Berikut adalah bagian ketujuh dari sebuah makalah panjang yang ditulis seorang teman untuk bahan diskusi lintas disiplin dengan tema Tuhan dan masa modern. Bagian ini lansekap teori kosmologi fraktal.
Bayangkan sebuah segitiga. Lalu ada empat segitiga kecil di dalam segitiga besar tersebut. Kemudian, di dalam segitiga kecil tersebut ada empat segitiga yang lebih kecil lagi. Dalam segitiga yang lebih kecil itu ada lagi empat segitiga yang lebih kecil lagi, dan seterusnya tanpa akhir. Kembali ke segitiga besar, ia ternyata hanya sebuah segitiga dari empat segitiga besar dalam segitiga yang lebih besar. Dan pembesaran ini terus berulang semakin besar. Segitiga di dalam segitiga di dalam segitiga, setiap segitiga sama bentuknya hanya beda ukurannya (Lihat Gambar 7). Inilah fraktal, objek geometri dengan bentuk replikasi diri dalam skala berbeda.
Gambar 7: Segitiga Fraktal atau
disebut juga Gasket Sierpinski
(sumber: Harris dan Stocker, 1998)
disebut juga Gasket Sierpinski
(sumber: Harris dan Stocker, 1998)
Bagaimana jika alam semesta kita yang mencakup multijagad tingkat satu, hanya merupakan satu jagad dari tak terhingga jagad raya dalam satu jagad yang lebih besar. Alam semesta kita adalah satu segitiga besar di dalam segitiga yang lebih besar lagi. Multijagad fraktal, dimana alam semesta kita di dalam alam semesta lain dan alam semesta tersebut berada di dalam alam semesta lain dan seterusnya tanpa akhir (ad infinitum), merupakan versi multijagad yang mengeksploitasi ruang dimensi tinggi. Dalam multijagad tingkat satu (jagad raya sesungguhnya), kita secara teoritis dapat datang ke volume Hubble yang lain, apabila kecepatan memungkinkan. Kita dapat hidup di sana karena perbedaan antar jagad hanya dalam massa materi dan kepadatan materi. Walau begitu, dalam jagad fraktal, alam semesta sepenuhnya terpisah. Masing-masing diatur oleh hukum fisika efektif yang berbeda. Lebih jauh lagi, alam semesta level pertama kita sudah tak terhingga luasnya. Bagaimana keluar dari sesuatu yang tak terhingga?
Hal ini berangkat dari teori inflasi pula, dan didukung oleh oleh teori string (Susskind, 2003:12), yaitu fakta kalau jagad raya kita mengembang. Jika ia mengembang, maka ada sebuah ruang yang terisi. Sebuah balon tidak akan mengembang jika tempat ia mengembang sudah dipenuhi oleh dirinya. Karena ada ruang untuk jagad raya mengembang, maka ruang ini juga memiliki daerah kosong untuk menjadi daerah pengembangan lanjutan. Bagaimana jika ruang kosong tempat pengembangan alam semesta itu tak terhingga. Ada tak terhingga ruang kosong dan jagad raya level 1 kita hanya menempati sangat kecil sekali ruang. Dalam ruang kosong yang sangat luas tadi, dapat ada alam semesta lain yang mengembang. Akibatnya, dalam ruang pengembangan jagad raya terdapat tak terhingga jagad raya yang mengembang. Semua berawal dari Big Bang nya masing-masing dan tidak harus Big Bangnya terbentuk 12,8 miliar tahun lalu seperti alam semesta kita. Malah, Big Bang terjadi setiap saat. Ada tak terhingga jagad raya gelembung yang terpisah satu sama lain.
Tetapi jumlah jagad raya tak berhenti sampai di sini. Fakta lain selain jagad raya mengembang adalah ia mengembang abadi (Linde, 1990; Vilenkin, 1083; Starobinsky, 1986; Goncharov, Linde, dan Mukhanov, 1987; Salopek dan Bond, 1991; Linde, Linde, dan Mezhlumian, 1994). Karena pengembangannya abadi, maka suatu saat dalam wilayah pengembangannya, akan mungkin muncul Big Bang. Artinya Big Bang di dalam Big Bang. Hal ini sejalan dengan segitiga kecil di dalam segitiga besar dimana kita adalah segitiga besar tersebut. Ada aspek menarik dari hipotesis ini, kita suatu saat dapat mengamati kemunculan alam semesta baru di dalam alam semesta kita, gelembung di dalam gelembung.
Ide lain bagaimana alam semesta muncul di dalam alam semesta adalah lewat lubang hitam. Smolin (1997) mengajukan kalau lubang hitam di alam semesta kita, memiliki lubang putih di alam semesta lain atau tempat lain di alam semesta kita. Setiap materi yang masuk ke dalam lubang hitam mewujud di lubang putih sebagai Big Bang baru. Karena materi terus menerus masuk ke dalam lubang hitam, maka Big Bang terus menerus terjadi di satu titik tetap di mulut lubang putih. Akibatnya, akan terwujud alam semesta bawang dimana satu lapisan alam semesta berada di dalam lapisan alam semesta lain, seperti halnya bawang ataupun boneka Matrioskha.
Selain berbeda ukuran, beberapa gelembung pada akhirnya tidak akan berkembang lebih jauh. Beberapa bahkan akan runtuh menuju Big Crunch (kebalikan dari Big Bang). Kecepatan pengembangannya juga dapat berbeda-beda. Hal ini disebabkan tiga skenario yang mungkin dari geometri alam semesta dari masing-masing gelembung (Lihat kembali Gambar 5) yaitu terbuka, tertutup, dan datar. Alam semesta kita telah terbukti datar, pengembangan melambat tapi tidak pernah berhenti, tapi alam semesta lain dapat terbuka, dimana pengembangan terus semakin dipercepat, atau tertutup, dimana pengembangan pada akhirnya berhenti dan menjadi pengerutan (Linde, 1994).
Walaupun waktu yang ada mungkin tak terhingga, seiring bertambahnya waktu, jumlah jagad raya akan semakin banyak. Hal ini karena setidaknya ada satu alam semesta terbuka atau alam semesta datar lahir setiap saat, dan alam semesta tipe ini tak pernah berhenti mengembang. Dan alam semesta dari dua jenis ini adalah alam semesta yang produktif dalam membentuk Big Bang baru.
Mutijagad Level 2 menyanggah argumen penyetelan halus lebih jauh lagi. Jika sebelumnya, multijagad Level 1 menyanggah kalau Tuhan memilihkan massa partikel dan kepadatan jagad raya agar terbentuk kehidupan dengan menyatakan seluruh massa dan kepadatan yang mungkin itu ada entah di mana dalam alam semesta tak terhingga, maka multijagad gelembung menyanggah kalau Tuhan memilihkan dimensi ruang waktu yang ada agar terbentuk kehidupan. Dalam setiap Big Bang baru, struktur ruang waktu di alam semesta yang akan terbentuk kemudian diacak dan semua kemungkinan dimensi muncul. Tentu saja, jagad dengan 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu masih yang paling mungkin menerima kehidupan kompleks seperti kita ketimbang ruang dengan kombinasi dimensi ruang dan waktu lainnya. Tetapi karena ada tak terhingga jagad raya, maka tak terhingga pula jagad raya dengan 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Akibatnya, Tuhan tidak perlu memilihkan, kehidupan adalah konsekuensi dari dunia dengan 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu (Lihat Tabel 3). Dan ini juga menjalar ke konstansta-konstanta lain yang menjadi dasar sistem fisika dunia tersebut karena dimensionalitas mempengaruhi batas-batas yang mungkin dari nilai-nilai tersebut (Barrow dan Tipler, 1986:259).
Dalam dunia dengan dimensi waktu lebih atau kurang dari 1, persamaan diferensial parsial alam akan kekurangan sifat hiperbolisitas yang memungkinkan pengamat melakukan prediksi. Dunia demikian menjadi kacau. Dalam dunia dengan dimensi ruang lebih dari tiga, tidak dapat ada atom tradisional (atom dalam makna lain mungkin ada) dan mungkin strukturnya tidak stabil. Sebaliknya, dunia dengan dimensi ruang kurang dari tiga tidak memungkinkan gravitasi dan terlalu sederhana bagi kehidupan (Tegmark, 1997). Bisa dibayangkan hal ini dengan melihat kalau dunia dengan dimensi ruang (-1) adalah ketiadaan mutlak, dunia dengan dimensi ruang 0 adalah titik, dunia dengan dimensi ruang 1 adalah garis (panjang), dan dunia dengan dimensi ruang 2 adalah bidang (panjang x lebar). Kita hidup di dunia dengan dimensi ruang 3 yang merupakan volume (panjang x lebar x tinggi).
Jumlah Dimensi Ruang
| |||||||
Jumlah Dimensi Waktu
|
0
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
| |
0
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
| |
1
|
Kacau
|
Terlalu Sederhana
|
Terlalu Sederhana
|
Kita Hidup Disini
|
Tidak stabil
|
Tidak stabil
| |
2
|
Kacau
|
Terlalu Sederhana
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
| |
3
|
Kacau
|
Hanya Tachyon
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
| |
4
|
Kacau
|
Tidak stabil
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
| |
5
|
Kacau
|
Tidak stabil
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Kacau
|
Tabel 3: Kombinasi Dimensi Waktu dan Ruang yang Mungkin (Sumber: Tegmark, 1997)
Argumentasi multijagad merupakan bagian dari struktur argumentasi yang lebih besar yang diwacanakan sejak tahun 1974 oleh Carter. Argumentasi ini disebut prinsip antropik. Ia merupakan jawaban sains terhadap masalah argumen sebab Tuhan. Sementara argumen sebab Tuhan bicara kalau kebetulan-kebetulan (massa, kepadatan, dimensi) alam semesta memungkinkan manusia hidup adalah karena Tuhan membuatnya demikian agar kita bisa ada, argumen Antropik bicara kalau kebetulan-kebetulan tersebut adalah bagian dari struktur jagad raya. Ia mengajukan dua prinsip yaitu prinsip antropik lemah (PAL) dan prinsip antropik kuat (PAK). PAL menyatakan kalau: Kita harus bersiap menghadapi fakta kalau lokasi kita di alam semesta perlu ada agar sesuai dengan keberadaan kita sebagai pengamat. PAK menyatakan kalau: Alam semesta (dan parameter dasar yang tergantung padanya) harusnya sedemikian hingga memungkinkan adanya pengamat dalam salah satu tahapnya. Dengan kata lain, kita ada karena alam semesta seperti ini ada, bukan alam semesta seperti ini ada karena kita ada (diinginkan Tuhan). Pada perkembangannya, prinsip ini memiliki sekitar 30 versi hingga sekarang (Stenger, 2009).
Dengan adanya multijagad tingkat 1 dan tingkat 2, tampaknya ahli kosmologi telah cukup menghanguskan argumen penyetelan halus yang bersebab Tuhan. Namun masih ada multijagad tingkat 3 dan tingkat 4.
Referensi:
Barrow, J.D., and F. J. Tipler, 1986. The Anthropic Cosmological Principle. Oxford: Clarendon Press
Goncharov, A.S., A. D. Linde, and V. F. Mukhanov, 1987. The Global Structure Of The Inflationary Universe. International Journal of Modern Physics A, 2, 561
Harris, J. W. and Stocker, H. 1998. “Sierpinski Gasket.” §4.11.7 in Handbook of Mathematics and Computational Science. New York: Springer-Verlag, p. 115
Linde, A.D., D. A. Linde, and A. Mezhlumian, 1994. From the big bang theory to the theory of a stationary universe. Physical Review D, 49, 1783
Linde, A., 1994,The Self-Reproducing Inflationary Universe, Scientific American, 271, 32
Linde, A.D. 1990. Particle Physics and Inflationary Cosmology. Switzerland: Harwood.
Salopek, D.S and J. R. Bond, 1991. Stochastic inflation and nonlinear gravity. Physical Review D, 43, 1005
Smolin, L. 1997. The Life of the Cosmos. Oxford: Oxford Univ. Press
Starobinsky, A.A. 1986, Stochastic de sitter (inflationary) stage in the early universe. in Current Topics in Field Theory, Quantum Gravity and Strings, Lecture Notes in Physics, vol. 246, ed. H. J. de Vega H J and N. Sanchez, Heidelberg: Springer
Stenger, V. 2009. The Anthropic Principle. In The Encyclopedia of Nonbelief. Prometheus Books.
Susskind, L. 2003. The Anthropic Landscape of String Theory. hep-th/0302219
Tegmark, M. 1997. On the Dimensionality of Spacetime. Class. Quantum Grav. 14, L69-L75
Vilenkin, A. 1983. The Birth Of Inflationary Universes. Physical Review D, 27, 2848
Sumber: FaktaIlmiah.com
No comments:
Post a Comment