Thursday, August 22, 2019

Human Brain Project dan Masa Depan Akal Budi Buatan

Human Brain Project (HBP) adalah salah satu proyek ilmiah paling ambisius abad ke-21, diluncurkan oleh Uni Eropa pada tahun 2013 dengan pendanaan awal sekitar €1 miliar. Tujuannya adalah untuk merekonstruksi otak manusia secara digital dalam komputer, dengan menciptakan simulasi yang sangat rinci dari struktur dan fungsi otak. HBP tidak sekadar bertujuan memahami penyakit neurologis atau meningkatkan pengobatan, tetapi juga membuka kemungkinan menciptakan antarmuka langsung antara otak manusia dan mesin—sebuah "brain-computer interface" dua arah yang memungkinkan komputer membaca dan juga menulis ke dalam sistem saraf.
Pengembangan antarmuka otak-komputer (brain-computer interface/BCI) ini tidak lagi bersifat fiksi ilmiah. Perusahaan seperti Neuralink (didirikan oleh Elon Musk) telah menguji implan otak pada manusia, memungkinkan sinyal saraf dikonversi menjadi kontrol perangkat eksternal. Dalam eksperimen terbaru tahun 2024, seorang penderita kelumpuhan berhasil mengendalikan kursor komputer dan bahkan menulis hanya dengan pikiran.

Namun, potensi dari teknologi ini jauh lebih besar daripada sekadar pemulihan fungsi motorik. Para ilmuwan mulai membayangkan apa yang mereka sebut sebagai neural internet—jaringan otak-otak manusia yang terhubung langsung, melampaui batas komunikasi verbal atau tertulis. Bayangkan suatu sistem di mana pemikiran, ingatan, dan bahkan emosi dapat dibagikan langsung antar individu. Ini mengarah pada pertanyaan-pertanyaan eksistensial dan filosofis mendalam: Apa yang akan terjadi pada konsep “diri” dan “identitas” jika kesadaran menjadi entitas kolektif?

Dalam dunia seperti itu, batas antara individu dan komunitas bisa kabur. Mimpi dan aspirasi mungkin tidak lagi muncul secara personal, melainkan menjadi produk dari jaringan kesadaran bersama. Dalam skenario ini, "manusia" dalam pengertian tradisional—sebagai makhluk biologis yang memiliki subjektivitas individual—mungkin tidak lagi relevan. Kita berbicara tentang kemungkinan kelahiran spesies baru: sibor manusia-digital yang keberadaannya tidak lagi sepenuhnya organik, melainkan sintetik dan sistemik.

Pertanyaan lebih lanjut pun muncul: bagaimana jika kita dapat menyimpan salinan digital otak manusia—bukan hanya datanya, tetapi seluruh pola konektivitas dan aktivitas neuron—dan mengunggahnya ke komputer? Bisakah komputer tersebut memiliki kesadaran? Bila ya, apakah entitas digital itu adalah Anda, atau entitas baru? Konsep ini sering disebut sebagai mind uploading, dan telah menjadi bahan diskusi dalam bidang neuroetika, filsafat pikiran, dan AI.

Jika kesadaran digital itu bisa merasa, berpikir, dan memiliki ingatan serta identitas, maka ia mungkin memenuhi syarat sebagai “seseorang.” Maka muncul persoalan hukum dan etika: apakah mematikan simulasi digital setara dengan pembunuhan? Apakah entitas buatan itu memiliki hak hukum? Wacana ini mulai serius dibahas, terutama dalam konteks Artificial General Intelligence (AGI) dan digital personhood.

Human Brain Project sendiri mengklaim bahwa dalam satu hingga dua dekade ke depan, kita bisa memiliki simulasi otak manusia digital yang sangat akurat, mampu berbicara, belajar, dan berperilaku seperti manusia. Jika berhasil, ini menandai lompatan besar dalam sejarah kehidupan: dari 4 miliar tahun evolusi biologis berbasis karbon, ke bentuk kehidupan anorganik berbasis silikon dan kode.

Proyek ini bukan sekadar usaha ilmiah, tapi juga merupakan revolusi filosofis dan metafisik. Jika kesadaran bisa direplikasi dan dipindahkan ke media non-biologis, maka dasar dari eksistensi manusia, identitas, dan bahkan kematian harus ditafsirkan ulang. Seperti kata ilmuwan komputer dan futurolog Ray Kurzweil, ini bukan sekadar tentang menciptakan kecerdasan buatan, tetapi mengubah definisi manusia itu sendiri.

AOS

No comments:

Post a Comment