Apa rahasia kesuksesan sains dalam memahami dunia kita? Ternyata ada
hubungannya dengan mutu penjelasannya, demikian kata David Deutsch.
Selama
ribuan generasi, kita berada dalam kegelapan. Leluhur kita menatap
langit malam, bertanya-tanya apakah bintang itu, menggunakan mata dan
otak yang tidak ada bedanya secara anatomis dengan yang kita miliki
sekarang. Dalam setiap bidang lainpun, mereka mencoba mengamati dunia
dan memahaminya. Sering mereka menemukan pola sederhana di alam, namun
ketika mereka mencoba menemukan realitas apa yang ada di baliknya,
mereka gagal hampir sepenuhnya. Di saat zaman Pencerahan, mereka salah
percaya kalau kita mendapat pengetahuan ini dari bukti-bukti inderawi
kita atau membacanya dari Kitab Alam dengan melakukan pengamatan,
doktrin yang disebut empirisme.
Tapi
sains membutuhkan lebih dari sekedar empirisme. Penjelasan baru
membutuhkan kreativitas. Untuk menafsirkan titik di langit sebagai bola
putih panas berukuran jutaan kilometer, kita harus memiliki gagasan
terlebih dahulu. Hal itu terjadi lewat tebak-tebakan – namun tebakan
biasanya menghasilkan kesalahan, itu mengapa pengamatan mendasar dalam
sains, walau tidak seperti yang dipandang oleh empirisme. Manfaat
utamanya adalah membedakan antara teori yang telah ditebak sebelumnya
lewat penyusunan, penggabungan, pengubahan dan penambahan gagasan yang
telah ada.
Pengamatan membedakan
antara tebakan yang benar dan yang salah. Tebakan yang tidak dapat diuji
sudah pasti tidak ilmiah. Tapi tebakan yang diuji walaupun salah, belum
tentu tebakan yang ilmiah, tetapi tebakan yang benar sudah pasti
ilmiah. Ambil contoh mitos Yunani tentang asal usul musim dingin. Mitos
ini, walaupun salah, adalah penjelasan. Ia juga dapat diuji: bila musim
dingin disebabkan oleh kesedihan Demeter, maka ia harusnya terjadi
serentak di seluruh Bumi. Bila bangsa Yunani purba tahu kalau musim
panas terjadi di Australia di saat Demeter sangat sedih (musim dingin di
Eropa), mereka dapat menyimpulkan kalau penjelasan mereka salah.
Tapi
penjelasan tersebut dapat ditafsirkan ulang. Bisa saja Demeter
menggunakan udara dari Australia saat menangis sehingga salju turun di
Yunani. Dengan cara ini, mitos bisa dicocok-cocokkan dengan realitas.
Akibatnya, teori Demeter tidak membantu kemajuan, bahkan tidak ada
kemajuan sama sekali. Ia adalah teori yang buruk.
Teori yang baik adalah teori yang tidak dapat atau sulit ditafsirkan dengan cara lain (hard-to-vary explanations). Teori kemiringan sumbu memenuhi syarat ini. Sains adalah usaha untuk menemukan teori yang tidak dapat dicocologikan.
Ia memburu teori yang tidak dapat ditafsirkan dengan cara lain. Dengan
cara inilah sains maju, berbeda dengan mitos yang statis.
Solusi
selalu memunculkan pertanyaan baru. Kadang pertanyaan yang muncul lebih
banyak dari jawaban yang diperoleh. Ini juga yang menjadi sebab mengapa
sains harus selalu mencari penjelasan yang lebih baik dan semakin sulit
dicocologikan. Itulah, metode ilmiah. Seperti
dikatakan Richard Feynman: “Sains adalah apa yang telah kita pelajari
untuk tidak membohongi diri sendiri.” Karena kepastiannya untuk dapat
diuji secara eksperimental, tindakan memperoleh penjelasan baru dapat
mengendalikan kemajuan objektif bahkan dalam bidang non ilmiah. Inilah
apa yang telah terjadi di zaman Pencerahan. Walaupun para perintis era
tersebut tidak melakukannya dengan sempurna, hal itu tetap menjadi
semangat zaman ini. Itulah sumber segala kemajuan.
Referensi
David Deutsch, 2011. The Source of all Progress. New Scientist, 23 April 2011, hal. 30-31
Bacaan lanjut:
David Deutsch. 2011. The Beginning of Infinity.
Sumber: FaktaIlmiah.com
No comments:
Post a Comment