By: Archer Clear
“I shall quite briefly mention here the
notorious atheism of science. The theists reproach it for this again and
again. Unjustly. A personal God can not be encountered in a world
picture that becomes accessible only at the price that everything
personal is excluded from it. We know that whenever God is experienced,
it is an experience exactly as real as a direct sense impression, as
real as one’s own personality. As such He must be missing from the
space-time picture. ― Erwin Schrödinger
“I don’t like it, and I’m sorry I ever
had anything to do with it. I do not meet with God in space and time,
God is Spirit.” ― Erwin Schrödinger
Kedua pernyataan Erwin Schrödinger, bagi saya adalah sebuah penegasan bahwa apa yang biasa disebut sebagai personal God
oleh mayoritas manusia di atas planet ini terutama konsep God yang ada
dalam agama hanya sebuah Delusi. Personal God dan “God Is Spirit” adalah
dua hal yang secara prinsipil sangat berbeda. Apa yang dimaksud God
dalam pandangan sains adalah spirit itu sendiri, God dalam huruf “G”.
Saintis yang berpikir dengan cara terbuka, akan menjawab “I don’t know”
atas sosok personal God, karena siapapun bisa menciptakan imej
tentang Tuhan pribadi, dan sesungguhnya apa yang kita bayangkan itu
tidak lain adalah refleksi atas diri kita sendiri.
Satu contoh misalkan, sebelum era Quantum
Mechanic muncul, kita dihadapkan pada sebuah kenyataan atas teori
klasik dari Newton, hampir semua ilmuan berbicara tentang hukum-hukum
yang dirumuskan secara cantik oleh Newton, mulai dari bagaimana Newton
menjelaskan pergerakan bukan, sampai gerak jatuhnya apel dari pohon
dengan tepat. Pada saat itu, ilmuan masih berbicara tentang hal-hal yang
besar, objek-objek yang bisa diobservasi langsung oleh indera
penglihatan kita. Copernicus, Galileo, Kappler, Newton hingga Albert
Einstein masih berbicara tentang bagaimana semua objek bergerak. Teori
gravitasi ditemukan, lalu disempurnakan terus menerus, mulai dari
Gravitasi Newton, hingga Relativitasnya Albert Einstein, sampai kemudian
nongol anak muda bernama Bohr yang menawarkan satu ide baru di luar
Mainstreem sains saat itu.
The Quantum Mechanic lahir, namun
kelahirannya tidak serta merta diterima oleh ilmuan terutama Albert
Einstein sendiri. Quantum mechanic adalah sesuatu yang sangat misterius,
unik dan jika menggunakan pendekatan umum maka semua akan
terbolak-balik. Dalam dunia quantum, sesuatu yang menjadi kesepakatan
umum menjadi nonsense, semua terjadi karena perilaku partikel pada skala
quantum tidaklah menentu, sesuai dengan prinsip yang dibangun oleh
Heisenberg. Inilah dunia quantum, tidak satu pun ilmuan mengerti secara
meyakinkan hingga hari ini. Lalu di manakah God dalam dunia quantum? No one Knows.
Because God is a Spirit, sangat
berbeda dengan God yang ada dalam agama-agama, di mana digambarkan God
memiliki begitu banyak sifat, sehingga antara sifat satu dengan sifat
yang lainnya kadang harus saling meniadakan, sementara God dalam
pandangan sains adalah Spirit, dan apakah Spirit itu sendiri?
Bertanya tentang spirit, artinya kita sedang berbicara tentang Kemanusiaan itu sendiri, kita adalah spirit, you and me are the spirit it self,
kita hadir untuk mencari penjelasan-penjelasan yang paling bisa
dipertanggungjawabkan, paling bisa diuji dan itu berlaku secara
konsisten sepanjang eksistensi kita sebagai manusia.
Steven Weinberg dalam sebuah wawancara
dengan NOVA Science mengungkapkan bahwa, ketika Anda sudah mempelajari
apa itu Quantum Mechanic, maka Anda akan menjadi manusia yang berbeda,
tentu berbeda dalam banyak hal termasuk dalam menerjemahkan realitas
yang kita saksikan setiap hari. Mungkin sebelumnya Anda melihat sebuah
pohon sebagai pohon biasa, namun ketika Anda mempelajari Quantum
Mechanic, maka pohon yang tadinya biasa saja bagi Anda akan tampak
berbeda dalam perspektif atomis. Perubahan perspektif ini sangatlah
natural, karena pengertian kita saat menjelajah dalam dunia quantum akan
sangat berbeda dan pengalaman itu kemudian mengubah persepsi kita akan
realitas, semua akan tampak sangat berbeda dari biasanya.
“The present is the only things that has no end.” ― Erwin Schrödinger
What is the Present? dia adalah saat ini, dan saat ini bagi Schrödinger adalah sesuatu yang tidak mengenal kata berakhir, the present is not you, you and me someday will go away, but not the present, they will be always here.
Sumber: https://tolakbigot.wordpress.com
Sumber: https://tolakbigot.wordpress.com
No comments:
Post a Comment