http://www.pbs.org/wgbh/nova/physics/on-being-physicist.html
Sumber: https://tolakbigot.wordpress.com
Brian Greene is a professor of physics and mathematics at Columbia University. He is the author of The Fabric of the Cosmos,
from which this essay was excerpted and on which the four-part NOVA
series premiering in fall 2011 is based. Greene is also the author of The Elegant Universe, the subject of a three-part NOVA series that aired in 2003, and The Hidden Reality.
Ketika saya membalik halaman terakhir dari karya Albert Camus, The Myth of Sisyphus
bertahun-tahun yang lalu, saya terkejut oleh karya tersebut yang telah
mencapai suatu perasaan menyeluruh tentang optimisme. Kisahnya
menceritakan seorang pria yang dikutuk untuk mendorong batu ke atas
bukit dengan pengetahuan penuh bahwa batu itu akan menggelinding turun
kembali, pria itu mendorong lagi, ini bukan jenis cerita yang Anda
harapkan untuk memiliki akhir yang bahagia.
Namun Camus menemukan harapan pada diri
Sisyphus akan kemampuannya mengerahkan kehendak bebas untuk melawan
rintangan agar dapat diatasi, dan untuk menegaskan pilihannya untuk
bertahan hidup bahkan ketika dihukum dengan tugas masuk akal dalam alam
semesta yang acuh tak acuh. Dengan melepaskan segala sesuatu di luar
pengalaman langsung, dan berhenti untuk mencari jenis pemahaman yang
lebih dalam atau makna yang lebih dalam, Sisyphus, dalam pandangan Camus
telah mendapat kemenangan.
Iming-Iming Fisika
Saya
terkesan dengan kemampuan Camus untuk membedakan mana harapan kebanyakan
orang lain yang akan melihat keputusasaan saja. Tapi sebagai seorang
remaja, saya tak bisa menerima pernyataan Camus bahwa pemahaman yang
lebih dalam terhadap alam semesta akan gagal untuk membuat hidup
seseorang lebih kaya atau berharga.
Sedangkan Sisyphus adalah pahlawan Camus,
sementara ilmuwan-ilmuwan besar—Newton, Einstein, Niels Bohr, dan
Richard Feynman—adalah pahlawan saya. Dan ketika saya membaca deskripsi
Feynman tentang sekuntum mawa—di mana ia menjelaskan bagaimana Feynman
bisa mencium aroma dan menikmati keindahan bunga semaksimal siapapun
juga, tapi pengetahuan fisika memperkaya pengalaman itu dengan memberi
keajaiban dan keindahan dari molekul, atom, dan subatom yang mendasari
proses-proses tersebut—karenanya membuatku kecanduan untuk selamanya.
Saya ingin tahu apa yang Feynman jelaskan: untuk menilai kehidupan dan
mengalami alam semesta pada semua tingkatan, bukan hanya menjadikan agar
dapat diakses oleh indera manusia yang lemah. Pencarian untuk pemahaman
terdalam atas kosmos membuat semua itu sebagai sumber kehidupan saya.
Sebuah keterlibatan yang mendalam
Sebagai seorang
fisikawan profesional, saya sudah lama menyadari bahwa ada banyak
kenaifan dalam kegilaan saya dengan fisika ketika masa-masa sekolah.
Fisikawan umumnya tidak menghabiskan hari-hari mereka dengan merenungkan
bunga dalam keadaan kekaguman atas kosmik. Sebaliknya, kami mengabdikan
banyak waktu untuk bergulat dengan persamaan matematika yang kompleks
yang tertulis di papan tulis untuk menghasilkan sesuatu. Kemajuan bisa
lambat. Ide-ide menjanjikan, lebih sering daripada tidak, berada di
depan. Tapi itulah sifat penelitian ilmiah.
Butuh Kekurangajaran dari Newton untuk menancapkan bendera penyelidikan ilmiah modern dan tidak pernah kembali ke masa klasik.
Namun, bahkan selama periode kemajuan
yang masih minimal, saya telah menemukan bahwa upaya yang dihabiskan
untuk menyusun puzzle dan hitung-hitungan membuat saya merasakan
hubungan lebih dekat dengan alam semesta. Saya telah menemukan bahwa
Anda dapat mengenal alam semesta tidak hanya dengan memecahkan misteri,
tetapi juga dengan membenamkan diri dalam semesta itu. Jawaban yang
besar. Jawaban dikonfirmasi oleh eksperimen yang lebih besar, tetapi
jawaban yang pada akhirnya terbukti salah merupakan hasil dari
keterlibatan yang mendalam dengan keterlibatan kosmos sebagai gudang
pencerahan yang intens terhadap pertanyaan, dan karenanya berada di alam
semesta itu sendiri. Bahkan, ketika gumpalan batu terkait dengan
eksplorasi ilmiah tertentu kemudian memutar kembali ke titik awal, kita
tetap belajar sesuatu dan pengalaman kita akan kosmos menjadi makin
kaya.
Di bahu raksasa
Tentu saja, sejarah ilmu
pengetahuan menunjukkan bahwa batu karang yang berupa penyelidikan
ilmiah kolektif dengan kontribusi dari para ilmuwan yang tak terhitung
di seluruh benua dan selama berabad-abad tidak menggelinding turun
gunung. Tidak seperti Sisyphus, sering membuat kita tidak mulai dari
awal. Setiap generasi mengambil alih dari generasi sebelumnya, membayar
penghormatan kepada kerja keras pendahulunya, wawasan, dan kreativitas,
dan terus mendorong menjauh.
Teori-teori baru dan pengukuran yang
lebih halus adalah tanda kemajuan ilmiah, dan kemajuan tersebut
didasarkan pada apa yang datang sebelumnya, hampir tidak pernah
menghapus papan tulis dengan bersih. Karena hal ini terjadi, tugas kita
masih jauh dari masuk akal atau sia-sia. Dalam mendorong batu ke atas
gunung, kami melakukan tugas yang paling indah dan mulia: untuk
mengungkap tempat ini kita sebut rumah, untuk bersenang-senang dalam
keajaiban yang kita temukan dan menyerahkan pengetahuan kita kepada
mereka yang mengikuti.
Keintiman dengan kebenaran
Untuk spesies yang, dengan skala waktu kosmik, baru saja belajar berjalan tegak, ini adalah tantangan yang mengejutkan. Namun, selama 300 tahun terakhir, seperti yang telah berkembang dari klasik ke relativistik dan kemudian ke realitas kuantum, dan sekarang telah pindah ke eksplorasi realitas yang menyatu, maka pikiran kita dan seluruh instrumen telah menyapu hamparan besar ruang dan waktu, membawa kita lebih dekat daripada sebelumnya untuk dunia yang telah terbukti merupakan penyamaran yang mengagumkan. Dan seperti yang terus kita kuak misterinya dengan perlahan-lahan, kami telah memperoleh keintiman yang datang kepada kita agar terus dekat dengan kejelasan mengenai suatu kebenaran. Para peneliti yang melakukan eksplorasi ke setiap tempat di semesta ini sepertinya terlalu jauh, tetapi banyak dari mereka merasa bahwa akhirnya spesies manusia telah mencapai akhir dari masa kanak-kanaknya.
Untuk spesies yang, dengan skala waktu kosmik, baru saja belajar berjalan tegak, ini adalah tantangan yang mengejutkan. Namun, selama 300 tahun terakhir, seperti yang telah berkembang dari klasik ke relativistik dan kemudian ke realitas kuantum, dan sekarang telah pindah ke eksplorasi realitas yang menyatu, maka pikiran kita dan seluruh instrumen telah menyapu hamparan besar ruang dan waktu, membawa kita lebih dekat daripada sebelumnya untuk dunia yang telah terbukti merupakan penyamaran yang mengagumkan. Dan seperti yang terus kita kuak misterinya dengan perlahan-lahan, kami telah memperoleh keintiman yang datang kepada kita agar terus dekat dengan kejelasan mengenai suatu kebenaran. Para peneliti yang melakukan eksplorasi ke setiap tempat di semesta ini sepertinya terlalu jauh, tetapi banyak dari mereka merasa bahwa akhirnya spesies manusia telah mencapai akhir dari masa kanak-kanaknya.
Yang pasti, kita datang di usia di mana
manusia berada di pinggiran Bima Sakti yang terus berproses menjadi.
Dalam satu cara atau yang lain, kami (para ilmuwan) telah menjelajahi
dunia kita dan merenungkan alam semesta selama ribuan tahun. Tapi untuk
sebagian besar waktu yang kita gunakan, banyak yang mengarah ke sesuatu
yang tidak diketahui, setiap kali kembali kepada suatu kebijaksanaan
walau sebagian besar tidak berubah. Butuh Kekurangajaran dari Newton
kembali untuk menancapkan bendera penyelidikan ilmiah modern dan kami
sudah menuju lebih tinggi sejak itu.
Sumber: https://tolakbigot.wordpress.com
No comments:
Post a Comment