Berikut  adalah bagian terakhir dari sebuah makalah panjang yang ditulis seorang  teman untuk bahan diskusi lintas disiplin dengan tema Tuhan dan masa  modern. Bagian ini merangkum keseluruhan artikel.
Beberapa  fisikawan besar seperti Susskind dan Weinberg tertarik dengan masalah  multijagad karena gagasan ini tidak membutuhkan Tuhan lagi sebagai  penjelasan desain kosmis (Carr, 2007:16). Walau begitu, Robin Collins  (2007) menegaskan kalau eksistensi multijagad tidak melarang adanya  Tuhan. Menurutnya mengapa tidak sang Pencipta bertindak lewat skema  multijagad. Namun pesimistis juga muncul, Neil Manson (2003) menuduh  kalau multijagad adalah pertahanan terakhir bagi ateis. Tentu bagi yang  netral, kembali, tidak peduli multijagad ada atau tidak, sains tidak  akan pernah mampu membuktikan ada tidaknya Tuhan. Dan karenanya, bahkan  fisikawan religius pun, tidak mendasarkan keyakinan adanya Tuhan pada wahyu ilmiah (Wilbur, 2001).
Sekarang  tampaknya pertanyaan dimana posisi Tuhan di alam semesta menjadi tidak  relevan. Pertanyaannya sekarang adalah, seperti apa itu sederhana?  Apakah Tuhan sederhana atau multijagad yang lebih sederhana? Lebih jauh,  haruskah Tuhan dan alam semesta harus sederhana? Sejauh sains dan Tuhan  dijadikan pegangan, mungkin jawaban yang paling kompromistis adalah  “Tuhan tidak punya pilihan” dalam menyetel alam semesta ini, seperti  yang dikatakan Einstein (Bennet dan Shostak, 2012:70).
Referensi:
Bennet, J., Shostak, S. 2012. Life in the Universe. 3rd Edition. Addison-Wesley
Carr, B. 2007. Universe or Multiverse. Cambridge: Cambridge University Press
Collins, R. 2007. The Multiverse Hypothesis: A Theistic Perspective. in B. J. Carr, ed., Universe or Multiverse? Cambridge: Cambridge University Press. pp. 459-481
Manson, N.A. 2003. God and Design. London: Routledge
Wilbur, K. 2001. Quantum Questions: Mystical Writings of the Worlds Greatest Physicist. Boston: Shambala
Sumber: FaktaIlmiah.com
No comments:
Post a Comment