Jika makhluk Mars mendarat dengan piring terbang saat ini dan melihat bagaimana para agamawan berperang melawan para ilmuwan, ia akan terkejut betapa berapi-apinya manusia di kedua sisi tersebut. Perang tentang apa ini? Fakta ilmu pengetahuan telah lama mengalahkan keyakinan lama. Ketika teori evolusi Darwin menggantikan Kitab Kejadian untuk menjelaskan munculnya manusia, di pertengahan abad ke-19, tren terhadap keyakinan menjadi usang. Dunia telah diciptakan kembali sebagai bentuk material, yang diatur oleh hukum alam, acak dalam efeknya, dan kebal terhadap intervensi ilahi. Tidak hanya ilmu pengetahuan tetapi ribuan doa yang tidak terjawab telah melakukan andil mereka untuk menurunkan Tuhan dari tahtanya.
Saya tidak tertarik pada apa yang menyebabkan perbedaan ini, dan karena itu saya ingin untuk membimbing perdebatan ini menjauh dari agama. Dan karena agama adalah bentuk utama dari spiritualitas dalam kehidupan kebanyakan orang, kita harus menjauh dari spiritualitas juga, setidaknya pada awalnya. Pertama kita harus mengapresiasi upaya sains untuk menjawab misteri
yang mendasar tentang alam semesta ini. Yang sekarang dikenal:
- Bagaimana alam semesta ini terjadi?
- Apa yang menyebabkan kehidupan muncul dari unsur-unsur anorganik?
- Bisakah evolusi menjelaskan semua perkembangan manusia?
- Apa kekuatan pembentuk Alam Semesta?
- Bagaimana otak menghasilkan kecerdasan?
- Tempat apa yang manusia tempati di alam semesta ini?
Ilmu pengetahuan turun ke bumi sebagai teknologi, agama turun ke bumi sebagai kenyamanan. Tapi jika dilihat bersama-sama, mereka tidak berhasil menjadi faktor utama yang memandu setiap saat dalam kehidupan sehari-hari: yaitu kesadaran. Masa depan spiritualitas akan bertemu dengan masa depan ilmu pengetahuan ketika kita benar-benar mengetahui bagaimana dan mengapa kita berpikir, apa yang membuat kita hidup di dunia lahir dan batin, dan bagaimana kita terlahir memiliki begitu banyak kreativitas. Hidup tidak dapat dibayangkan tanpa kesadaran. “Saya berpikir, maka saya Ada” pada dasarnya benar, tapi pepatah Descartes harus diperluas untuk menyertakan perasaan, intuisi, rasa diri, dan mendorong kita untuk memahami siapa kita.
Aplikasi praktis dari kesadaran tampaknya jauh lebih lambat dibandingkan dengan teknologi. Apakah Anda lebih suka tercerahkan atau memiliki sebuah iPad? Dalam masyarakat modern, pilihannya adalah sangat jelas. Tapi ini adalah pilihan yang palsu, karena orang tidak menyadari bahwa hal-hal dan keinginan yang paling mereka hargai dihasilkan dalam kesadaran: cinta, kebahagiaan, bebas dari rasa takut, tidak ada depresi, dan visi masa depan. Kita bisa mencapai semua hal ini ketika kesadaran kita sehat, terbuka, waspada, dan luas. Kita kehilangan mereka ketika kesadaran kita menjadi sempit, terbatas, bingung, dan terlepas dari sumbernya.
Ilmu pengetahuan mengalami kemajuan melalui data dan eksperimen, tetapi mereka pada gilirannya tergantung pada teori. Teori adalah seperti sebuah senter yang memberitahu arah mana suatu percobaan harus dicari, dan tanpa itu, ia akan mengembara secara acak. Datanya mungkin tidak cocok dengan suatu pandangan dunia. Saya menganggap diri saya juga ilmiah, dan jadi saya tergantung pada teori juga. Premis dasarnya adalah sebagai berikut:
- Kita hidup di alam semesta yang menunjukkan kecerdasan, kehendak bebas, dan kreativitas.
- Inilah yang menciptakan kehidupan dan menciptakan otak itu sendiri.
- Kesadaran adalah hal yang utama di dunia ini; materi adalah sekunder.
- Evolusi adalah terjadi secara sadar dan karena itu kreatif. Ia tidak acak.
- Di sumber penciptaan seseorang menemukan medan kesadaran yang murni.
- Kesadaran murni adalah sumber dari setiap kualitas yang nyata dalam alam semesta.
Bahkan, tidak ada yang bisa lebih relevan. Ketika masyarakat umum melihat bahwa ateis selalu mengabaikan orang-orang yang percaya takhayul, tidak ada dari kedua pihak ini yang akan bergerak maju. Masa depan terletak pada siapa saja yang secara serius menggali kesadaran. Mengapa? Karena ketika ilmu fisika kuantum hadir di dunia, ilmu saraf yang beroperasi pada sel-sel otak paling kecil, dan biologi yang beroperasi pada pembentukan DNA, ketiganya ternyata telah menabrak dinding. Pada tingkat terkecil, Alam semesta ini terlalu rumit untuk diurai melalui ide-ide sederhana dan lemah seperti keacakan, materialisme, dan mekanika tanpa kesadaran. Alam berperilaku, dan seperti yang kita tahu dari diri kita sendiri, amat sulit. Ilmu pengetahuan memiliki banyak data tentang fenomena yang tidak sesuai dengan penjelasan apa pun. Misalnya:
- Bagaimana pengamat bisa menyebabkan cahaya untuk berubah dari sebelumnya bertindak seperti gelombang menjadi bertindak seperti sebuah partikel?
- Bagaimana jutaan kupu-kupu Monarch bisa bermigrasi ke daerah pegunungan yang sama di Meksiko meskipun mereka belum pernah ke sana sebelumnya dan tidak lahir di sana?
- Bagaimana sepasang kembar bisa saling berhubungan jarak jauh, sehingga yang satu segera mengetahui bila yang lain sedang terluka atau meninggal dunia?
- Dimana di dalam otak Diri/self itu hidup? Mengapa saya merasa seperti diri saya sendiri dan tidak ada orang lain?
Sumber: Henkykuntarto’s Blog -Wellcome to my spiritual blog
Sesungguhnya pertentangan yang benar adalah "agama" dan "tidak beragama" atau teis dengan ateis. Sains jauh diluar pengertian dari pertentangan tersebut. Sains itu netral dan siapapun dari keduanya dapat menggunakan hasil dari penemuan sains seperti yang kita gunakan sehari-hari, HP atau komputer. Sains tidak peduli dan akan berjalan terus menembus pertanyaan untuk mendapatkan jawaban yang sesungguhnya. Sudah sepatutnya para bijak di bidang keagamaan menyesuaikan ajarannya untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman sekarang. Cepat atau lambat dunia semakin terbuka oleh sains dan kita tidak terus hidup dengan pedoman dunia ini berbentuk datar.
ReplyDelete