Katanya
 ada orang yang bukan hanya dapat melihat aura, tapi bahkan mampu 
memakainya untuk mendiagnosa apapun dari penyakit sampai masalah 
kejiwaan. Di Iran, aura di sebut farr atau keagungan : ia diasosiasikan 
dengan raja-raja Zoroaster dan nabi-nabi Islam. Teosofis abad ke-19, 
Charles Leadbeater bahkan telah membuat deskripsi tiap warna dan 
maknanya bagi kejiwaan seseorang.
Berdasarkan
 penjelasan itu seorang yang kritis tentunya bertanya, kenapa ada orang 
yang bisa sementara yang lain tidak? Bagaimana kalau sains 
menyelidikinya karena alat optik sains lebih objektif daripada mata 
manusia? Kenapa dokter tidak memakainya untuk mendiagnosa pasien?
Tentang Mata
Tentang Mata
Pertanyaan
 pertama bisa dijawab dengan mudah. Karena ada orang yang sehat dan ada 
yang sakit. Mengejutkannya, orang yang sakitlah yang bisa melihat aura. 
Sakitnya adalah migren. Anda pernah migrain? Bila pernah, mungkin anda 
bisa merasa melihat aura. Selain migrain, sakit lain yang bisa membuat 
penderita melihat aura adalah epilepsi, gangguan sistem penglihatan dan 
sejenis gangguan otak. Selain itu juga ditemukan  jenis sinestesia yang 
juga menampilkan aura. Sinestesia dalam arti medis adalah konsleting 
syaraf indera. Karena syaraf kita pada dasarnya adalah jaringan listrik,
 ada kemungkinan konslet. Dan saat syaraf mata konslet dengan syaraf 
kulit, apa yang dirasakan oleh kulit justru terlihat oleh mata.  
Narkotika LSD juga dapat membuat seseorang melihat aura.
Aura
 yang dilihat para penderita ini memang berbeda dari aura yang diklaim 
dilihat oleh para ahli aura. Menurut para ahli aura, kamu bisa melihat 
aura dengan jalan melihat ke sebuah benda yang diletakkan di depan latar
 belakang putih dalam ruangan yang redup. Kamu akan melihat aura. 
Kenapa? Karena kamu mengalami gangguan sistem penglihatan, namanya 
kekakuan retina atau mata terbakar (eye burn), bukan karena kamu membuka
 kekuatan spiritual tersembunyi. Hal yang sama juga dapat kamu lakukan 
dengan melihat pola hitam putih.
Begini
 mekanismenya, mata manusia tidak berevolusi untuk merekam dunia luar. 
Saat melihat benda benda berwarna, mata tidak mengirim citra salinan 
yang bersinambungan ke otak. Otak sendiri yang memasok sebagian besar 
citra berdasarkan pengalaman, bukan dari mata. Karenanya, bahkan bila 
aura terlihat, ini bukan bukti kalau ada medan energi di dunia fisik 
atau supernatural. Besar kemungkinan kalau ia adalah ilusi yang dibuat 
oleh otak kita.
Potret Aura
Lalu
 bagaimana dengan pertanyaan kedua? sebuah instrumen ilmiah untuk 
menilai secara objektif keberadaan aura? Para pendukung aura mengajukan 
kamera Kirlian. Bagaimana?
Bulan 
November 1988, Arleen J Watkins dan William S.Bickel membahas mengenai 
photo Kirlian. Menurut mereka photo Kirlian tidak ada hubungannya dengan
 keadaan fisiologis, psikologis atau kejiwaan seseorang. Ia tidak ada 
hubungannya dengan aura, gaya hidup, bio plasma atau Pranamaya Kosha. Ia
 adalah fenomena fisika yang terjadi karena pelepasan tegangan tinggi 
(15 – 60 kilovolt) dengan frekuensi tinggi pada benda yang diletakkan 
pada sebuah lapisan film. Saat benda tersebut diletakkan di film 
fotografi, ia menutup rangkaian arus, sehingga terjadi pelepasan muatan 
antara benda dan elektroda tegangan tinggi. Pelepasan ini menciptakan 
sebuah pendaran warna warni di udara yang tampak oleh mata manusia 
sebagai apa yang disebut orang sebagai aura.  Aura adalah fenomena 
fisika dan dapat direkam langsung di film fotografi dan pelat foto. 
Benda tersebut bisa manusia dan tidak berbahaya selama elektroda 
tersebut berada cukup jauh, katakanlah di balik tirai di kiri kanan 
panggung atau stand pemotretan. Dan jadilah potret manusia yang 
diselimuti cahaya warna warni.
Tapi 
bisa jadi kan kalau warnanya ditentukan oleh manusia tersebut? Elektroda
 listrik hanya berfungsi sebagai alat, sama dengan kamera tersebut. 
well, nerdasarkan penelitian mereka, ditemukan kalau struktur aura 
memiliki 22 parameter yang harus dikendalikan sebelum dapat ditarik 
kesimpulan bahwa warna aura tersebut berhubungan dengan emosi, energi 
kejiwaan, kondisi pikiran, perasaan, penyakit dan sebagainya.
Watkins
 dan Bickel menyimpulkan kalau aura Kirlian adalah citra visual atau 
fotografi dari pelepasan korona dalam gas, terutama pada gas yang 
lembab. Bentuk, ukuran, intensitas dan strukturnya bukan tergantung pada
 emosi segala macam, tapi pada waktu eksposure, konduktivitas, frekuensi
 sinyal, tegangan dan sifat fotografi film atau plat yang digunakan.
Mahluk
 hidup itu lembab. Saat listrik memasuki mahluk hidup, ia menghasilkan 
daerah ionisasi gas di sekitar benda yang dipotret, sejauh benda 
tersebut lembab. Kelembaban ini ditransfer dari subjek ke permukaan 
emulsi di pelat fotografi atau film fotografi. Jika potret diambil dalam
 ruang hampa udara, dimana tidak ada gas terionisasi, tidak akan ada 
citra Kirlian. Bila citra Kirlian karena medan energi hidup dasar yang 
dimiliki paranormal, tentunya ia tidak lenyap dalam ruang hampa udara 
toh?
Di festival atau pasar malam 
dadakan, ada cukup banyak listrik. Untuk mulai, minta seorang pengunjung
 yang tertarik untuk bayar katakanlah 40 ribu rupiah untuk dipotret 
auranya selama 5 menit. Letakkan tangannya di atas semacam lempengan 
detektor. Pelat ini mengukur perubahan dalam aktivitas kelenjar keringat
 tangan. Istilah ilmiahnya galvanometri. Ia sudah dipakai sejak lama di 
mesin pendeteksi kebohongan (yang ternyata kebohongan itu sendiri). Lalu
 bicaralah seperti pesulap, pembaca nasib atau refleksiologi, dengan 
mengatakan kalau bagian tubuh ini itu menunjukkan aura ini itu. Lalu 
dengan sedikit kemampuan teknik listrik dan pengukuran, kamu siapkan 
sebuah alat. Alat ini tentunya sudah dirancang sedemikian rupa. Cara 
kerja alat ini adalah melalui pikiran. Ya, pikiran. Kamu pikirkan warna 
apa yang cocok untuk tegangan sekian, warna apa yang cocok untuk 
tegangan sekian dan sekian. Lalu pola tegangan yang muncul dari 
pembacaan galvanometri tadi diterjemahkan lewat komputer atau alat 
khusus buatan teknologi aura. Setelah itu akan terbentuk pola warna 
tersendiri. Sang klien lalu di potret dan letakkan pola warna dari 
konduktivitas tapak tangan klien tersebut di potretnya. Hasilnya, Jreng!
 Sebuah potret Aura. Teknik ini lebih aman, praktis dan sering dipakai 
dibandingkan dengan teknik tegangan tinggi tadi. Ketimbang memotret 
udara yang mengelilingi klien, kita memotret pola konduktivitas keringat
 di tangan klien dan menempelkannya di potret asli sang klien. Auranya 
sendiri berasal dari kamera kita, bukan dari manusianya. Dan aura itu 
kita sebut aura semata karena, well, warna warni dan berpendar.
Teknik
 lain yang lebih modern adalah meletakkan ruang khusus di depan kamera 
biasa yang ditempeli LED. Itu loh, lampu warna warni kecil bertegangan 
rendah yang dipakai di perangkat elektronik. Jangan sampai terlihat 
klien. Begitu klien di potret, bukan hanya cahaya dari klien yang 
tertangkap, tapi juga dari LED internal di kotak tambahan di depan 
kamera tersebut. Jadilah potret Aura.
Usaha
 memotret aura sudah lama ada. Sebuah percobaan yang lebih tua lagi, 
saat sinar X baru ditemukan, sudah coba dilakukan untuk memotret roh 
yang ada di tubuh manusia. Dr Duncan Mac Dougall tahun 1911 mengajukan 
proposal kalau roh manusia bisa di potret dengan sinar X, dengan melihat
 potret saat orang itu hidup dan sesaat setelah ia meninggal. Tidak 
jelas apa kesimpulan dari penelitian ini atau apakah penelitian ini 
memang dilakukan, tapi tampaknya dari sinilah gagasan untuk memotret 
aura manusia lewat foto Kirlian. Usaha yang sama dilakukan Dr Walter 
Kilner dengan memakai sinar ultra violet dan akhirnya penemu potret 
Kirlian, Semyon Davidovich Kirlian, seorang insinyur listrik, tahun 
1939.
Jadi
 jika foto kirlian tidak memotret aura, mata sebenarnya berdelusi dan 
sinar X tidak dapat membuktikan keberadaannya, bagaimana tes yang lain? 
Ada cara lain? Tentu saja. Jika manusia memiliki aura, aura ini pastilah
 memiliki ruang atau jarak. Artinya bila seseorang dapat melihat aura, 
mereka tentunya dapat melihat aura walaupun orang yang memancarkan aura 
tersebut di halangi.
Begini loh, seperti gerhana matahari. Orang bisa melihat korona matahari dengan jelas saat gerhana karena bulan menghalangi matahari sementara koronanya tidak. Sayangnya pengujian demikian, bahkan dengan iming-iming 1 juta dollar dari James Randi, tidak dapat membuktikan adanya aura. Orang yang mengaku bisa melihat aura hanya semata menebak.
Begini loh, seperti gerhana matahari. Orang bisa melihat korona matahari dengan jelas saat gerhana karena bulan menghalangi matahari sementara koronanya tidak. Sayangnya pengujian demikian, bahkan dengan iming-iming 1 juta dollar dari James Randi, tidak dapat membuktikan adanya aura. Orang yang mengaku bisa melihat aura hanya semata menebak.
Aplikasi Kedokteran
Pertanyaan
 ketiga sepertinya tidak perlu dijawab lagi. Walaupun ada banyak orang, 
seperti Berverly Rhodes, yang memakai tongkat ajaib untuk membuat orang 
merasa sehat dengan terapi aura, di dunia kedokteran terapi aura tidak 
ada. Kenapa? Karena ia hanyalah mitos.
Langkah
 pertama dalam menguji klaim aura adalah mengetahui apakah sang 
paranormal bisa melihat aura tersebut. Kalau bisa, barulah kita 
memeriksa apakah penafsirannya benar atau salah. Dan seperti telah 
dibahas di atas, kemungkinan seorang paranormal yang mengaku melihat 
aura tidak lebih dari 50%. Semata menebak. Bahkan saat sang paranormal 
di iming-imingi hadiah 10 miliar rupiah. Jadi apa yang mau dipakai buat 
kedokteran coba?
Referensi:
2.      Hill, Donna L. et al.. Most Cases Labeled as “Retinal Migraine” Are Not Migraine  Journal of Neuro Opthalmology
4.      Abolala Soudavar, The Aura of Kings: Legitimacy and Divine Sanction in Iranian Kingship, Mazda Pub. 2003
5.       Deprez, L. et al.. “Familial occipitotemporal lobe epilepsy and migraine with visual aura”.  Neurology 2007;68:1995-2002
6. Hain, T.C. 2009. Migraine Aura,  
7.       Swami Panchadasi The Human Aura: Astral Colors and Thought Forms Des  Plaines, Illinois, USA:1912–Yogi Publications Society
9.      Randi, James. Flim-Flam! (Buffalo, New York: Prometheus Books,1982)
10.  LeadBeater, Charles: Man: Visible and Invisible, 1902
Sumber: FaktaIlmiah.com 
 

 
 
No comments:
Post a Comment