Thursday, April 26, 2012

Apakah Kehidupan Hanyalah Sebuah Ilusi?

Oleh: Arya Bushan

Telah lama kita mendengar bahwa kehidupan ini adalah sebuah ilusi. Banyak epos yang menyebutkan bahwa dunia ini tidak lain hanyalah ‘Maya’ (bahasa Hindi dari kata Illusi). Dari kamus, kita memahami ilusi sebagai penipuan atau persepsi yang menyesatkan tentang realitas. Lalu, apakah kehidupan dan dunia nyata yang kita lihat ini semua adalah tidak nyata? Bagaimana ini sesungguhnya? Bagaimana kita bisa percaya bahwa orang-orang dan hal-hal yang kita lihat dan muncul seolah begitu nyata ternyata tidak nyata? Kebanyakan kita menganggap bahwa hanya apa yang kita bisa lihat adalah nyata. Tapi bagaimana dengan orang buta? Bukankah hal-hal tidak terlihat nyata bagi mereka? Orang buta percaya bahwa apa yang ia dengar adalah nyata.

Apa yang membuat sesuatu menjadi nyata hanya ketika kita melihatnya? Dalam kasus orang buta, ini tidak harus menjadi nyata. Bahkan bagi kita, yang bisa melihat, ada beberapa hal yang tidak bisa kita lihat, tetapi nyata. Sebagai contoh, kita tidak bisa melihat udara, namun kita tahu bahwa itu ada. Jadi perasaan kitalah yang membuat hal tersebut menjadi nyata. Ini adalah kesadaran kita yang memutuskan tentang sebuah realita.

Jadi, perasaan dan kesadaran adalah alat kita untuk melihat dunia dalam bentuk yang nyata. Kita memiliki lima indra – peraba, pencium, perasa dan sebagaimana telah disebutkan diatas, penglihatan dan pendengaran. Tetapi bagaimana kita tahu bahwa apa yang kita rasakan benar? Sebagai contoh, dalam percobaan yang terkenal pada persepsi dari panas dan dingin, ketika kita meletakkan tangan kita, satu di air panas, dan yang lainnya di dalam air dingin, setelah itu kita menempatkan keduanya di dalam air pada suhu kamar, kedua tangan itu akan merasakan secara berbeda. Tangan yang disimpan dalam air dingin terasa menjadi hangat sementara yang lain merasakan dingin.

Di bidang visi kita juga menemukan hal-hal yang bisa dipesepsikan berbeda. Bahkan orang normal kadang-kadang tertipu, seperti  saat melihat sebuah fatamorgana, dimana seseorang seolah melihat air yang ternyata bukan. Saya ingin menyebutkan tentang percobaan yang dipublikasikan beberapa tahun lalu. Dalam percobaan tersebut, para peneliti, mencatat pola gelombang otak yang dihubungkan dengan elektroda, kemudian diperlihatkan warna-warna yang berbeda. Setelah itu, ia diminta untuk membayangkan kembali warna-warna tersebut dan satu set pola lain yang direkam. Ini bisa diamati bahwa pola yang muncul adalah sama dengan warna yang dibayangkan oleh yang melihat. Pada akhirnya, ia ditunjukkan warna yang berbeda dari yang ia diminta untuk membayangkan. Polanya ternyata menunjukkan pada warna yang mereka bayangkan dan bukan warna yang benar-benar ditampilkan. Penelitian ini mengarah pada kesimpulan bahwa apa yang kita lihat dalam pikiran kita adalah apa yang kita percaya.

Contoh lain dari persepsi pikiran kita adalah bahwa ketika kita menyukai seseorang, kita cenderung mengabaikan semua kesalahan orang tersebut dan sulit percaya bahwa orang tersebut bisa melakukan sesuatu yang salah, bahkan jika fakta-faktanya adalah berbeda. Di sisi lain jika kita tidak menyukai orang tersebut, kita akan percaya semua hal buruk yang kita dengar, namun sulit menerima sesuatu yang baik tentang dirinya. Hal ini sering terjadi dalam politik. Presiden dari partai A tidak akan pernah percaya bahwa Presidennya dapat melakukan hal yang salah, tetapi sebaliknya bagi partai oposisi akan percaya apa pun yang buruk tentang Presiden mereka.

Begitu juga dengan diri kita sendiri. Ego kita menolak untuk menerima bahwa kita bisa melakukan sesuatu yang salah. Ketika kita melakukan sesuatu yang tidak kita anggap benar, kita ingin berpikir bahwa itu adalah situasinya yang membuat dia melakukannya. Secara keseluruhan tidak ada orang yang ingin melakukan sesuatu yang buruk. Lalu mengapa seseorang  melakukannya. Alasan untuk itu, saya anggap adalah bahwa dalam setiap manusia ada ‘aku’ yang baik dan yang buruk dimana kita berjuang untuk ‘mengontrol’nya . Apa yang membuat seseorang, merasa menang atau kalah? Rasa bawaan pembenaran diri tentu saja.

Konsep Illusi, sangat mengejutkan saya ketika saya mengunjungi Pameran Holografik di San Jose pada tahun 1987. Saya melihat jelas dengan mata saya sesuatu yang sesungguhnya tidak ada. Di satu tempat ditunjukkan sebuah Telescope dimana melaluinya Anda bisa melihat bintang-bintang, tetapi secara fisik bintang-bintang tersebut tidak ada di sana. Dalam kasus lain seolah ada seorang peniup terompet berdiri di depan sebuah bangku dimana terompetnya disimpan. Kemudian, Anda melihat sang peniup terompret, mengambil terompet, menaruhnya ke mulutnya dan meniupnya. Lalu dia meletakkan terompet itu kembali ke bawah dan tersenyum pada Anda. Semuanya Anda lihat terjadi di depan Anda seolah dalam tiga dimensi yang sebenarnya secara fisik tidak ada di sana. Ada beberapa objek dipamerkan dengan cara ini dan saya merasa diri saya bodoh. Mereka adalah ilusi dari alat yang ditampilkan, yang Anda bisa melihatnya bergerak tanpa benar-benar ada.

Sebelum melihat pameran ini, saya memiliki pikiran bahwa cerita dalam mitologi India, semuanya hanyalah bentuk imajinasi semata, seperti halnya deskripsi di salah satu istana Pandawa di Indraprasta yang disebut ‘Maya Sabha’ di mana pangeran Duryudhana seolah tertipu, melihat hal-hal yang sesungguhnya tidak ada di sana, dan tidak melihat hal-hal yang benar-benar ada. Dan karena itu Drupadi menertawakan dia, dengan menyebut dia buta meskipun penglihatannya normal. Tapi setelah melihat Pameran Holografik tersebut, saya bisa percaya tentang hal itu.

Tidakkan kita melihat hal-hal yang serupa setiap hari. Bagi orang-orang di daerah terpencil yang belum pernah melihat televisi, jika mereka diberitahu bahwa orang dapat melihat di layar setiap hal yang terjadi di mana saja di dunia, apakah dia akan percaya? Munculnya internet adalah lingkup lain di mana seluruh dunia tampaknya semakin terhubung dan yang tak seorang pun pernah bermimpi sebelumnya.

Setelah mempelajari melalui ilmu pengetahuan, bahwa segala sesuatu yang di alam semesta terbuat dari atom, yang atom itu sendiri ternyata terdiri dari sub-partikel listrik seperti elektron, proton dll yang dirancang bergerak dengan cara tertentu, sehingga menimbulkan berbagai bentuk kekokohan. Mereka bahkan memiliki warna berbeda. Apakah proses yang membuat hal ini terjadi? Saya sering bertanya-tanya. Siapa atau apa yang mengendalikannya? Apakah pikiran kita, yang menciptakan itu? Tapi jika itu pikiran kita, bagaimana mungkin semua orang melihat hal yang sama? Atau bahwa pikiran hanya mengamati itu? Mungkin pikiran kita terhubung ke sumber yang sama dari mana adegan tersebut diproyeksikan.

Hal lain yang mengherankan adalah mimpi-mimpi yang kita lihat ketika kita tidur. Darimana ini berasal? Kadang-kadang kita melihat bahwa hal-hal dalam mimpi itu benar-benar menjadi kenyataan. Seperti kita melihat film. Ketika film itu dimulai istri saya mengatakan, ia telah melihat seluruh film dalam mimpinya pada malam sebelumnya. Pada kesempatan lain, saya bermimpi, dan hari berikutnya hal yang terjadi dengan cara yang sama seperti saya melihatnya dalam mimpi itu. Apakah selama tidur, pikiran kita dapat melakukan perjalanan waktu dan melihat masa depan? Semuanya masih misteri.

Hantu dan Poltergeists adalah wilayah lain yang orang sering bertanya-tanya. Ada begitu banyak literatur yang diterbitkan tentang tema tersebut. Sebagian besar orang percaya pada fenomena itu, sementara sebagian kecil tidak. Bahkan semakin tinggi pendidikan, semakin berkurang kepercayaan. Wilayah ini, bagaimanapun, adalah sangat menarik dimana kita ingin mendapatkan kebenaran. Namun demikian tidak diketahui sisi mana yang sebenarnya. Saya terlahir di sebuah keluarga non-Muslim dan selalu berpikir bahwa Hantu adalah merupakan penyimpangan dari pikiran, dan hanya fantasi dari pikiran kita.

Namun suatu saat saya kebetulan pergi ke tempat salah satu kenalan kami. Mereka memiliki seorang putra yang seharusnya sudah mahasiswa. Kami bertanya padanya apa yang dia lakukan. Orang tuanya menjawab dan memberitahu kami bahwa dia seharusnya sudah menghadapi ujian SMA, tapi ia tidak bisa melaksanakannya karena penyakit. Ketika ditanya apa penyakitnya, saya diberitahu bahwa ia kemasukan roh. Mereka memberitahu saya bahwa saat dia kesurupan, dia mulai berbicara dalam Bahasa Jerman dan menggunakan istilah-istilah yang sangat ilmiah. Mereka juga mengatakan kepada saya bahwa selama kunjungan tersebut, jejak kaki putih-terlihat dari pintu sampai ke tempat tidurnya. Ini benar-benar aneh. Untuk pertama kalinya, saya mendengar hal seperti itu dari seseorang yang memiliki pengalaman aktual semacam ini. Dan saya harus percaya padanya karena bagaimana mungkin ia menyebutkan hal seperti itu tentang anaknya sendiri, kalau itu tidak benar. Pada kunjungan berikutnya, saya diberitahu bahwa seorang paranormal telah dipanggil, yang bisa berbicara dengan roh dan diberitahu bahwa ia adalah seorang perwira tentara Perang Dunia I dan roh itu mengeluh bahwa ia tidak mendapatkan upacara terakhir yang layak dilakukan untuknya. Dia setuju untuk meninggalkan anak itu jika jumlah tertentu permen dipersembahkan di dalam Gereja. Setelah ini dilakukan anak itu sembuh. Bagi saya semuanya adalah misteri.

Kisah-kisah seperti ini telah membuat saya merenungkan tentang bagaimana membedakan antara desas-desus dan keyakinan. Hal yang sama terjadi ketika orang mendengar cerita tentang reinkarnasi. Namun dengan penelitian yang dilakukan oleh Dr Ian Stevenson pada anak-anak yang mengingat kehidupan  sebelumnya, saya cukup yakin bahwa setidaknya beberapa orang dilahirkan kembali setelah kematian mereka dalam kehidupan ini.

Pada awal tahun tujuh puluhan, percobaan tertentu dilakukan oleh Russel Targ dan Keith Harary di Stanford Research Institute, yang telah dijelaskan dalam buku ”The Mind Reach“ dan ”The Mind Race“. Percobaan ini menggambarkan orang-orang, yang bisa melihat dari kejauhan apa yang sedang terjadi. Bahkan dalam satu kasus, ia bisa menggambarkan, peristiwa setengah jam lebih awal dari saat kejadian itu terjadi. Apakah ini berarti bahwa ia bisa memproyeksi pikirannya tidak hanya jauh dalam ruang tetapi juga ke masa depan.

Dalam bukunya  ”The Future is Now” Arthur W. Osborn menggambarkan peristiwa di mana beberapa orang memiliki pengetahuan pra-kognitif dan kemudian menjadi kenyataan. Dari peristiwa-peristiwa ini ia menyimpulkan bahwa peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa depan sesungguhnya sudah ada. Hanya kita tidak dapat melihat mereka, ilmu Hipnotisme sekarang bisa membuat kita percaya bahwa pikiran kita dapat melihat hal-hal yang berbeda jika dibimbing oleh ahli hipnotis yang terlatih. Lalu bagaimana kita mengetahui Kebenaran sesungguhnya?

No comments:

Post a Comment