Kemarin tunangan saya menanyakan hal ini. Kenapa manusia ada? Jawaban
saya saat itu adalah karena Seleksi alam memaksa leluhur untuk
beradaptasi atau mati.
Individu yang mengalami mutasi yang menguntungkan pada leluhur manusia berhasil selamat dan berkembang biak. Sesederhana itu.
Namun
setelah cukup lama berpikir, ternyata keberadaan manusia di Bumi
sekarang tidak semata karena evolusi. Bila ditarik garis ke belakang, ke
masa lalu, maka ada serentetan peristiwa luar biasa yang menandai
kehadiran kita di Bumi. Mari kita telusuri ke masa lalu, apa saja yang
menyebabkan mengapa manusia ada.
What?
Tapi itu benar. Kita ada karena dunia ini kacau. Fenomena ini
dijelaskan oleh teori Chaos yang terkenal dengan istilah Butterfly
Effectnya. Pada dasarnya teori Chaos mengatakan, sedikit saja gangguan
pada sebuah sistem chaos, maka akan terjadi perubahan perilaku yang
drastis. Ambil contoh begini, bayangkan kalau hidung Cleopatra sedikit
saja lebih pesek atau sepatu kuda raja Richard III kurang satu, kerajaan
dapat runtuh, dan dunia akan sangat berbeda dari sekarang. Inilah efek
kupu-kupu, sesuatu yang sepele, ternyata bisa berakibat besar. Para
ilmuan mengamatinya pada sistem cuaca. Sedikit saja suhu di naikkan,
atau kelembaban udara turun satu angka pada posisi desimal, maka cuaca
menjadi berubah drastis. Analoginya seperti meletakkan satu demi satu
bulu di atas jembatan. Suatu saat, entah itu kapan, kamu cukup
meletakkan satu bulu, dan tiba-tiba jembatan menjadi runtuh karena
bebannya terlampaui. Karenanya, kita ada sekarang, dipengaruhi oleh
begitu banyak kekacauan di masa lalu, berbagai peristiwa kecil yang
terlihat sepele namun berdampak luas bagi hidup kita.
Dari
tak terhitung kekacauan yang terjadi di dalam sejarah, tentunya ada
peristiwa yang sangat kacau dan peristiwa yang tidak terlalu kacau.
Sebagai contoh, suhu di malam orang tua saya ML menentukan keberadaan
saya. Jika sedikit saja lebih dingin, saya tidak akan ada. Tapi tetap
ada manusia toh? Walaupun bukan saya, tapi ia tetap mirip orang tua
saya, dan mungkin mirip saya. Dia tidak akan mirip dengan, katakanlah
Zebra. Tentunya ada sebuah saat dimana kekacauan lebih berpotensi
menghasilkan kita daripada kekacauan jenis lainnya. Jadi, mari kita
tanyakan kembali, mengapa manusia ada?
Karena Ada Danau Toba
Anda mungkin sudah membaca tulisan kami tentang asal usul Danau Toba.
Disana kita sudah jelaskan peran letusan Toba terhadap evolusi manusia.
Danau Toba dulunya adalah supervolcano. Ia meletus sekitar 85 ribu
tahun lalu dan mempengaruhi Asia dan Afrika. Saat itu leluhur manusia
kita hidup kurang lebih stabil. Tapi dengan adanya letusan Toba, mereka
dipaksa untuk beradaptasi, atau mati. Kita diambang kepunahan waktu itu.
Seandainya para leluhur tidak mampu beradaptasi, kita tidak akan ada di
sini.
Saat itu daerah subur merupakan
harta karun bagi leluhur. Para leluhur berkompetisi dengan sesama
mereka maupun dengan primata lainnya. Inovasi seperti alat batu dan alat
tulang merupakan hal yang berharga. Alat membantu kita mendapatkan
makanan jenis baru. Bayangkan sebuah kayu panjang yang dapat menjatuhkan
mangga atau cangkul untuk menggali umbi-umbian.
Dengan
banyaknya tekanan seleksi yang menggoyang evolusi kita, perlahan
leluhur mulai berubah. Ucapan mereka, misalnya, dulu hanya sederhana,
mungkin hanya ah ih uh. Lama kelamaan menjadi kompleks, dan membentuk
bahasa kita. Dengan bahasa, gagasan-gagasan dapat lebih luas, cakrawala
lebih lebar dan lebih sedikit kesalahpahaman. Mutasi pada gen pembentuk
otak mengakibatkan beberapa leluhur mampu melakukan vokalisasi yang
lebih kompleks. Keturunannya mampu berbicara dengan kosakata lebih
banyak dan fleksibel dan meledakkan kendala komunikasi interpersonal.
Bahasa telah muncul.
Tapi saat ini manusia
sudah ada. Karenanya, mengapa manusia ada belum terjawab. Terjadinya
letusan Toba mungkin menjawab pertanyaan, mengapa manusia memiliki
teknologi, mengapa kita tidak seperti manusia purba, tapi tidak banyak
perbedaan antara manusia sekarang dengan 70 ribu tahun lalu. Kita masih
satu spesies, sama-sama Homo sapiens. Jadi, mengapa manusia ada?
Karena Pohon sedikit
Sebelum
sekitar 20 juta tahun lalu, Afrika Timur dipenuhi hutan rimba tropis
mirip Amazon. Leluhur kita berlompatan di pepohonan, menikmati lebatnya
pepohonan. Kemudian Bumi bergerak, magma di bagian bawah Ethiopia Utara
menggeser perlahan. Dalam 15 juta tahun kemudian, dua pegunungan raksasa
terbentuk dari utara ke selatan, masing-masing dengan tinggi 2
kilometer dari utara ke selatan. Dari Timur, angin yang datang dari
Samudera Hindia ditolak balik oleh pegunungan ini. Dari Barat, angin
yang datang dari Samudera Atlantik dan Kongo di tolak balik, juga oleh
pegunungan ini. Akibatnya, curah hujan menurun. Hutan rimba perlahan
berubah menjadi padang rumput yang luas.
Bagi
leluhur kita, tinggal di pohon tidak lagi nyaman. Pohon sedikit dan
populasi mereka bertambah. Berdesakan di pohon tidaklah baik. Kadang ada
yang jatuh dan tewas. Ada banyak jalan sebenarnya, tapi kebetulan,
sebuah mutasi memungkinkan leluhur untuk dapat berjalan, bukannya
berayun di pepohonan. Kemampuan berjalan memberi banyak kemudahan. Dan
tibalah saat itu, 6 juta tahun lalu, sebuah spesies primata belajar
berdiri dan berjalan dengan dua kaki.
Lingkungan
yang berubah cepat berarti evolusi primata ini tidak berhenti sampai
disini. Sekitar 2.5 juta tahun lalu, evolusi mengambil dua jalan.
Pertama menuju otak yang lebih besar agar dapat mencari cara lebih baik
untuk beradaptasi, kedua dengan mengembangkan rahang yang lebih besar
untuk memakan biji dan umbi yang keras. Strategi pertama memiliki
kekuatan terbesar. Manusia dengan rahang besar punah, sementara manusia
dengan otak besar, Homo habilis, bertahan. Dialah leluhur semua manusia
di Bumi sekarang.
Saat ini jawaban
kita pada pertanyaan: Mengapa manusia ada, adalah karena pepohonan
sedikit. Leluhur kita hidup di pohon, tanpa pohon mereka harus
beradaptasi, atau mati. Lalu mengapa leluhur yang hidup di pohon ini
ada? Mengapa primata ada?
Karena Dinosaurus Punah
Meteor
raksasa yang pernah kami bahas dalam dampak tumbukan meteor, yang kita
simulasikan jatuh di Bandung dan menghabisi umat manusia, jatuh sekitar
100 juta tahun sekali. Tapi justru keberadaan kita mungkin disebabkan
peristiwa yang sama, 65 juta tahun lalu.
Saat
itu, sebuah asteroid berdiameter 10 kilometer menghantam semenanjung
Yucatan di Meksiko masa kini. Karbon dan gas kaya belerang dari lapisan
batuan yang terhantam mencuat ke angkasa yang terbakar, langit
menghitam, Bumi mendingin dan hujan asam mengguyur. Dalam beberapa
bulan, seluruh spesies dinosaurus punah. Begitu juga beberapa spesies
reptil di lautan dan udara, amonita, sebagian besar burung dan tanaman
darat.
Separuh spesies mamalia ikut
punah. Yang bertahan hidup adalah mereka yang paling kecil dan lincah,
berlarian bersembunyi di balik batuan dan reruntuhan. Mereka pemakan
bangkai dan justru senang melihat punahnya dinosaurus. Di satu sisi
mereka tidak memiliki predator, di sisi lain, bangkai dinosaurus
berserakan di mana-mana. Sebuah pesta besar bagi mamalia kecil. Dalam
waktu singkat, mamalia berkembang biak, meluas di sekitar ekosistem air
tawar.
Merekalah para pewaris bumi.
Mamalia menggantikan kekuasaan dinosaurus di darat dan kemudian di laut.
Kita belum menguasai udara. Burung lebih cepat ke sana, sementara
kelelawar tidak terlalu mampu.
10 juta tahun setelah kepunahan dinosaurus,
mamalia menjalari segala jenis niche di darat, dengan berbagai jenis
adaptasinya, salah satunya di pepohonan, seperti leluhur kita. Tapi,
kenapa dinosaurus, mamalia dan semua hewan yang disebutkan di atas ada?
Karena Pemanasan Global
800
juta tahun lalu, seluruh daratan di Bumi tersatukan dalam superbenua
Rodinia. Super benua ini mulai retak, rusak di setiap pijakannya, akibat
aktivitas magma. Dari retakan-retakan tersebut melepaskan gas yang
mempengaruhi cuaca sehingga udara lebih dinamis dari sebelumnya.
Samudera dipenuhi nutrisi, sama halnya dengan suburnya daerah sekitar
gunung berapi sekarang. Populasi Cyanobacteria meledak. Karena
cyanobacteria adalah bakteri fotosintesis,
maka ini berarti terjadi ledakan oksigen di mana-mana. Sampah
fotosintesis ini menjalari atmosfer Bumi. Ya, oksigen adalah sampah. Ia
hasil buangan dari proses fotosintesis tumbuhan.
Fotosintesis
membutuhkan karbon dioksida. Akibatnya, karbon dioksida disedot dari
Bumi oleh para cyanobacteria. Bumi pun mengalami pendinginan global.
Sebuah periode yang disebut ilmuan “snowball earth”. Mahluk-mahluk ber
sel satu menggigil kedinginan dan mati, beberapa ber evolusi,
memunculkan tipe sel baru yang lebih kompleks.
Mereka
adalah ganggang hijau dan lumut kerak. Perlahan mereka berusaha hidup
di daratan. Keseimbangan tercapai saat banyak cyanobacteria sendiri
mati. Karbon dioksida kembali bertambah. Mulailah pemanasan global.
635
juta tahun lalu, pemanasan global membuat Bumi yang tertutup salju
mulai mencair. Es menarik diri dari khatulistiwa menuju ke kutub.
Daratan terbuka dan para lumut kerak bergembira. Mereka menancapkan
akarnya (hifa) di bebatuan. Pelapukan biologi, kimia dan fisika terjadi
di daratan dan mengubah batuan menjadi tanah. Sisa pelapukan terbasuh
dari daratan ke lautan, dan lautan ikut merasakan kegembiraan atas
limpahan nutrisi.
Lumut kerak terus
memangsa batuan dan aliran nutrisi ke lautan terus menjejalkan
kenikmatan pada para bakteri fotosintesis. Oksigen pun melonjak kembali
hingga pada persentase sekarang.
580
juta tahun lalu, leluhur hewan pertama muncul, lalu leluhur tanaman
berdaun. Mereka pada gilirannya kelak akan memiliki keturunan yang dapat
berdiri di tepi pantai, menghirup segarnya udara yang dibawakan angin
laut.
Sekarang pertanyaannya adalah,
mengapa ada ganggang hijau dan
lumut kerak?
mengapa ada ganggang hijau dan
lumut kerak?
Karena Ada Benturan Dua Mikroba
Kehidupan
di bumi didominasi dua jenis sel: prokariota (bakteri dan arkea) yang
hanyalah sebuah tas kimiawi, dan eukariota, sel dengan berbagai
perlengkapan tempur untuk hidup lebih baik (selaput internal, sistem
rangka dan transportasi). Bakteri terbesar di dunia hanyalah kurang dari
satu milimeter, tapi sel eukariota terbesar (telur) bisa mencapai
hampir satu meter. Para bakteri hanya mampu paling bisa membuat untai
sel-sel sejenis dirinya, tapi sel eukariota mampu bekerja sama membuat
segalanya mulai dari otak, daun, tulang dan kayu.
2
miliar tahun lalu, yang ada hanyalah bakteri dan arkea. Keduanya adalah
prokariota. Lalu kejadian aneh terjadi. Seekor arkea yang sedikit
berbeda dari leluhurnya berbenturan dengan seekor bakteri. Proses kimia
membuat mereka berikatan dan tidak dapat lepas. Merekapun bersimbiosis,
dan jadilah eukariota pertama. Sang Bakteri itu sendiri bertugas sebagai
pembangkit energi sel. Ia ber evolusi menjadi mitokondria.
Istilah
simbiosis di dalam sel tersebut adalah endosimbiosis. Kloroplas
misalnya, dulu adalah bakteri fotosintesis yang hidup bebas. Ia ikut
serta dalam parade sel jenis baru. Satu demi satu kelompok kerjasama ini
terbentuk dan hidup bersama bentuk-bentuk sel tunggal di lautan.
Bedanya, sel eukariota mampu bekerja sama dengan sel eukariota lain,
membentuk apa yang kita sebut mahluk multiseluler.
Lalu, kenapa ada bakteri dan arkea?
Karena Bumi Disiram dengan Bom
Misi
ke bulan memberikan kejutan bagi kita. Kawah-kawah raksasa di sana
ternyata usianya sama. Usia mereka 3.9 miliar tahun. Apa artinya ini?
Ini berarti 3.9 miliar tahun lalu terjadi sebuah pengeboman
besar-besaran di Bulan. Sangat jelas kalau ini juga berarti hal yang
sama terjadi di Bumi. Bumi lebih besar, hanya saja kawahnya habis
terkikis proses dinamika planet ini.
Tidak jelas mengapa
terjadi peristiwa pengeboman saat itu. Ada yang menduga kalau terjadi
resonansi gravitasi di empat planet raksasa: Yupiter, saturnus, uranus
dan Neptunus. Posisi orbit mereka sedemikian rupa sehingga keseimbangan
diantaranya terganggu sebentar. Akibatnya, asteroid-asteroid tak berdaya
di sekitarnya terlontar ke tata surya dalam, termasuk Bumi.
Sangat
mungkin kalau diantara bom-bom raksasa penghajar Bumi itu salah satunya
atau beberapa adalah komet. Mereka terbentuk jauh lebih dalam di
pinggiran tata surya dan karenanya membawa air beku di dalam perutnya.
Air tersebut terbongkar saat mereka menghantam Bumi dan menjadi air
pertama di Bumi.
Saat pengeboman
berakhir, wajah Bumi benar-benar kacau. Berantakan dengan berbagai kawah
berisi lahar di mana-mana. Seiring waktu, orbit stabil dan Bumi
mendingin. Di dalam kawah-kawah saksi bisu tumbukan kejam itu, mulailah
air dari komet mencair dan menjadi oasis-oasis tempat lahirnya kehidupan
pertama di planet Bumi.
Bila sebelum
pengeboman terjadi ternyata sudah ada kehidupan di Bumi, maka pengeboman
tersebut mungkin menyapu kehidupan, menyisakan bakteri-bakteri yang
paling tahan terhadap panas. Kita melihat bukti ini dari bulan. Lalu
kenapa bulan ada?
Karena Bumi Ditampar
4.5
miliar tahun lalu, bumi hanyalah bayi planet yang rentan. Sementara di
mana-mana berterbangan bebatuan raksasa yang tidak jelas arahnya. Satu
di antaranya menampar bumi. Sang penampar berukuran lebih kecil. Saat ia
menghantam Bumi, sebagian dirinya tertanam di planet ini, sebagian lagi
terlontar balik ke luar angkasa. Inilah bulan, yang engkau lihat di
langit malam.
Pasangan
Bumi-Bulan tidak ada bandingnya di Tata Surya. Planet lain punya
satelit yang jauh lebih kecil darinya. Tidak heran Yupiter sang raksasa
punya puluhan satelit. Mereka umumnya berasal dari batu-batu kecil yang
terjebak di titik gravitasi dan menumpuk, atau berasal dari batuan yang
lewat terlalu dekat dengan planet hingga tertarik dan tak dapat lepas.
Keberadaan
Bulan mencegah perubahan liar dalam pola pemanasan Matahari di
permukaan Bumi. Akibatnya Bumi tidak mengalami ayunan iklim yang ganas.
Bumi juga tidak mengalami perubahan suhu yang drastis dimana Bumi
membeku sepenuhnya. Kondisi yang ideal untuk berkembangnya kehidupan.
Selanjutnya, kenapa ada Bumi, Bulan dan Matahari, dan planet-planet di Tata Surya?
Karena Ada Bintang yang Meledak
Alam
semesta dipenuhi hidrogen, helium dan debu di mana-mana. 4.6 miliar
tahun lalu, Salah satu pojok yang padat dengan adukan ini mendapatkan
limpahan energi. Petunjuknya datang dari meteorit. Berbeda dengan batuan
asli planet Bumi, meteorit nyaris tidak berubah semenjak ia diremas
saat Tata Surya terbentuk. Meteorit tua ditemukan mengandung banyak
besi-60, sebuah isotop radioaktif berat. Hanya ada sedikit sekali
fenomena yang bisa menyebabkan isotop ini terbentuk di antariksa. Yang
paling mungkin adalah supernova. Ledakan bintang raksasa. Ia ibarat
goresan korek api untuk menyalakan sumbu bom evolusi di Tata Surya. Awan
gas yang merupakan adukan hidrogen, helium dan debu kita terusik dan
terkompres. Teori lain mengatakan kalau tidak lah perlu supernova. Bukti
menunjukkan sambaran angin bintang raksasa yang cukup dekat dengan awan
gas ini dapat memicu pembentukan Tata Surya. Bintang tersebut sendiri
mungkin sudah berjalan dalam orbitnya entah kemana, menyisakan tungku
bintang menyala di tengah awan gas yang baru di ganggunya. Dan
terbentuklah matahari, bersama planet-planetnya.
Lalu mengapa bahan seperti hidrogen, helium dan debu itu ada? Dengan kata lain, mengapa materi ada?
Karena Tidak Segalanya Diciptakan Berpasangan
Bila
segalanya berpasangan, maka tidak akan ada materi. Idealnya setiap
partikel yang tercipta dalam Big Bang memiliki anti partikel. Saat
keduanya bertemu, terjadi penghancuran satu sama lain, dan dua foton
energi tinggi saja yang tersisa. Alam semesta seharusnya berisi lautan
cahaya. Itu saja.
Memang
ada sedikit kecenderungan ke arah satu sisi saat penghancuran diri
partikel vs anti partikel. Tapi hal ini sangat tidak cukup menjelaskan
kelimpahan materi di alam semesta sekarang. Entah mengapa tidak semua
partikel memiliki anti partikel saat Big Bang, 13.75 miliar tahun lalu.
Menurut para ahli fisika teoritis, tampaknya alam semesta kita kebetulan
memiliki variabel yang sedikit memungkinkan materi. Ia cukup untuk
membuat materi ada tapi tidak cukup untuk membuat seluruhnya materi
(tanpa cahaya). Dalam tak terhingga alam semesta, ada yang seluruhnya
lubang hitam, ada yang seluruhnya cahaya, ada sedikit yang mengandung
materi dan cahaya. Salah satunya alam semesta kita.
Jadi, mengapa alam semesta seluas ini?
Karena Alam Semesta Berinflasi
Cukup
0.000 000 000 000 001 detik mundur dari saat anihilasi materi – anti
materi kita sebelumnya. Bila model semesta inflasi benar, maka saat ini
alam semesta diselubungi medan inflasi yang mengendalikan ekspansi
eksponensial alam semesta hanya dalam periode 10-32 detik. Ia merentangkan alam semesta kita menjadi datar dan seragam.
Pengembangan
mendadak ini dipengaruhi efek kuantum. Gejolak kuantum membuat satu
daerah sedikit lebih padat dari daerah lainnya. Hasilnya adalah
bolongan-bolongan di alam semesta kita, yang disebut void. Seratus juta
tahun cahaya ke segala arah kita, ada daerah kosong yang begitu besar,
gelap, tanpa galaksi, tanpa bintang. Bila variasi ini sedikit saja lebih
kecil, maka kita tidak akan ada.
Semua
variasi ini tampaknya acak dan sebagian besar fisikawan percaya kalau
fluktuasi kuantum sama sekali tidak memiliki sebab. Ia adalah sifat
dasar alam semesta.
Pada akhirnya adalah pertanyaan mengapa alam semesta ada?
Tidak Ada Satu Orang pun yang Tahu
Ya.
Ini tampaknya jawaban yang tidak diinginkan. Kita memang ingin tahu.
Tapi sains tidak dapat menjawabnya. Sains cukup berbesar hati, dengan
segala metode dan teknologi paling maju dan otak paling brilian di alam
semesta, kita belum tahu mengapa alam semesta ada. Yang kita punya
hanyalah setumpuk karya ilmiah fisika teoritis tanpa bukti eksperimental
sama sekali. Memang kita berusaha, para ilmuan sibuk menguji model
standar di LHC dan laboratorium-laboratorium. Mereka juga menatap ke
antariksa dengan berbagai teleskop super tajam.
Beberapa
dari kita tampak gatal untuk menjawab tanpa pengetahuan. Seorang teman
mengatakan, karena Tuhan ada. ia menciptakan alam semesta. Hal ini saya
katakan kurang pengetahuan karena well, memang tidak memerlukan
pengetahuan untuk mengatakan hal tersebut. Ambil contoh petir. Jaman
dahulu orang tidak tahu tentang petir, maka mereka mengatakan Tuhan
sedang marah. Sekarang kita tahu kalau petir adalah peristiwa alam
biasa.
Begitu pula fenomena Big Bang.
Apa yang kita tahu adalah alam semesta mengembang ke segala arah.
Karenanya bila dimundurkan ke masa lalu, ia akan berukuran sangat kecil.
Sedemikian kecil hingga satu titik dimana hukum fisika yang kita
ketahui runtuh. Suatu yang disebut skala Planck yang terdiri dari
panjang minimum dan waktu minimum (panjang Planck dan waktu Planck)
Bagaimana
alam semesta pada panjang lebih kecil dari panjang Planck? Bagaimana
alam semesta sebelum waktu Planck? Inilah dimana pengetahuan kita
kurang. Kita belum cukup pandai. Yang dibutuhkan adalah pengetahuan yang
lebih banyak, bukannya menjawab tanpa pengetahuan.
Para
ilmuan paling brilian berdebat tentang apa yang ada dalam skala Planck.
Ada yang bilang kalau ruang, waktu, dan hukum fisika berada dalam
singularitas dimana segalanya muncul dari ketiadaan. Ada juga yang
bilang kalau alam semesta kembali mengembang dalam siklus kembang –
kempis tiada akhir (osilasi).
Jika
seandainya Tuhan menciptakan alam semesta, lalu siapa menciptakan Tuhan?
Sejauh yang kita tahu, alam semesta bukan hanya ada satu. Ada tak
terhingga alam semesta. Apakah Tuhan juga menciptakan tak terhingga
banyaknya alam semesta tersebut? Ataukah Ia ada di salah satu alam
semesta? Apakah ia mengikuti hukum fisika ataukah ia membuat hukum
fisika? Lalu dengan hukum apa ia membuatnya? Dst dst
Seperti
yang anda lihat. Solusi Tuhan adalah sebuah jalan buntu. Tidak ada lagi
kegembiraan akan penemuan baru, dan tidak ada lagi semangat petualangan
ilmiah. Ketiadaan ilmu, itulah yang dicerminkan dari solusi Tuhan.
Mungkin
benar apa yang dikatakan Stephen Hawking, alam semesta ada karena
adanya hukum dasar fisika seperti gravitasi. Setiap saat tercipta alam
semesta dengan segala variasi yang mungkin ada, saling bertumpuk satu
di dalam yang lain. Sekarang dengan semangat inkuiri kita, kita bisa
berjuang mencari alam semesta lain tersebut, dan bahkan mungkin membuat
alam semesta kita sendiri di lab.
Apakah
sekarang anda masih bertanya dari mana hukum tersebut ada? Pelajarilah
hukumnya sebelum bertanya ia datang dari mana. Ia adalah batas tertinggi
logika kita, dan sekarang kita sedang mendakinya. Mungkin anda akan
menyadari kalau hukum demikian tidak mungkin diciptakan. Sama tidak
mungkinnnya dengan memasukkan gajah afrika kedalam telur ayam.
Referensi
1. Terrence Deacon. 1997. The Symbolic Species: The Coevolution of Language and the Brain.
2. Jonathan Holmes and Mark Maslin. 2009. Stable Isotopes and Palaeoclimatology, Blackwell Publishing
2. Jonathan Holmes and Mark Maslin. 2009. Stable Isotopes and Palaeoclimatology, Blackwell Publishing
3. Francis A. Macdonald,Mark D. Schmitz,James L. Crowley, Charles F. Roots, David S. Jones, Adam C. Maloof, Justin V. Strauss, Phoebe A. Cohen, David T. Johnston, Daniel P. Schrag. 2010. Calibrating the Cryogenian. Science vol 327, p1241
4. Hough, M., Shields, G.A., Strauss, H., Evins, L., Henderson, R.A. and Mackenzie, S. (2006): A major sulphur isotope event at c. 510 Ma: a possible anoxia-extinction-volcanism connection during the Early-Middle Cambrian transition? Terra Nova 18, 257-263.
5. Lane, Nick. 2009. Life Ascending: The Ten Great Inventions of Evolution. WW Norton/Profile
6. K. Tsiganis, R. Gomes, A. Morbidelli & H. F. Levison. 2005. Origin of the orbital architecture of the giant planets of the Solar System. Nature vol 435 p. 459
7. Cockell C.S 2006. The origin and emergence of life under impact bombardment. Phil. Trans. R. Soc. B. 361, 1845–1856.
8. N. Gorlova, Z. Balog, G. H. Rieke, J. Muzerolle, K. Y. L. Su, V. D. Ivanov, and E. T. Young. Debris Disks in NGC 2547. The Astrophysical Journal vol 670 p 516
9. S. Tachibana and G. R. Huss. 2003. The Initial Abundance Of 60fe In The Solar System. The Astrophysical Journal vol 588 p L44
10. Stephen Battersby et al. An Unlikely Story. New Scientist, 25 September 2010, pp. 36 – 43
11. Rebecca Newberger Goldstein. 2010. 36 Arguments for the Existence of God: A Work of Fiction. Pantheon.
12. Stephen Hawking and Leonard Mlodinow. 2010. The Grand Design. Bantam
13. Space and Motion. 2010. Metaphysics of Evolution
14. Victor J. Stenger. 1997. Intelligent Design: Humans, Cockroaches, and the Laws of Physics
15. European Southern Observatory – ESO (2009, April 21). Lightest Exoplanet Yet Discovered. ScienceDaily
16. Mike Ely. 2010. More Bushiness to Human Lines: A Million Year Old Exit from Africa.
17. Enard et al. A Humanized Version of Foxp2 Affects Cortico-Basal Ganglia Circuits in Mice. Cell, 2009;
18. Geological Society of America (2007, October 30). Volcanic Eruptions, Not Meteor, May Have Killed The Dinosaurs. ScienceDaily
19. National Science Foundation (2009, July 16). Classifying ‘Clicks’ In African Languages To Clear Up 100-year-old Mystery. ScienceDaily
20. Tyler W. Beatty, J-P Zonneveld and Charles Henderson. Anomalously diverse Early Triassic ichnofossil assemblages in northwest Pangea: A case for a shallow-marine habitable zone. Geology, 2008; 36 (10): 771
21. University of Arizona (2007, July 13). Giant Outer Extrasolar Planets Are Rare, Survey Suggests. ScienceDaily.
22. NASA (2009, May 19). Astronauts Complete Hubble Repairs In Final Spacewalk. ScienceDaily.
23. Mark Tegmark. 2003. Parallel Universes, Scientific American May 2003 issue
Sumber: FaktaIlmiah.com
No comments:
Post a Comment