Metode ilmiah tidak jauh berbeda dari cara belajar kita sehari-hari tentang dunia ini. Tanpa benar-benar berpikir mengenal langkah atau standar, akal sehat mengambil proses bukti dan penalaran yang sama seperti yang diikuti ilmuan. Anda ingin minum susu, tapi susunya sepertinya tidak bagus. Ini adalah hipotesis. Jadi anda memeriksa tanggal di kemasan, dan mencium susunya, dan jelas, susunya sudah lama dan basi. Ini bukan hanya bukti yang mendukung hipotesis susu tidak bagus, ia juga menggunakan dua bukti dari sumber independen, tanggal dan bau. Dan buktinya sendiri ditafsirkan dengan bantuan pengetahuan dasar mengenai usia susu dan hubungan antara sensasi (bau) dan situasi (tidak bagus). Semua hal ini menunjukkan aspek dasar metode ilmiah, dan semua ini terjadi sepanjang hari saat kita berhadapan dengan lingkungan kita.
Dalam kehidupan sehari-hari seperti dalam sains, bila tidak ada bukti pendukung atau tidak ada bukti logis-matematis, maka tidak ada pengetahuan. Dan dimana bukti ternyata tidak konsisten, atau bukti dan teori tidak konsisten, hal yang terbaik adalah menunda penilaian. Sebagai contoh, bila susu baunya biasa saja, tapi sudah lewat tanggal kadaluarsa, akal sehat (common-sense) berkata “saya tidak tahu apakah susu ini sudah kadaluarsa atau tidak.” Keputusan lainnya akan menjadi spekulasi tanpa dasar. Inilah standar dimana kita hidup, dimana kita jujur dan bertanggung jawab, dan inilah standar di jantung metode ilmiah.
Dengan adanya keberlanjutan antara metode ilmiah dan akal sehat, tidaklah pintar memilah mana yang boleh dinilai standar ilmiah atau mana yang tidak. Menolak otoritas bukti dan logika, baik dalam bentuk percaya tanpa bukti atau percaya padahal bukti berkata sebaliknya, bukan hanya memalingkan wajah dari sains; ia memalingkan wajah dari akal sehat. Mengabaikan standar metode ilmiah dalam kasus tertentu sama saja mengabaikan standar berpikir sehat yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa alasan yang jelas untuk mengubah aturan bukti dan penalaran hanyalah berguna untuk kenyamanan diri. Ia tidak bertanggung jawab.
Penting untuk sadar kalau ada batasan potensial dari metode ilmiah. Deskripsi faktual berdasarkan bukti empiris tidak dapat mendukung kesimpulan evaluatif mengenai bagaimana seharusnya sesuatu. Ini adalah kesalahan naturalistik (naturalistic fallacy). Ada juga jenis versi balik kesalahan naturalistik mengenai bagaimana sesuatu itu, berdasarkan caranya anda berpikir mereka seharusnya. Namanya adalah pikiran menginginkan (wishful thinking). Contoh dalam kasus susu tadi adalah mengatakan bahwa “Ok, saya yakin susunya baik-baik saja.” Begitu juga argumen yang dimulai dengan asumsi kalau manusia itu spesial dan diciptakan khusus, lalu menyimpulkan kalau bumi pasti berada di pusat alam semesta dan diam.
Terdapat juga kesalahan generalisasi seperti apapun yang bukan 100% adalah tebak-tebakan murni. Kita sering mendengar teman kita berkata, “itu tidak pasti, hanya 88% saja,” dsb. Kita tidak dapat yakin dengan x, jadi begitu juga y. Ini adalah kesalahan berpikir generalisasi. Memang benar kalau kita tidak dapat yakin kalau x benar, namun ada banyak sekali bukti yang mendukung x (dan mungkin menentang y), jadi hal yang masuk akal dalam hampir semua kasus adalah menerima x.
Referensi:
P. Kosso, 2011. A Summary of Scientific Method, Springer Briefs in Philosophy, 1.
No comments:
Post a Comment