Oleh : James Hillman
Apakah jiwa kita memiliki kode DNA takdir? Pertanyaan ini mendorong Hillman untuk menyelami hidup aktris Judi Garland, ilmuwan Charles Darwin, tokoh industri Henry Ford, musisi Curt Cobain dan Tina Turner, dan masih banyak lagi, untuk mencari “sesuatu” yang membentuk mereka dan membuat mereka memiliki hidup seperti itu. Premisnya adalah, seperti pohon ek yang besar dan megah tumbuh dari bijinya, demikian pula seorang manusia memiliki sebuah bibit kebenaran atau gambaran dalam dirinya, yang menunggu untuk diwujudkan. Pemikiran ini bukan pemikiran yang baru: bangsa Yunani menggunakan istilah daimon untuk mendeskripsikan kekuatan yang tak terlihat yang membimbing kita dalam hidup, bangsa Romawi menyebutnya dengan istilah genius.
Manusia adalah sebuah kisah, bukan hasil
Pemikiran tentang sebuah gambaran jiwa memiliki sejarah yang panjang di hampir semua budaya, namun psikologi dan psikiatri modern sama sekali mengabaikannya. Gambaran, karakter, nasib, panggilan, daimon, jiwa, takdir, semua ini kata-kata yang luar biasa, Hillman mengakui, dan karenanya kita takut menggunakannya , tetapi tetap tidak mengurangi keberadaan mereka. Ilmu psikologi sepertinya hanya bisa mengungkapkan rahasia individu ke dalam ciri-ciri kepribadian, jenis, dan kekompleksannya. Penulis menyebutkan dari biografi psikolog Jackson Pollock, yang menyatakan bahwa irama garis dan lengkungan dalam lukisannya adalah akibat tidak diikutsertakan dalam kompetisi “kencing kreatif” yang diselenggarakan oleh saudara laki-lakinya di tanah berdebu pertanian mereka di Wyoming!
Interpretasi seperti ini menghancurkan semangat, menyangkal bahwa visi lah, dan bukan lingkungan sekitar, yang membentuk diri seseorang. Cara kita memandang hidup kita meruntuhkan diri kita. Kita menyukai percintaan, dan khayalan tetapi tidak menerapkan cita-cita atau kisah kisah yang cukup romantis pada diri kita sendiri. Kita berhenti menjadi seseorang pencipta dan cenderung menjadi sebuah hasil, yang hidupnya tidak lebih dari sekedar hubungan yang saling mempengaruhi antara genetika dan lingkungan.
Hal lain yang menunjukkan bahwa kita membatasi eksistensi kita adalah cara kita melihat waktu, atau sebab dan akibat, seperti “Kejadian ini membuat saya…” atau “Saya adalah produk dari…” . Buku ini menyoroti sesuatu yang abadi dalam diri kita, tidak perduli apakah kita baru saja dilahirkan, berumur separuh baya atau tua.
Siapakah orang tua kita?
Hillman dengan cerdas menjelaskan sesuatu yang ia sebut “pendapat kita yang keliru tentang orangtua”, keyakinan yang menyebutkan bahwa diri kita yang sekarang ini dikarenakan bagaimana orangtua kita dulu. The soul’s code menjelaskan bahwa masa kanak-kanak paling baik dipahami sebagai gambaran yang menyertai diri kita saat kita dilahirkan dan berhubungan dengan lingkungan sekitar di mana kita menemukan diri kita. Kemarahan dan obsesi ganjil seorang anak sebaiknya dilihat dalam konteks ini daripada berusaha “membetulkan” mereka dengan terapi.
Yehudi menuhin diberi sebuah biola mainan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke empat, yang dengan cepat dibantingnya ke tanah. Bahkan di umur empat tahun pun, hal ini merupakan penghinaan bagi si anak yang kelak akan menjadi seorang violis besar. Kita memperlakukan anak-anak seolah mereka adalah selembar kertas kosong, tidak memiliki kebenaran sendiri, dan dengan demikian menyangkal kemungkinan bahwa anak memiliki agenda sendiri dalam kehidupan mereka , yang dipandu oleh genius mereka.
Berbicara tentang daimon kita , pertemuan antara ayah dan ibu merupakan hasil dari kebutuhan kita: Daimon memilih indung telur dan sperma, beserta carrier nya, yang disebut “orangtua”. Pemikiran ini sudah tentu membalikkan fakta, tetap Hillman mengatakan bahwa pemikiran ini menjelaskan pernikahan yang mustahil, pembuahan yang cepat, dan keguguran tiba-tiba, yang menjadi kisah begitu banyak orangtua.
Ia lebih jauh menujukkan miskinnya melihat ibu dan ayah kita hanya dalam sosok mama dan papa, padahal alam bisa menjadi ibu kita, dan buku menjadi ayah kita, apapun yang menghubungkan kita dengan dunia dan mengajari kita. Hillman mengatakan bahwa kita harus percaya pada kemampuan dunia untuk menyediakan dan dengan penuh kasih sayang mengungkapkan pada kita misterinya.
“Saya harus memiliki engkau”
The Soul’s Code memperlihatkan bagaimana daimon muncul dalam bentuk cinta, membangkitkan obsesi dan siksaan rasa sakit romantis yang menentang logika biologi evolusioner. Kembar identik yang dipisahkan sejak lahir yang diketahui menggunakan aftershave yang sama atau menghisap merek rokok yang sama, ketika memutuskan pilihan terpenting yaitu pasangah hidup, pilihan mereka ternyata amat berbeda.
Ketika Michael Angelo memahat patung dewa-dewa atau tokoh di zamannya, ia berusaha melihat sesuatu yang ia sebut immagine del cuor, gambaran hati; patung itu ingin menampakkan jiwa yang ada dalam diri si subjek. Hillman mengatakan bahwa gambaran jiwa yang sama juga ada dalam diri masing-masing orang. Ketika kita jatuh cinta, kita merasa superpenting karena kita bisa mengungkapkan jati diri kita yang sesungguhnya, menampakkan sekilas genius jiwa kita. Pertemuan sepasang kekasih adalah pertemuan antar-gambaran, sebuah pertukaran imajinasi. Anda jatuh cinta karena imajinasi Anda sedang terbakar. Dengan membebaskan imajinasi, bahkan kembar identik pun terbebas dari keidentikan mereka.
Benih yang buruk
The soul’s code benar benar memikat ketika berbicara tentang lawannya cinta, yaitu benih yang buruk. Hilman hampir menghabiskan satu bab untuk membahas fenomena Adolf Hitler, sebagaimana dilaporkan oleh sumber yang bisa dipercaya, membuktikan adanya daimon “buruk”. perbedaan utamanya dengan manusia lain yang dibahas dalam buku ini adalah kombinasi antara biji ek dan kepribadian: Biji ek Hitler memang benih yang buruk. Tetapi tidak hanya itu, biji ini juga dibungkus oleh sebuah kepribadian yang tidak meragukan biji ini atau memiliki daya tahan untuk menghadapinya. Dengan hanya sebuah benih, kita bisa melihat bagaimana kekuatan luar biasa laki-laki ini mampu menyihir jutaan orang menjadi kejam. Kita bisa menerapkan pemikiran yang sama terhadap psikopat modern seperti Jeffrey Dahmer untuk memahami bagaimana mereka bisa memikat korban-korban mereka.
Pemikiran ini tidak bisa diartikan bahwa tindakan-tindakan mengerikan yang muncul dari benih yang buruk dapat dibenarkan. Meski demikian, memahami pikiran pelaku kejahatan dalam kaitannya dengan daimon/biji ek akan memberikan sebuah pemahaman yang lebih baik daripada pemikiran konvensional tentang kejahatan (sebagai sesuatu yang harus dimusnahkan atau “dijauhi”). Yang membuat benih menjadi buruk adalah obsesi satu-jalur(obsesi yang diwujudkan hanya dengan satu cara) yang tujuan utamanya adalah kemenangan. Sebagai sekelompok masyarakat, kita seharusnya bisa mengenali dorongan ini dan mencari jalan untuk menyalurkannya agar tidak berakibat destruktif.
Kita hidup dalam budaya yang menekankan kesucian dan memandang rendah kegelapan. Budaya populer Amerika terutama, dengan Disneylands dan Sesame street nya tidak bisa menerima benih-benih yang tidak dibungkus dengan sesuatu yang manis. Tetapi kesucian sebenarnya justru menarik datangnya kejahatan, kata Hillman.
Misteri jiwa
Setelah mengupas kehidupan tokoh-tokoh terkenal, Hillman mengajukan pertanyaan tentang keadaan biasa, adakah daimon yang biasa-biasa saja? Jawabannya adalah tidak ada jiwa yang biasa, sebuah kebenaran yang terlihat dari perkataan kita. Kita berbicara tentang seseorang yang memiliki jiwa yang indah, jiwa yang terluka, jiwa yang dalam, atau jiwa seperti anak-anak. Kita tidak mengatakan bahwa orang-orang memiliki jiwa “kelas menengah”, “rata-rata” atau “biasa” tulisnya.
Jiwa muncul dari dunia non materi, tetapi mereka rindu akan pengalaman di dunia fisik ini. Hillman menyebutkan filim Wings of Desire, dimana seorang malaikat jatuh cinta dengan kehidupan, kehidupan normal manusia biasa dan kesulitan mereka. BAgi malaikat dan dewa-dewa, tidak ada yang “rutin” atau biasa dalam kehidupan manusia.
Kata penutup
Picasso berkata, “Saya tidak berkembang; saya adalah perkembangan itu sendiri.” Hidup bukanlah tentang menjadi sesuatu, melainkan membuat gambaran yang sudah ada menjadi nyata. Kita terobsesi dengan perkembangan diri, menggapai surga-surga imajiner. Tetapi daripada berusaha melampaui eksistensi manusia, lebih mudah bila kita “tumbuh ke bawah”, ke dunia dan tempat yang kita ada di dalamnya. Hillman tidak terkejut melihat orang orang yang kita sebut sebagai “bintang” sering kali merasa hidup ini begitu sulit dan menyakitkan. Gambaran diri yang diberikan publik hanyalah sebuah ilusi dan otomatis membuat mereka mengalami kejatuhan yang tragis ke Bumi.
Tikungan dan belokan hidup kita mungkin tidak akan seekstrem selebriti, tetapi bisa memberikan efek positif yang lebih besar. Karean karakter, kita sekarang menaruh banyak pada “surat seorang tentara tentang kepulangannya menjelang meletusnya perang, dan rencana-rencana yang terhampar di dalam tenda orang -orang biasa”. Panggilan seseorang adalah panggilan untuk jujur, dan bukan panggilan untuk sukses, untuk memperhatikan dan mencintai, dan bukan panggilan untuk meraih prestasi. Dengan definisi seperti ini, hidup itu sendiri adalah pekerjaan yang hebat.
Sumber: Henkykuntarto’s Blog -Wellcome to my spiritual blog
Apakah jiwa kita memiliki kode DNA takdir? Pertanyaan ini mendorong Hillman untuk menyelami hidup aktris Judi Garland, ilmuwan Charles Darwin, tokoh industri Henry Ford, musisi Curt Cobain dan Tina Turner, dan masih banyak lagi, untuk mencari “sesuatu” yang membentuk mereka dan membuat mereka memiliki hidup seperti itu. Premisnya adalah, seperti pohon ek yang besar dan megah tumbuh dari bijinya, demikian pula seorang manusia memiliki sebuah bibit kebenaran atau gambaran dalam dirinya, yang menunggu untuk diwujudkan. Pemikiran ini bukan pemikiran yang baru: bangsa Yunani menggunakan istilah daimon untuk mendeskripsikan kekuatan yang tak terlihat yang membimbing kita dalam hidup, bangsa Romawi menyebutnya dengan istilah genius.
Manusia adalah sebuah kisah, bukan hasil
Pemikiran tentang sebuah gambaran jiwa memiliki sejarah yang panjang di hampir semua budaya, namun psikologi dan psikiatri modern sama sekali mengabaikannya. Gambaran, karakter, nasib, panggilan, daimon, jiwa, takdir, semua ini kata-kata yang luar biasa, Hillman mengakui, dan karenanya kita takut menggunakannya , tetapi tetap tidak mengurangi keberadaan mereka. Ilmu psikologi sepertinya hanya bisa mengungkapkan rahasia individu ke dalam ciri-ciri kepribadian, jenis, dan kekompleksannya. Penulis menyebutkan dari biografi psikolog Jackson Pollock, yang menyatakan bahwa irama garis dan lengkungan dalam lukisannya adalah akibat tidak diikutsertakan dalam kompetisi “kencing kreatif” yang diselenggarakan oleh saudara laki-lakinya di tanah berdebu pertanian mereka di Wyoming!
Interpretasi seperti ini menghancurkan semangat, menyangkal bahwa visi lah, dan bukan lingkungan sekitar, yang membentuk diri seseorang. Cara kita memandang hidup kita meruntuhkan diri kita. Kita menyukai percintaan, dan khayalan tetapi tidak menerapkan cita-cita atau kisah kisah yang cukup romantis pada diri kita sendiri. Kita berhenti menjadi seseorang pencipta dan cenderung menjadi sebuah hasil, yang hidupnya tidak lebih dari sekedar hubungan yang saling mempengaruhi antara genetika dan lingkungan.
Hal lain yang menunjukkan bahwa kita membatasi eksistensi kita adalah cara kita melihat waktu, atau sebab dan akibat, seperti “Kejadian ini membuat saya…” atau “Saya adalah produk dari…” . Buku ini menyoroti sesuatu yang abadi dalam diri kita, tidak perduli apakah kita baru saja dilahirkan, berumur separuh baya atau tua.
Siapakah orang tua kita?
Hillman dengan cerdas menjelaskan sesuatu yang ia sebut “pendapat kita yang keliru tentang orangtua”, keyakinan yang menyebutkan bahwa diri kita yang sekarang ini dikarenakan bagaimana orangtua kita dulu. The soul’s code menjelaskan bahwa masa kanak-kanak paling baik dipahami sebagai gambaran yang menyertai diri kita saat kita dilahirkan dan berhubungan dengan lingkungan sekitar di mana kita menemukan diri kita. Kemarahan dan obsesi ganjil seorang anak sebaiknya dilihat dalam konteks ini daripada berusaha “membetulkan” mereka dengan terapi.
Yehudi menuhin diberi sebuah biola mainan sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke empat, yang dengan cepat dibantingnya ke tanah. Bahkan di umur empat tahun pun, hal ini merupakan penghinaan bagi si anak yang kelak akan menjadi seorang violis besar. Kita memperlakukan anak-anak seolah mereka adalah selembar kertas kosong, tidak memiliki kebenaran sendiri, dan dengan demikian menyangkal kemungkinan bahwa anak memiliki agenda sendiri dalam kehidupan mereka , yang dipandu oleh genius mereka.
Berbicara tentang daimon kita , pertemuan antara ayah dan ibu merupakan hasil dari kebutuhan kita: Daimon memilih indung telur dan sperma, beserta carrier nya, yang disebut “orangtua”. Pemikiran ini sudah tentu membalikkan fakta, tetap Hillman mengatakan bahwa pemikiran ini menjelaskan pernikahan yang mustahil, pembuahan yang cepat, dan keguguran tiba-tiba, yang menjadi kisah begitu banyak orangtua.
Ia lebih jauh menujukkan miskinnya melihat ibu dan ayah kita hanya dalam sosok mama dan papa, padahal alam bisa menjadi ibu kita, dan buku menjadi ayah kita, apapun yang menghubungkan kita dengan dunia dan mengajari kita. Hillman mengatakan bahwa kita harus percaya pada kemampuan dunia untuk menyediakan dan dengan penuh kasih sayang mengungkapkan pada kita misterinya.
“Saya harus memiliki engkau”
The Soul’s Code memperlihatkan bagaimana daimon muncul dalam bentuk cinta, membangkitkan obsesi dan siksaan rasa sakit romantis yang menentang logika biologi evolusioner. Kembar identik yang dipisahkan sejak lahir yang diketahui menggunakan aftershave yang sama atau menghisap merek rokok yang sama, ketika memutuskan pilihan terpenting yaitu pasangah hidup, pilihan mereka ternyata amat berbeda.
Ketika Michael Angelo memahat patung dewa-dewa atau tokoh di zamannya, ia berusaha melihat sesuatu yang ia sebut immagine del cuor, gambaran hati; patung itu ingin menampakkan jiwa yang ada dalam diri si subjek. Hillman mengatakan bahwa gambaran jiwa yang sama juga ada dalam diri masing-masing orang. Ketika kita jatuh cinta, kita merasa superpenting karena kita bisa mengungkapkan jati diri kita yang sesungguhnya, menampakkan sekilas genius jiwa kita. Pertemuan sepasang kekasih adalah pertemuan antar-gambaran, sebuah pertukaran imajinasi. Anda jatuh cinta karena imajinasi Anda sedang terbakar. Dengan membebaskan imajinasi, bahkan kembar identik pun terbebas dari keidentikan mereka.
Benih yang buruk
The soul’s code benar benar memikat ketika berbicara tentang lawannya cinta, yaitu benih yang buruk. Hilman hampir menghabiskan satu bab untuk membahas fenomena Adolf Hitler, sebagaimana dilaporkan oleh sumber yang bisa dipercaya, membuktikan adanya daimon “buruk”. perbedaan utamanya dengan manusia lain yang dibahas dalam buku ini adalah kombinasi antara biji ek dan kepribadian: Biji ek Hitler memang benih yang buruk. Tetapi tidak hanya itu, biji ini juga dibungkus oleh sebuah kepribadian yang tidak meragukan biji ini atau memiliki daya tahan untuk menghadapinya. Dengan hanya sebuah benih, kita bisa melihat bagaimana kekuatan luar biasa laki-laki ini mampu menyihir jutaan orang menjadi kejam. Kita bisa menerapkan pemikiran yang sama terhadap psikopat modern seperti Jeffrey Dahmer untuk memahami bagaimana mereka bisa memikat korban-korban mereka.
Pemikiran ini tidak bisa diartikan bahwa tindakan-tindakan mengerikan yang muncul dari benih yang buruk dapat dibenarkan. Meski demikian, memahami pikiran pelaku kejahatan dalam kaitannya dengan daimon/biji ek akan memberikan sebuah pemahaman yang lebih baik daripada pemikiran konvensional tentang kejahatan (sebagai sesuatu yang harus dimusnahkan atau “dijauhi”). Yang membuat benih menjadi buruk adalah obsesi satu-jalur(obsesi yang diwujudkan hanya dengan satu cara) yang tujuan utamanya adalah kemenangan. Sebagai sekelompok masyarakat, kita seharusnya bisa mengenali dorongan ini dan mencari jalan untuk menyalurkannya agar tidak berakibat destruktif.
Kita hidup dalam budaya yang menekankan kesucian dan memandang rendah kegelapan. Budaya populer Amerika terutama, dengan Disneylands dan Sesame street nya tidak bisa menerima benih-benih yang tidak dibungkus dengan sesuatu yang manis. Tetapi kesucian sebenarnya justru menarik datangnya kejahatan, kata Hillman.
Misteri jiwa
Setelah mengupas kehidupan tokoh-tokoh terkenal, Hillman mengajukan pertanyaan tentang keadaan biasa, adakah daimon yang biasa-biasa saja? Jawabannya adalah tidak ada jiwa yang biasa, sebuah kebenaran yang terlihat dari perkataan kita. Kita berbicara tentang seseorang yang memiliki jiwa yang indah, jiwa yang terluka, jiwa yang dalam, atau jiwa seperti anak-anak. Kita tidak mengatakan bahwa orang-orang memiliki jiwa “kelas menengah”, “rata-rata” atau “biasa” tulisnya.
Jiwa muncul dari dunia non materi, tetapi mereka rindu akan pengalaman di dunia fisik ini. Hillman menyebutkan filim Wings of Desire, dimana seorang malaikat jatuh cinta dengan kehidupan, kehidupan normal manusia biasa dan kesulitan mereka. BAgi malaikat dan dewa-dewa, tidak ada yang “rutin” atau biasa dalam kehidupan manusia.
Kata penutup
Picasso berkata, “Saya tidak berkembang; saya adalah perkembangan itu sendiri.” Hidup bukanlah tentang menjadi sesuatu, melainkan membuat gambaran yang sudah ada menjadi nyata. Kita terobsesi dengan perkembangan diri, menggapai surga-surga imajiner. Tetapi daripada berusaha melampaui eksistensi manusia, lebih mudah bila kita “tumbuh ke bawah”, ke dunia dan tempat yang kita ada di dalamnya. Hillman tidak terkejut melihat orang orang yang kita sebut sebagai “bintang” sering kali merasa hidup ini begitu sulit dan menyakitkan. Gambaran diri yang diberikan publik hanyalah sebuah ilusi dan otomatis membuat mereka mengalami kejatuhan yang tragis ke Bumi.
Tikungan dan belokan hidup kita mungkin tidak akan seekstrem selebriti, tetapi bisa memberikan efek positif yang lebih besar. Karean karakter, kita sekarang menaruh banyak pada “surat seorang tentara tentang kepulangannya menjelang meletusnya perang, dan rencana-rencana yang terhampar di dalam tenda orang -orang biasa”. Panggilan seseorang adalah panggilan untuk jujur, dan bukan panggilan untuk sukses, untuk memperhatikan dan mencintai, dan bukan panggilan untuk meraih prestasi. Dengan definisi seperti ini, hidup itu sendiri adalah pekerjaan yang hebat.
Sumber: Henkykuntarto’s Blog -Wellcome to my spiritual blog
No comments:
Post a Comment