, dan secara terpisah seorang pendeta-ilmuwan Belgia, G. Lemaitre. Model kosmologi yang mereka ajukan merupakan salah satu solusi teori relativitas umum Einstein. Dalam teorinya ini, Einstein menyatakan hubungan kelengkungan ruang-waktu dengan sumber medan yang mengisi ruang-waktu tersebut.
Salah satu teori yang diajukan untuk menjelaskan alam semesta ini adalah model kosmologi big bang. Model kosmologi ini pertama kali diajukan seorang ilmuwan Rusia, A. A. Friedmann, dan secara terpisah seorang pendeta-ilmuwan Belgia, G. Lemaitre. Model kosmologi yang mereka ajukan merupakan salah satu solusi teori relativitas umum Einstein. Dalam teorinya ini, Einstein menyatakan hubungan kelengkungan ruang-waktu dengan sumber medan yang mengisi ruang-waktu tersebut.
Dalam kalimat lain, A. Eddington, seorang ilmuwan yang membuktikan kesahihan prediksi teori relativitas umum Einstein lewat gerhana matahari pada 1919, menyatakan, materi memberi tahu ruang untuk melengkung, dan ruang menuntun materi untuk bergerak. Teori relativitas umum Einstein ini lebih umum daripada teori gravitasinya Newton, karena ia dapat berlaku baik pada benda yang bergerak mendekati kecepatan cahaya maupun pada benda diam.
Itulah sandaran pertama model kosmologi big bang.
Sandaran lainnya adalah prinsip kosmologi. Prinsip ini menyatakan, di
alam semesta ini seluruh materi terdistribusi merata atau homogen dan
penampakannya akan tetap sama atau isotropis dari manapun kita
memandang. Meskipun kita melihat adanya bulan, bintang-bintang, bahkan
galaksi-galaksi, namun dalam skala alam semesta semua itu dapat dianggap
sebagai debu alam semesta.
Layaknya sebuah bangunan, model kosmologi big bang
dibangun di atas pondasi tersebut. Sketsa dasarnya adalah pada
prediksi-prediksinya. Menurut model ini, alam semesta mestilah
mengembang, dimulai dari keadaan yang sangat padat (kerapatannya sangat
tinggi) dan sangat panas pada masa lalu yang jangka waktunya berhingga
dari sekarang. Ini berarti masa lalu alam semesta ada batasnya, yang
diyakini sebagai asal mula pengembangan alam semesta ini, yaitu big
bang.
Dari kata inilah nama model kosmologi ini kita kenal
sekarang. Nama lainnya adalah model kosmologi FLRW, sebagai penghormatan
kepada ilmuwan-ilmuwan yang membahas model kosmologi ini pada awal-awal
abad ke-20. Mereka adalah Friedmann, Lemaitre, Robertson, dan Walker.
Gambaran evolusi alam semesta setelah terjadinya Big Bang menurut model kosmologi standar.
KETIKA alam semesta mengembang, kerapatan alam
semesta ini terus menurun. Begitu juga dengan temperaturnya. Saat itulah
terjadi peristiwa-peristiwa fisis di alam semesta. Peristiwa-peristiwa
fisis inilah yang sampai sekarang ini terus diobservasi para ilmuwan.
Dari sekian banyak observasi yang dilakukan, ternyata model kosmologi
big bang ini mampu mengakomodasinya. Dengan kata lain, hasil-hasil
observasi tersebut menjadi menyokong model ini, sehingga ia banyak
dijadikan sebagai model standar untuk memerikan alam semesta ini.
Dari sekian banyak hasil observasi itu, setidaknya
ada tiga yang menjadi pilar utama model ini. Prediksi model kosmologi
big bang dan ketiga pilar tersebut adalah:
1. Pengembangan Alam Semesta (Hukum Hubble)
Untuk memudahkan bagaimana alam semesta ini
mengembang, tiuplah sebuah balon yang telah ditulisi dengan titik-titik
yang tersebar merata di permukaannya. Apakah yang terjadi? Ya, balon
tersebut mengembang dan titik-titik itu semakin menjauhi satu sama lain.
Padahal titik-titik tersebut tidak bergerak. Apakah penyebabnya? Karena
balon tersebut mengembang.
Sekarang, analogikanlah balon yang mengembang itu sebagai alam semesta yang mengembang dan titik-titik di permukaan balon tersebut sebagai galaksi-galaksi. Dari analogi ini kita dapat menyimpulkan, ketika alam semesta mengembang, jarak pisah setiap galaksi dengan galaksi lain akan semakin membesar. Inilah yang diamati Edwin P. Hubble, seorang astronom Amerika pada dekade 1920-an.
Sekarang, analogikanlah balon yang mengembang itu sebagai alam semesta yang mengembang dan titik-titik di permukaan balon tersebut sebagai galaksi-galaksi. Dari analogi ini kita dapat menyimpulkan, ketika alam semesta mengembang, jarak pisah setiap galaksi dengan galaksi lain akan semakin membesar. Inilah yang diamati Edwin P. Hubble, seorang astronom Amerika pada dekade 1920-an.
Selain itu, Hubble juga mendapati, semakin jauh jarak
dua galaksi, laju menjauhnya pun semakin besar, dengan nilai yang
sebanding dengan jaraknya. Inilah yang sekarang dikenal dengan nama
hukum Hubble. Dari hukum Hubble tersebut lahirlah suatu parameter
yang menyatakan laju pengembangan alam semesta saat tertentu, yang
disebut parameter Hubble. Nilainya pada saat tertentu itulah yang
disebut konstanta Hubble, yang pada saat ini besarnya adalah sekira 72
km/det/Mpc. Arti nilai ini adalah dalam satu detik, akibat pengembangan
alam semesta pertambahan jarak dua galaksi yang pada awalnya terpisah
sejauh 1 Mpc adalah sekira 72 km. (1 Mpc adalah jarak yang ditempuh
cahaya yang memiliki laju 300.000 km/det selama 3,26 juta tahun).
Dari konstanta Hubble ini, kita dapat mengetahui usia kosmik alam semesta saat ini, yaitu sekira 14 miliar tahun, dan radius alam semesta yang dapat diamati saat ini, yaitu sekira 4.100 Mpc. (Silakan bandingkan dengan usia manusia yang mungkin hanya 63 tahunan dan tingginya tidak jauh dari 2 meter).
Pada prinsipnya, konstanta Hubble merupakan
perbandingan laju menjauh suatu objek dengan jaraknya dari pengamat.
Laju menjauh suatu objek dapat diketahui dengan membandingkan letak
spektrum yang mencirikan objek tersebut dari pengamatan dan letak
spektrum itu di buku panduan. Sedangkan jaraknya dari pengamat dapat
diketahui dengan banyak cara, yang mungkin namanya pun masih asing untuk
kita. Misalnya bintang variabel cepheid (yang dahulu digunakan Hubble),
efek lensa gravitasi, efek Sunyaev-Zeldovich, supernova tipe Ia jauh,
dan relasi Tully-Fisher. Masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Satu hal yang pasti, hasil-hasil observasinya
menginspirasikan, penyebab semakin menjauhnya objek-objek di langit
adalah alam semesta saat ini memang sedang mengembang.
Namun, apakah alam semesta saat ini mengembang dengan laju konstan, diperlambat, ataukah dipercepat? Ternyata hasil observasi supernova tipe Ia jauh dan variasi temperatur CMBR menunjukkan, alam semesta ini mengembang dipercepat. Selain menyingkirkan anggapan diperlambatnya pengembangan alam semesta saat ini, hasil ini juga membuktikan, nilai parameter Hubble tidak tetap selamanya. Namun, hasil ini juga menimbulkan pertanyaan baru, apakah penyebab alam semesta sekarang mengembang dipercepat? Pertanyaan inilah yang sampai sekarang sedang dicoba jawab para ilmuwan.
Namun, apakah alam semesta saat ini mengembang dengan laju konstan, diperlambat, ataukah dipercepat? Ternyata hasil observasi supernova tipe Ia jauh dan variasi temperatur CMBR menunjukkan, alam semesta ini mengembang dipercepat. Selain menyingkirkan anggapan diperlambatnya pengembangan alam semesta saat ini, hasil ini juga membuktikan, nilai parameter Hubble tidak tetap selamanya. Namun, hasil ini juga menimbulkan pertanyaan baru, apakah penyebab alam semesta sekarang mengembang dipercepat? Pertanyaan inilah yang sampai sekarang sedang dicoba jawab para ilmuwan.
2. Kelimpahan Unsur-unsur Ringan di Alam Semesta
Sebagaimana telah diuraikan, ketika alam semesta
mengembang temperaturnya terus menurun (Menurut perhitungan kerapatan
sebanding dengan temperatur pangkat empat. Karena itu, untuk selanjutnya
cukup dibahas temperaturnya). Apakah konsekuensi hal ini? Dalam ‘The
Early Universe’, E. W. Kolb dan M. S. Turner menguraikan, sebelum usia
kosmik 0,01 detik setelah big bang, temperatur alam semesta lebih tinggi
dari seratus miliar Kelvin. Apakah yang terjadi pada temperatur
setinggi itu?
Marilah kita didihkan sejumlah air. Ketika temperaturnya naik dan mencapai titik didihnya, wujud air akan berubah menjadi uap air. Jika temperaturnya dinaikkan lagi hingga keadaan tertentu, uap air itu akan terurai menjadi hidrogen dan oksigen. Lalu apakah yang terjadi jika temperaturnya terus dinaikkan lagi? Akan diperoleh suatu wujud zat baru, di mana para ilmuwan menyebutnya sebagai plasma.
Contoh plasma adalah pada matahari kita. Di dalam matahari, temperaturnya bisa lebih tinggi dari 5.000 K. Apapun yang berada pada temperatur tersebut akan berwujud plasma. Di sana atom-atom hidrogen bisa terurai menjadi inti atom dan elektron. Begitulah, penguraian inti atom menjadi partikel-partikel elementer akan terjadi jika temperatur terus dinaikkan lagi.
Nah, partikel-partikel elementer itulah yang ada ketika temperatur alam semesta lebih tinggi dari ratusan miliar Kelvin. Urutan yang terbalik, yaitu partikel-partikel elementer membentuk partikel-partikel yang lebih berat, akan terjadi ketika temperatur alam semesta terus menurun.
Marilah kita didihkan sejumlah air. Ketika temperaturnya naik dan mencapai titik didihnya, wujud air akan berubah menjadi uap air. Jika temperaturnya dinaikkan lagi hingga keadaan tertentu, uap air itu akan terurai menjadi hidrogen dan oksigen. Lalu apakah yang terjadi jika temperaturnya terus dinaikkan lagi? Akan diperoleh suatu wujud zat baru, di mana para ilmuwan menyebutnya sebagai plasma.
Contoh plasma adalah pada matahari kita. Di dalam matahari, temperaturnya bisa lebih tinggi dari 5.000 K. Apapun yang berada pada temperatur tersebut akan berwujud plasma. Di sana atom-atom hidrogen bisa terurai menjadi inti atom dan elektron. Begitulah, penguraian inti atom menjadi partikel-partikel elementer akan terjadi jika temperatur terus dinaikkan lagi.
Nah, partikel-partikel elementer itulah yang ada ketika temperatur alam semesta lebih tinggi dari ratusan miliar Kelvin. Urutan yang terbalik, yaitu partikel-partikel elementer membentuk partikel-partikel yang lebih berat, akan terjadi ketika temperatur alam semesta terus menurun.
Menurut perhitungan yang sudah dibuktikan sejumlah
eksperimen fisika, partikel-partikel yang mendominasi alam semesta saat
usia kosmik sekira 0,01 detik setelah big bang adalah elektron,
antipartikelnya yaitu positron, partikel cahaya yaitu foton, neutrino,
antipartikelnya yaitu antineutrino, serta sejumlah kecil neutron dan
proton. Mereka semua berada dalam temperatur yang sama (para ilmuwan
biasa menyebutnya berada dalam kesetimbangan termal). Dalam keadaan ini,
penghancuran dan pembentukan partikel-partikel tersebut atau yang
menghasilkan partikel lain berlangsung seimbang.
Kemudian, ketika usia kosmik mencapai sekira 0,74 detik setelah big bang, temperatur alam semesta menurun menjadi sekira 10 miliar Kelvin. Saat itulah temperatur neutrino dan antineutrino mulai berbeda dengan partikel yang lain. Pada temperatur sekira itulah neutron meluruh menjadi proton dan partikel lain, sehingga jumlah proton menjadi lebih banyak daripada neutron dibandingkan sebelumnya.
Selanjutnya, temperatur alam semesta terus menurun hingga mencapai beberapa miliar Kelvin. Pada saat usia kosmik sekira 4,12 detik setelah big bang, reaksi elektron dan positron memperlambat penurunan temperatur alam semesta dan menyisakan sejumlah kecil elektron. Neutron pun terus meluruh menjadi proton. Selain itu pembentukan inti helium-4 dari neutron dan proton menjadi lebih banyak daripada penghancurannya.
Kemudian, ketika usia kosmik mencapai sekira 0,74 detik setelah big bang, temperatur alam semesta menurun menjadi sekira 10 miliar Kelvin. Saat itulah temperatur neutrino dan antineutrino mulai berbeda dengan partikel yang lain. Pada temperatur sekira itulah neutron meluruh menjadi proton dan partikel lain, sehingga jumlah proton menjadi lebih banyak daripada neutron dibandingkan sebelumnya.
Selanjutnya, temperatur alam semesta terus menurun hingga mencapai beberapa miliar Kelvin. Pada saat usia kosmik sekira 4,12 detik setelah big bang, reaksi elektron dan positron memperlambat penurunan temperatur alam semesta dan menyisakan sejumlah kecil elektron. Neutron pun terus meluruh menjadi proton. Selain itu pembentukan inti helium-4 dari neutron dan proton menjadi lebih banyak daripada penghancurannya.
Ada tiga contoh rantai reaksi pembentukan inti
helium-4 ini. Pertama, neutron dan proton bereaksi membentuk deuterium.
Selanjutnya deuterium ini bereaksi dengan deuterium membentuk tritium
dan proton. Kemudian tritium bereaksi dengan deuterium untuk membentuk
helium-4 dan neutron. Kedua, neutron dan proton bereaksi membentuk
deuterium. Lalu deuterium bereaksi dengan deuterium membentuk helium-3
dan neutron. Lalu helium-3 bereaksi dengan deuterium menghasilkan
helium-4 dan proton. Proton dan neutron yang dihasilkan pada kedua
rantai reaksi ini dapat digunakan lagi pada reaksi lain. Ketiga, neutron
dan proton bereaksi membentuk deuterium. Lalu deuterium bereaksi dengan
deuterium membentuk helium-4 dan foton. Selain reaksi-reaksi tersebut
ada juga reaksi-reaksi lain, misalnya yang mengakibatkan terbentuknya
lithium-7.
Demikianlah gambaran sederhana peristiwa yang terjadi
sampai sekira tiga menit pertama setelah big bang. Setelah tiga menit
pertama itu, alam semesta didominasi foton, sejumlah kecil elektron dan
inti atom unsur-unsur ringan, serta neutrino-antineutrino yang
temperaturnya sudah berbeda. Peristiwa yang menghasilkan inti
unsur-unsur ringan tersebut dikenal dengan nama big bang
nucleosynthesis. Para pionir dalam bidang ini adalah Gamow, Alpher, dan
Herman yang mempublikasikan prediksi mereka pada era 1940-an dan
1950-an. Kerja mereka ini dilanjutkan ilmuwan lain dengan perhitungan
yang lebih mendetail.
Sampai sekarang, tingkat akurasi perhitungan tersebut
sangat tinggi, dengan kemungkinan kesalahan sekira 1aja. Kelimpahan
unsur-unsur ringan yang mereka perkirakan adalah dalam sepuluh miliar
inti atom hidrogen, ada ratusan ribu deuterium, ratusan ribu helium-3,
dan beberapa lithium-7 yang berasal dari big bang nucleosynthesis.
Sedangkan untuk helium-4 adalah sekira 24ari total materi biasa yang ada
di alam semesta ini.
3. Kosmik Menua, Temperatur Menurun
SETELAH terjadinya big bang nucleosynthesis,
temperatur alam semesta terus menurun, alam semesta semakin luas, dan
usia kosmik semakin tua. Namun, menurut para ilmuwan, tidak ada
peristiwa-peristiwa fisik yang berarti setelah itu hingga radiasi
terlepas dari materi.
Marilah kita bahas sekilas mengenai kerapatan materi
dan radiasi ini. Menurut para ilmuwan, di dalam plasma terdapat dua
komponen dominan yang saling berinteraksi dan memengaruhi kerapatan
plasma tersebut. Komponen yang pertama adalah materi, contohnya inti
atom dan elektron, dan komponen yang kedua adalah radiasi, yaitu cahaya.
Semakin tinggi temperatur plasma, semakin kuat pengaruh kerapatan
radiasi. Sebaliknya, semakin rendah temperatur plasma, semakin kuat
pengaruh kerapatan materi.
Pada saat usia kosmik kurang dari sekira 60.000 tahun setelah big bang, para ilmuwan meyakini alam semesta ini didominasi radiasi dan setelahnya didominasi materi. Namun, meskipun alam semesta sudah didominasi materi, radiasi masih berinteraksi dengannya hingga saat tertentu. Contoh interaksi radiasi dengan materi adalah tumbukan antara foton dengan elektron atau tumbukan foton dengan inti atom. Kejadian ini menyebabkan foton tidak dapat bergerak bebas di alam semesta. Tentu saja proton pun bisa berinteraksi dengan elektron untuk membentuk atom hidrogen. Namun, dengan cepat atom hidrogen yang terbentuk ini bisa terurai lagi, karena temperatur alam semesta masih panas.
Barulah pada saat temperatur alam semesta sudah menurun hingga sekira 3000 K, pembentukan atom hidrogen menjadi jauh lebih banyak daripada penghancurannya. Maka, foton pun menjadi tidak banyak bertumbukan lagi dengan elektron dan inti atom, sehingga dapat bergerak bebas di alam semesta. Dengan kata lain, radiasi tidak berinteraksi lagi dengan materi. Kejadian pada saat usia kosmik sekira 380.000 tahun setelah big bang ini disebut dengan nama rekombinasi hidrogen (atau pembentukan hidrogen) atau decoupling (radiasi terlepas dari materi) atau yang lebih kita kenal dengan nama pembentukan CMBR.
Pada saat usia kosmik kurang dari sekira 60.000 tahun setelah big bang, para ilmuwan meyakini alam semesta ini didominasi radiasi dan setelahnya didominasi materi. Namun, meskipun alam semesta sudah didominasi materi, radiasi masih berinteraksi dengannya hingga saat tertentu. Contoh interaksi radiasi dengan materi adalah tumbukan antara foton dengan elektron atau tumbukan foton dengan inti atom. Kejadian ini menyebabkan foton tidak dapat bergerak bebas di alam semesta. Tentu saja proton pun bisa berinteraksi dengan elektron untuk membentuk atom hidrogen. Namun, dengan cepat atom hidrogen yang terbentuk ini bisa terurai lagi, karena temperatur alam semesta masih panas.
Barulah pada saat temperatur alam semesta sudah menurun hingga sekira 3000 K, pembentukan atom hidrogen menjadi jauh lebih banyak daripada penghancurannya. Maka, foton pun menjadi tidak banyak bertumbukan lagi dengan elektron dan inti atom, sehingga dapat bergerak bebas di alam semesta. Dengan kata lain, radiasi tidak berinteraksi lagi dengan materi. Kejadian pada saat usia kosmik sekira 380.000 tahun setelah big bang ini disebut dengan nama rekombinasi hidrogen (atau pembentukan hidrogen) atau decoupling (radiasi terlepas dari materi) atau yang lebih kita kenal dengan nama pembentukan CMBR.
Mengapa CMBR? Karena singkatan ini menunjukkan
identitas dirinya. Kata radiation menunjukkan, ia adalah berupa cahaya
atau foton yang berasal dari alam semesta (cosmic) dini. Sejak terlepas
dari materi, ia membanjiri alam semesta ini (karena ia dapat bergerak
bebas di alam semesta), sehingga ketika dideteksi ia seperti datang dari
arah manapun di alam semesta tanpa bergantung arah dan besarnya sama
tak bergantung hari, yaitu sekira 270,27 derajat di bawah temperatur
pelelehan es atau hanya 2,73 derajat di atas nilai nol mutlak (yang
dinyatakan dalam Kelvin atau disingkat K). Tidak bergantung pada arah
inilah yang menyebabkan foton CMBR ini terlihat seperti latar belakang
dalam sebuah pertunjukan sehingga muncul kata background.
Para astronom mendapati, panjang gelombang foton CMBR ini adalah pada rentang panjang gelombang yang disebut microwave. (Pengembangan alam semestalah yang menyebabkan temperatur foton CMBR ini terus menurun, dari asalnya sekira 3000 K menjadi hanya sekira 2,73 K). Panjang gelombang microwave itu berdekatan dengan panjang gelombang UHF atau VHF, yang sering digunakan stasiun televisi. Karena itulah, sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari pun kita dapat mendeteksi keberadaan radiasi primordial ini. Cobalah atur saluran televisi Anda pada daerah yang tidak ada siarannya. Pada saat itulah, sebanyak kurang lebih 1semut-semut” yang hadir di layar televisi berasal dari CMBR.
Para astronom mendapati, panjang gelombang foton CMBR ini adalah pada rentang panjang gelombang yang disebut microwave. (Pengembangan alam semestalah yang menyebabkan temperatur foton CMBR ini terus menurun, dari asalnya sekira 3000 K menjadi hanya sekira 2,73 K). Panjang gelombang microwave itu berdekatan dengan panjang gelombang UHF atau VHF, yang sering digunakan stasiun televisi. Karena itulah, sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari pun kita dapat mendeteksi keberadaan radiasi primordial ini. Cobalah atur saluran televisi Anda pada daerah yang tidak ada siarannya. Pada saat itulah, sebanyak kurang lebih 1semut-semut” yang hadir di layar televisi berasal dari CMBR.
Foton CMBR ini pertama kali disadari telah diamati,
secara tidak sengaja, oleh A. A. Penzias dan R. W. Wilson di Bell
Telephone Laboratories Inc., New Jersey, Amerika dalam bentuk derau pada
hasil pengamatan. Pada awalnya mereka tidak tahu sumber derau ini dan
malah menyangka berasal dari kotoran burung yang menempel pada instrumen
pengamatan. Namun setelah kotoran tersebut dibersihkan, deraunya tetap
ada. Barulah setelah berkomunikasi dengan tim kosmologi dari Universitas
Princeton, yaitu R. H. Dicke, P. J. E. Peebles, P. G. Roll, dan D. T.
Wilkinson, mereka meyakini derau tersebut berasal dari foton CMBR.
Akhirnya kedua kelompok ini memublikasikan hasil pengamatan tersebut di
Astrophysical Journal.
Itulah ketiga pilar model kosmologi standar berserta
penjelasan fisisnya menurut model ini. Satu hal yang pasti, semoga kita
termasuk salah seorang yang terlibat aktif di dalam bidang kosmologi
ini.***
Catatan:
Hadiah Nobel Fisika tahun 2011 ini dianugrahkan
kepada astronom yang membuktikan bahwa alam semesta mengembang
dipercepat. Hal ini menunjukkan bahwa kosmologi merupakan salah satu
area penelitian yang sangat aktif, menantang dan tentu saja mengasyikkan.
Dengan adanya fakta ilmiah yang menghasilkan Big Bang ini, semoga saja para pemuka agama lebih berwawasan dengan semboyan "Datanglah dan buktikan" bukan "Datanglah dan percayalah". Hal ini akan searah dengan perkembangan zaman masa kini menuju kepembentukan keyakinan spiritualisme bebas dari dogmatis
ReplyDelete