Sejak Dr. Michio Kaku membahas ruang hiper dalam bukunya,
Hyperspace, tahun 1994, berbagai hasil penelitian antara tahun 2000 dan
2003 membahas lebih jauh berbagai unsur ruang hiper. Untuk memperoleh
suatu perkenalan tentang berbagai hasil penelitian terkini itu, kami
akan meringkaskan info terkait dari beberapa nomor terbitan suatu
majalah ilmiah bergengsi terbitan AS: Scientific American.
Alam Semesta Mungkin Terletak pada Membran
Alam semesta yang bisa kita lihat mungkin terletak pada sebuah membran atau selaput yang mengapung di dalam suatu ruang dimensional yang lebih tinggi. Dimensi-dimensi tambahan ini bisa menolong menyatukan forsa-forsa alam dan bisa berisi alam-alam semesta paralel.
Menurut definisi umumnya, membran adalah suatu lapisan lentur yang tipis, terutama dari jaringan kulit tanaman atau hewan. Dalam kaitan dengan lokasi alam semesta yang bisa dilihat, membran ini tampak seperti potongan keju yang punya ruang-waktu. Di dalam ruang-waktu membran inilah terletak alam semesta yang bisa kita lihat.
Alam semesta yang terletak pada membran
dalam suatu kawasan berdimensi lebih tinggi
boleh jadi adalah tempat kita tinggal.
Pikiran mendasar ini diuraikan dalam “The Universe’s Unseen Dimensions” (Scientific American August 2000 halaman 48-55) oleh Nima Arkani-Hamed, Savas Dimopoulos dan George Divali. Ketiga-tiganya mengembangkan teori tentang dimensi-dimensi tambahan ketika bekerja bersama-sama pada Universitas Stanford, AS, Februari 1998. Arkani-Hamed lahir di Houston (AS) tahun 1972 dan memperoleh gelar doktor dalam ilmu fisika dari Universitas Kalifornia, Berkeley, tahun 1997. Dimopoulos asal Atena, Yunani, memperoleh gelar doktor dari Universitas Chicago (AS) dan menjadi profesor ilmu fisika pada Universitas Stanford sejak 1979. “Gia” Divali berasal dari Georgia, suatu bekas republik Uni Soviet, dan memperoleh gelar doktor dalam ilmu fisika energi tinggi dan kosmologi dari Universitas Negeri Tbilisi, Georgia. Pada tahun 1998, dia menjadi asisten profesor ilmu fisika pada Universitas New York (AS).
Apa yang pada dasarnya mereka bahas dalam artikel tadi? Selain gravitasi, mereka membahas berbagai dimensi.
Dimensi
Menurut mereka, alam semesta kita punya empat dimensi. Ada tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu.
Ukuran dimensi
Keempat dimensi ruang-waktu yang diketahui dari alam semesta kita sangat luas. Ketiga dimensi spasial dari alam semesta – panjang, lebar, tinggi atau dalam – bisa bersifat ananta (infinite) yaitu tak terhingga atau terhingga (finite). Dalam hal pertama, teleskop-teleskop di Bumi sudah mendeteksi benda-benda sejauh 12 miliar tahun-cahaya. Dalam hal kedua, permukaan Bumi punya dua dimensi yang merentang sejauh 40.000 kilometer. Ini ukuran panjang suatu lingkaran yang besar.
Dimensi-dimensi ekstra yang kecil
Beberapa teori ilmu fisika modern menyatakan bahwa ada dimensi-dimensi yang nyata dan bersifat tambahan. Akan tetapi, dimensi-dimensi tambahan ini terlipat menjadi lingkaran yang begitu kecil – barangkali, radiusnya sebesar 10-35 meter – sehingga kita belum mendeteksinya. Dimensi-dimensi ekstra yang kecil ini bisa dibandingkan dengan sehelai benang yang dibuat dari kapas. Helaian benang ini bersifat ekadimensional. Suatu bilangan tunggal bisa menetapkan tempat seekor semut berdiri pada benang itu. Tapi dengan menggunakan sebuah mikroskop, kita melihat tungau-tungau debu merangkak pada permukaan dwidimensional dari benang itu. Dengan kata lain, serangga-serangga kecil ini merangkak sepanjang dimensi panjang dan keliling dimensi keliling yang pendek dari benang itu.
Dimensi ekstra yang besar
Kalau ukuran dimensi tambahan yang kecil barangkali sebesar 10-35 meter, berapa besarnya ukuran dimensi ekstra yang besar? Satu milimeter. Dewasa ini, para fisikawan menyadari bahwa bisa jadi ada dimensi ekstra yang sebesar satu milimeter. Tapi dimensi ini tetap tidak bisa kita lihat. Meskipun demikian, data eksperimental apa pun yang diketahui tidak membantah teori tentang ukuran dimensi ekstra ini. Teori ini bisa menolong menjelaskan beberapa misteri tentang ilmu fisika partikel dan kosmologi. Kita dan semua isi alam semesta tridimensional kita yang sudah diketahui – kecuali untuk gravitasi – terletak pada sehelai “membran”. Lokasi ini bisa dibandingkan dengan bola-bola biliar yang bergerak pada kanvas hijau meja biliar. Tumbukan-tumbukan antara bola-bola biliar itu memancarkan energi sebagai bunyi-bunyi ke dalam tiga dimensi. Pancaran energi hasil tumbukan-tumbukan ini analog dengan graviton-graviton, partikel-partikel yang diduga membawa forsa gravitasional. Kajian-kajian yang cermat dari gerak bola-bola biliar itu bisa mendeteksi energi yang “hilang”. Kalau berhasil dideteksi, ini berarti dimensi-dimensi yang lebih tinggi dideteksi juga.
Bola-bola di atas suatu meja biliar
analog dengan zarah-zarah keunsuran
pada membran yang adalah alam semesta
kita yang diketahui.
Dimensi dan gravitasi
Perilaku gravitasi – khususnya, kekuatannya – berkaitan erat dengan berapa banyaknya dimensi yang dicakup gravitasi. Penelitian-penelitian tentang gravitasi yang memengaruhi jarak yang lebih kecil dari pada satu milimeter sebagai akibatnya menyingkapkan dimensi-dimensi ekstra yang besar kepada kita. Eksperimen-eksperimen macam itu tengah dilakukan. Dimensi-dimensi diperikirakan akan meningkatkan produksi benda-benda gravitasi kuantum yang aneh seperti lubang-lubang hitam mikro, partikel-partikel graviton dan adidawai. Semuanya diperkirakan akan dideteksi dasawarsa 2000-an pada mesin-mesin akselerasi partikel berenergi tinggi.
Alam semesta kita berada di atas suatu dinding
Di masa lampau, ilmu fisika teoritis berasumsi bahwa dimensi-dimensi tambahan sudah tergulung menjadi lingkaran sangat kecil sebesar sekitar 10 pangkat minus 35 meter panjang Planck. Ini mengakibatkan para fisikawan tidak bisa mendeteksinya. Tapi dalam teori ilmu fisika yang baru yang dibahas Arkani-Hamed, Dimopoulos, dan Dvali, dimensi-dimensi tambahan itu dibungkus menjadi lingkaran-lingkaran yang besar berukuran sekurang-kurangnya 10 pangkat minus 14 radius dan barangkali ukuran paling besarnya adalah satu milimeter. Ukuran besar dimensi-dimensi tambahan ini seharusnya bisa kita lihat dengan mata telanjang dan lebih jelas melalui mikroskop. Tapi mengapa kita tidak bisa melihatnya?
Pengetahuan eksperimental yang kaya tentang semua forsa fundamental alam - kecuali gravitasi - pada jarak yang lebih pendek mendekati ukuran 10 pangkat minus 19 meter. Semua pengetahuan ini konsisten hanya dengan alam semesta tridimensional. Bagaimana bisa ada dimensi-dimensi tambahan berukuran sebesar ini?
Kecuali gravitasi, semua materi dan forsa yang kita tahu melekat pada suatu “dinding” atau membran di dalam ruang yang berisi dimensi-dimensi tambahan. Elektron, proton, foton, dan zarah-zarah lain dalam Model Standar tidak bisa bergerak dalam dimensi-dimensi tambahan. Di samping itu, garis-garis medan magnetik tidak bisa menyebar ke dalam ruang angkasa berdimensi lebih tinggi. Mengapa tidak bisa? Dinding atau membran itu hanya punya tiga dimensi, dan - untuk zarah-zarah ini - alam semesta boleh jadi bersifat tridimensional. Hanya garis-garis medan gravitasional yang bisa terentang ke dalam ruang angkasa berdimensi lebih tinggi, dan hanya zarah-zarah yang menyalurkan gravitasi, yaitu, graviton, yang bisa merambat bebas ke dalam dimensi-dimensi tambahan. Adanya dimensi tambahan bisa dirasakan hanya melalui gravitasi.
Garis-garis forsa gravitasional tersebar
dari bumi dalam tiga dimensi. Semakin
jauh penyebarannnya dari bumi, semakin
tipis jadinya garis=garis itu karena terentang
di kawasan lebih luas.
Dimensi tambahan yang kecil terbungkus
dalam suatu lingkaran (ukuran keliling
dari tabung) mengubah sedikit cara gravitasi
(garis-garis merah) tersebar dalam ruang angkasa.
Kalau jarak lebih kecil dari radius lingkaran
(berwarna biru), garis-garis forsa tersebar secara
terpisah dan cepat melalui semua dimensi. Kalau
jaraknya lebih besar (lingkaran kuning), garis-garis
mengisi dimensi-dimensi ekstra tapi dimensi ini tidak
punya pengaruh pada garis-garis itu.
Gravitasi
Alam semesta kita boleh jadi ada di atas
suatu dinding atau membran dalam dimensi
-dimensi tambahan. Garis sepanjang silinder
(kanan bawah) bidang datar di kiri mewakili
alam semesta tridimensional kita; pada alam
semesta ini melekat semua zarah dan forsa yang
diketahui kecuali gravitasi. Gravitasi
(garis-garis merah) menyebar lewat semua dimensi.
Dimensi-dimensi tambahan bisa sebesar satu milimeter
tanpa melanggar pengamatan apa pun yang ada.
Alam Semesta Paralel
Hasil-hasil pengamatan kosmologis menyiratkan
bahwa ada alam-alam semesta paralel. Demikian
pikiran pokok yang dikembangkan Max Tegmark
dalam “Parallel Universes” (Scientific American
May 2003 halaman 31-41). Tegmark adalah profesor
ilmu fisika dan astronomi pada Universitas
Pennsylvania (AS). Dia pakar analisis latar belakang
mikro gelombang kosmik dan penggugusan galaksi-galaksi.
Alam semesta paralel bisa ada tanpa bisa
dilihat di samping alam semesta kita. Alam
semesta macam itu bisa juga adalah lembaran
-lembaran berbeda dari alam semesta kita yang
terlipat balik pada dirinya sendiri.
Ruang angkasa tampak bersifat ananta
Pengamatan-pengamatan kosmologis terkini menyiratkan bahwa konsep tentang alam semesta paralel nyata. Ruang angkasa tampaknya punya ukuran ananta. Kalau memang demikian sifatnya, maka pada suatu tempat di luar sana, segala sesuatu yang sebelumnya hanya mungkin ada kini menjadi nyata, tidak peduli apakah segala sesuatu itu punya probabilitas untuk ada atau tidak. Di luar jangkauan teleskop kita terdapat kawasan-kawasan lain dari ruang angkasa yang sama dengan kawasan-kawasan kita. Kawasan-kawasan ini adalah sejenis alam semesta paralel. Para ilmuwan bahkan bisa menghitung jarak rata-rata dari alam-alam semesta ini.
Alam semesta yang berbeda
Implikasi tadi adalah ilmu fisika yang cukup mantap. Ketika para ahli kosmologi mempertimbangkan teori-teori yang kurang mantap, mereka menyimpulkan bahwa alam-alam semesta lain bisa punya sifat-sifat dan hukum-hukum ilmu fisika yang sama sekali berbeda dengan yang ada pada alam semesta kita. Adanya alam semesta pararel bisa menjelaskan berbagai segi aneh kita. Bahkan adanya alam semesta paralel bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakekat waktu dan kemampuan kita untuk memahami dunia fisikal.
Parallel universe concept
Alam semesta paralel berbentuk berbagai cakram galaktik dan planet, menurut bayangan seorang pelukis.
Ledakan Sinar Gamma Melahirkan Lubang Hitam
Setiap kali terjadi ledakan sinar gamma, lahirlah sebuah lubang hitam. Ledakan ini berasal dari penggabungan dua bintang neutron atau hancurnya sebuah bintang yang padat. Inilah pokok pikiran dalam artikel “The Brightest Explosions in the Universe” (Scientific American December 2002 halaman 53-59) tulisan Neil Gehrels, Luigi Piro dan Peter J.T. Leonard.
Sejak 1997, pengamatan para ahli astronomi menyingkapkan bahwa ledakan-ledakan sinar gamma melahirkan lubang-lubang hitam. Kebanyakan lubang ini barangkali diciptakan ketika sebuah bintang padat hancur dengan melepaskan suatu pulsa radiasi yang bisa dilihat sejauh miliaran tahun-cahaya.
Riak-riak dalam Ruang-Waktu
Teori relativitas Einstein meramalkan bahwa bencana-bencana alam yang keras seperti tabrakan-tabrakan lubang hitam akan menyebabkan jalinan ruang alam semesta sendiri bergetar. Meskipun teori ini sudah berisi ramalan ini, para ahli astronomi belum pernah mendeteksi gelombang-gelombang gravitasional secara langsung.
Sebelum mencapai bumi, riak-riak gravitasional itu demikian lemah sehingga mengidentifikasinya dari antara bunyi-bunyian yang mengelilinginya sangat sulit. Upaya identifikasi macam ini bisa dibandingkan dengan upaya menemukan sebutir pasir yang ditambahkan pada semua pantai di Long Island, New York.
Enam interferometer dengan presisi sangat tinggi sudah didirikan pada berbagai tempat di dunia untuk mendeteksi gelombang-gelombang gravitasional itu. Tiga di antaranya ada di Amerika Serikat dan berencana melakukan observasi-observasi ilmiah tentang sinyal-sinyal itu pada bulan Mei 2002. Tapi ketiganya masih berjuang untuk mencapai kepekaan deteksi yang diperlukan.
Ringkasan ini berasal dari artikel “Ripples in Spacetime” (Scientific American April 2002 halaman 49-57) tulisan W. Wayt Gibbs. Gibbs adalah penulis senior majalah Scientific American.
Brian Greene, Seorang Pengembang Utama Teori Dawai.
Pada pertengahan 1990-an, teori dawai mulai menemukan bentuk konseptualnya. Ia menghasilkan ramalan-ramalan yang bisa diuji kalau bukan memenuhi persyaratan. Dunia luar lalu mulai menaruh perhatian pada teori ini.
Salah seorang pengembang utama teori dawai adalah Brian Greene. Dia profesor ilmu fisika pada Universitas Columbia di Amerika Serikat. Teori dawai yang ikut dikembangkan Greene bisa dibaca dalam bukunya yang sangat laris, The Elegant Universe. Buku ini mencapai nomor empat dalam daftar buku-buku paling laris menurut New York Times. Selain itu, buku ini salah satu finalis untuk Hadiah Pulitzer.
Ini dikemukakan George Musser, editor staf Scientific American, dalam wawancaranya dengan Brian Greene. Ringkasan wawancara itu kemudian dimuat dalam majalah ini terbitan November 2003 (halaman 48-53) dengan judul “The Future of String Theory”.
Sumber: Read more: http://ifajarwidi.blogdetik.com/2010/02/07/dimensi-dan-ruang-ekstra-hyperspace/#ixzz1t3OlA5qO
Alam semesta yang bisa kita lihat mungkin terletak pada sebuah membran atau selaput yang mengapung di dalam suatu ruang dimensional yang lebih tinggi. Dimensi-dimensi tambahan ini bisa menolong menyatukan forsa-forsa alam dan bisa berisi alam-alam semesta paralel.
Menurut definisi umumnya, membran adalah suatu lapisan lentur yang tipis, terutama dari jaringan kulit tanaman atau hewan. Dalam kaitan dengan lokasi alam semesta yang bisa dilihat, membran ini tampak seperti potongan keju yang punya ruang-waktu. Di dalam ruang-waktu membran inilah terletak alam semesta yang bisa kita lihat.
Alam semesta yang terletak pada membran
dalam suatu kawasan berdimensi lebih tinggi
boleh jadi adalah tempat kita tinggal.
Pikiran mendasar ini diuraikan dalam “The Universe’s Unseen Dimensions” (Scientific American August 2000 halaman 48-55) oleh Nima Arkani-Hamed, Savas Dimopoulos dan George Divali. Ketiga-tiganya mengembangkan teori tentang dimensi-dimensi tambahan ketika bekerja bersama-sama pada Universitas Stanford, AS, Februari 1998. Arkani-Hamed lahir di Houston (AS) tahun 1972 dan memperoleh gelar doktor dalam ilmu fisika dari Universitas Kalifornia, Berkeley, tahun 1997. Dimopoulos asal Atena, Yunani, memperoleh gelar doktor dari Universitas Chicago (AS) dan menjadi profesor ilmu fisika pada Universitas Stanford sejak 1979. “Gia” Divali berasal dari Georgia, suatu bekas republik Uni Soviet, dan memperoleh gelar doktor dalam ilmu fisika energi tinggi dan kosmologi dari Universitas Negeri Tbilisi, Georgia. Pada tahun 1998, dia menjadi asisten profesor ilmu fisika pada Universitas New York (AS).
Apa yang pada dasarnya mereka bahas dalam artikel tadi? Selain gravitasi, mereka membahas berbagai dimensi.
Dimensi
Menurut mereka, alam semesta kita punya empat dimensi. Ada tiga dimensi ruang dan satu dimensi waktu.
Ukuran dimensi
Keempat dimensi ruang-waktu yang diketahui dari alam semesta kita sangat luas. Ketiga dimensi spasial dari alam semesta – panjang, lebar, tinggi atau dalam – bisa bersifat ananta (infinite) yaitu tak terhingga atau terhingga (finite). Dalam hal pertama, teleskop-teleskop di Bumi sudah mendeteksi benda-benda sejauh 12 miliar tahun-cahaya. Dalam hal kedua, permukaan Bumi punya dua dimensi yang merentang sejauh 40.000 kilometer. Ini ukuran panjang suatu lingkaran yang besar.
Dimensi-dimensi ekstra yang kecil
Beberapa teori ilmu fisika modern menyatakan bahwa ada dimensi-dimensi yang nyata dan bersifat tambahan. Akan tetapi, dimensi-dimensi tambahan ini terlipat menjadi lingkaran yang begitu kecil – barangkali, radiusnya sebesar 10-35 meter – sehingga kita belum mendeteksinya. Dimensi-dimensi ekstra yang kecil ini bisa dibandingkan dengan sehelai benang yang dibuat dari kapas. Helaian benang ini bersifat ekadimensional. Suatu bilangan tunggal bisa menetapkan tempat seekor semut berdiri pada benang itu. Tapi dengan menggunakan sebuah mikroskop, kita melihat tungau-tungau debu merangkak pada permukaan dwidimensional dari benang itu. Dengan kata lain, serangga-serangga kecil ini merangkak sepanjang dimensi panjang dan keliling dimensi keliling yang pendek dari benang itu.
Dimensi ekstra yang besar
Kalau ukuran dimensi tambahan yang kecil barangkali sebesar 10-35 meter, berapa besarnya ukuran dimensi ekstra yang besar? Satu milimeter. Dewasa ini, para fisikawan menyadari bahwa bisa jadi ada dimensi ekstra yang sebesar satu milimeter. Tapi dimensi ini tetap tidak bisa kita lihat. Meskipun demikian, data eksperimental apa pun yang diketahui tidak membantah teori tentang ukuran dimensi ekstra ini. Teori ini bisa menolong menjelaskan beberapa misteri tentang ilmu fisika partikel dan kosmologi. Kita dan semua isi alam semesta tridimensional kita yang sudah diketahui – kecuali untuk gravitasi – terletak pada sehelai “membran”. Lokasi ini bisa dibandingkan dengan bola-bola biliar yang bergerak pada kanvas hijau meja biliar. Tumbukan-tumbukan antara bola-bola biliar itu memancarkan energi sebagai bunyi-bunyi ke dalam tiga dimensi. Pancaran energi hasil tumbukan-tumbukan ini analog dengan graviton-graviton, partikel-partikel yang diduga membawa forsa gravitasional. Kajian-kajian yang cermat dari gerak bola-bola biliar itu bisa mendeteksi energi yang “hilang”. Kalau berhasil dideteksi, ini berarti dimensi-dimensi yang lebih tinggi dideteksi juga.
Bola-bola di atas suatu meja biliar
analog dengan zarah-zarah keunsuran
pada membran yang adalah alam semesta
kita yang diketahui.
Dimensi dan gravitasi
Perilaku gravitasi – khususnya, kekuatannya – berkaitan erat dengan berapa banyaknya dimensi yang dicakup gravitasi. Penelitian-penelitian tentang gravitasi yang memengaruhi jarak yang lebih kecil dari pada satu milimeter sebagai akibatnya menyingkapkan dimensi-dimensi ekstra yang besar kepada kita. Eksperimen-eksperimen macam itu tengah dilakukan. Dimensi-dimensi diperikirakan akan meningkatkan produksi benda-benda gravitasi kuantum yang aneh seperti lubang-lubang hitam mikro, partikel-partikel graviton dan adidawai. Semuanya diperkirakan akan dideteksi dasawarsa 2000-an pada mesin-mesin akselerasi partikel berenergi tinggi.
Alam semesta kita berada di atas suatu dinding
Di masa lampau, ilmu fisika teoritis berasumsi bahwa dimensi-dimensi tambahan sudah tergulung menjadi lingkaran sangat kecil sebesar sekitar 10 pangkat minus 35 meter panjang Planck. Ini mengakibatkan para fisikawan tidak bisa mendeteksinya. Tapi dalam teori ilmu fisika yang baru yang dibahas Arkani-Hamed, Dimopoulos, dan Dvali, dimensi-dimensi tambahan itu dibungkus menjadi lingkaran-lingkaran yang besar berukuran sekurang-kurangnya 10 pangkat minus 14 radius dan barangkali ukuran paling besarnya adalah satu milimeter. Ukuran besar dimensi-dimensi tambahan ini seharusnya bisa kita lihat dengan mata telanjang dan lebih jelas melalui mikroskop. Tapi mengapa kita tidak bisa melihatnya?
Pengetahuan eksperimental yang kaya tentang semua forsa fundamental alam - kecuali gravitasi - pada jarak yang lebih pendek mendekati ukuran 10 pangkat minus 19 meter. Semua pengetahuan ini konsisten hanya dengan alam semesta tridimensional. Bagaimana bisa ada dimensi-dimensi tambahan berukuran sebesar ini?
Kecuali gravitasi, semua materi dan forsa yang kita tahu melekat pada suatu “dinding” atau membran di dalam ruang yang berisi dimensi-dimensi tambahan. Elektron, proton, foton, dan zarah-zarah lain dalam Model Standar tidak bisa bergerak dalam dimensi-dimensi tambahan. Di samping itu, garis-garis medan magnetik tidak bisa menyebar ke dalam ruang angkasa berdimensi lebih tinggi. Mengapa tidak bisa? Dinding atau membran itu hanya punya tiga dimensi, dan - untuk zarah-zarah ini - alam semesta boleh jadi bersifat tridimensional. Hanya garis-garis medan gravitasional yang bisa terentang ke dalam ruang angkasa berdimensi lebih tinggi, dan hanya zarah-zarah yang menyalurkan gravitasi, yaitu, graviton, yang bisa merambat bebas ke dalam dimensi-dimensi tambahan. Adanya dimensi tambahan bisa dirasakan hanya melalui gravitasi.
Garis-garis forsa gravitasional tersebar
dari bumi dalam tiga dimensi. Semakin
jauh penyebarannnya dari bumi, semakin
tipis jadinya garis=garis itu karena terentang
di kawasan lebih luas.
Dimensi tambahan yang kecil terbungkus
dalam suatu lingkaran (ukuran keliling
dari tabung) mengubah sedikit cara gravitasi
(garis-garis merah) tersebar dalam ruang angkasa.
Kalau jarak lebih kecil dari radius lingkaran
(berwarna biru), garis-garis forsa tersebar secara
terpisah dan cepat melalui semua dimensi. Kalau
jaraknya lebih besar (lingkaran kuning), garis-garis
mengisi dimensi-dimensi ekstra tapi dimensi ini tidak
punya pengaruh pada garis-garis itu.
Gravitasi
Alam semesta kita boleh jadi ada di atas
suatu dinding atau membran dalam dimensi
-dimensi tambahan. Garis sepanjang silinder
(kanan bawah) bidang datar di kiri mewakili
alam semesta tridimensional kita; pada alam
semesta ini melekat semua zarah dan forsa yang
diketahui kecuali gravitasi. Gravitasi
(garis-garis merah) menyebar lewat semua dimensi.
Dimensi-dimensi tambahan bisa sebesar satu milimeter
tanpa melanggar pengamatan apa pun yang ada.
Alam Semesta Paralel
Hasil-hasil pengamatan kosmologis menyiratkan
bahwa ada alam-alam semesta paralel. Demikian
pikiran pokok yang dikembangkan Max Tegmark
dalam “Parallel Universes” (Scientific American
May 2003 halaman 31-41). Tegmark adalah profesor
ilmu fisika dan astronomi pada Universitas
Pennsylvania (AS). Dia pakar analisis latar belakang
mikro gelombang kosmik dan penggugusan galaksi-galaksi.
Alam semesta paralel bisa ada tanpa bisa
dilihat di samping alam semesta kita. Alam
semesta macam itu bisa juga adalah lembaran
-lembaran berbeda dari alam semesta kita yang
terlipat balik pada dirinya sendiri.
Ruang angkasa tampak bersifat ananta
Pengamatan-pengamatan kosmologis terkini menyiratkan bahwa konsep tentang alam semesta paralel nyata. Ruang angkasa tampaknya punya ukuran ananta. Kalau memang demikian sifatnya, maka pada suatu tempat di luar sana, segala sesuatu yang sebelumnya hanya mungkin ada kini menjadi nyata, tidak peduli apakah segala sesuatu itu punya probabilitas untuk ada atau tidak. Di luar jangkauan teleskop kita terdapat kawasan-kawasan lain dari ruang angkasa yang sama dengan kawasan-kawasan kita. Kawasan-kawasan ini adalah sejenis alam semesta paralel. Para ilmuwan bahkan bisa menghitung jarak rata-rata dari alam-alam semesta ini.
Alam semesta yang berbeda
Implikasi tadi adalah ilmu fisika yang cukup mantap. Ketika para ahli kosmologi mempertimbangkan teori-teori yang kurang mantap, mereka menyimpulkan bahwa alam-alam semesta lain bisa punya sifat-sifat dan hukum-hukum ilmu fisika yang sama sekali berbeda dengan yang ada pada alam semesta kita. Adanya alam semesta pararel bisa menjelaskan berbagai segi aneh kita. Bahkan adanya alam semesta paralel bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang hakekat waktu dan kemampuan kita untuk memahami dunia fisikal.
Parallel universe concept
Alam semesta paralel berbentuk berbagai cakram galaktik dan planet, menurut bayangan seorang pelukis.
Ledakan Sinar Gamma Melahirkan Lubang Hitam
Setiap kali terjadi ledakan sinar gamma, lahirlah sebuah lubang hitam. Ledakan ini berasal dari penggabungan dua bintang neutron atau hancurnya sebuah bintang yang padat. Inilah pokok pikiran dalam artikel “The Brightest Explosions in the Universe” (Scientific American December 2002 halaman 53-59) tulisan Neil Gehrels, Luigi Piro dan Peter J.T. Leonard.
Sejak 1997, pengamatan para ahli astronomi menyingkapkan bahwa ledakan-ledakan sinar gamma melahirkan lubang-lubang hitam. Kebanyakan lubang ini barangkali diciptakan ketika sebuah bintang padat hancur dengan melepaskan suatu pulsa radiasi yang bisa dilihat sejauh miliaran tahun-cahaya.
Riak-riak dalam Ruang-Waktu
Teori relativitas Einstein meramalkan bahwa bencana-bencana alam yang keras seperti tabrakan-tabrakan lubang hitam akan menyebabkan jalinan ruang alam semesta sendiri bergetar. Meskipun teori ini sudah berisi ramalan ini, para ahli astronomi belum pernah mendeteksi gelombang-gelombang gravitasional secara langsung.
Sebelum mencapai bumi, riak-riak gravitasional itu demikian lemah sehingga mengidentifikasinya dari antara bunyi-bunyian yang mengelilinginya sangat sulit. Upaya identifikasi macam ini bisa dibandingkan dengan upaya menemukan sebutir pasir yang ditambahkan pada semua pantai di Long Island, New York.
Enam interferometer dengan presisi sangat tinggi sudah didirikan pada berbagai tempat di dunia untuk mendeteksi gelombang-gelombang gravitasional itu. Tiga di antaranya ada di Amerika Serikat dan berencana melakukan observasi-observasi ilmiah tentang sinyal-sinyal itu pada bulan Mei 2002. Tapi ketiganya masih berjuang untuk mencapai kepekaan deteksi yang diperlukan.
Ringkasan ini berasal dari artikel “Ripples in Spacetime” (Scientific American April 2002 halaman 49-57) tulisan W. Wayt Gibbs. Gibbs adalah penulis senior majalah Scientific American.
Brian Greene, Seorang Pengembang Utama Teori Dawai.
Pada pertengahan 1990-an, teori dawai mulai menemukan bentuk konseptualnya. Ia menghasilkan ramalan-ramalan yang bisa diuji kalau bukan memenuhi persyaratan. Dunia luar lalu mulai menaruh perhatian pada teori ini.
Salah seorang pengembang utama teori dawai adalah Brian Greene. Dia profesor ilmu fisika pada Universitas Columbia di Amerika Serikat. Teori dawai yang ikut dikembangkan Greene bisa dibaca dalam bukunya yang sangat laris, The Elegant Universe. Buku ini mencapai nomor empat dalam daftar buku-buku paling laris menurut New York Times. Selain itu, buku ini salah satu finalis untuk Hadiah Pulitzer.
Ini dikemukakan George Musser, editor staf Scientific American, dalam wawancaranya dengan Brian Greene. Ringkasan wawancara itu kemudian dimuat dalam majalah ini terbitan November 2003 (halaman 48-53) dengan judul “The Future of String Theory”.
Sumber: Read more: http://ifajarwidi.blogdetik.com/2010/02/07/dimensi-dan-ruang-ekstra-hyperspace/#ixzz1t3OlA5qO
No comments:
Post a Comment